sudah menjadi fitrah manusia , bahwa ia ingin selalu
dihargai dan diakui eksistensinya. Dan sudah menjadi hal yang lumrah bahwa
seseorang tidak mau jatuh martabat dan nama baiknya di hadapan orang lain.
Namun, yang jadi masalah adalah kadang rasa ingin dihargai
itu berubah menjadi ajang pamer. Keinginan untuk diakui eksistensinya berubah
menjadi ajang unjuk gigi yang berujung pada membanggakan kelebihannya di
hadapan orang lain. Ia merasa haus terhadap pujian dan decak kagum orang-orang
di sekitarnya.
Waspadalah, karena rasa bangga atau ujub terhadap diri
sendiri bisa menjerumuskan kita pada kerugian. Ingin dilihat orang lain atau
riya bisa menghapuskan pahala amal-amal yang kita kerjakan. Kenapa bisa begitu?
Karena ia beramal bukan mengharap pahala Allah
, tapi mengejar pujian dan decak kagum orang
lain.

----
Dikisahkan, orang-orang miskin di madinah selalu mendapat
kejutan di pagi hari? Apa kejutannya? Mereka selalu menemukan setumpuk roti atau tepung di depan pintu rumah mereka.
Siapakah gerangan yang berbaik hati membagikan
roti itu di rumah-rumah mereka? Tak ada yang mengetahuinya seorang pun.
Hingga hal itu terjadi bertahun-tahun.
Suatu hari, Ali bin Husain, cucu dari menantu rasulullah
Ali bin Abi thalib, meninggal dunia.
Orang-orang menangisi kepergiannya. Mereka merasa kehilangan seorang tokoh
tabi’in yang wara’ dan terkenal ahli ibadah tersebut.

Namun barulah orang-orang madinah, khususnya orang-orang
miskin sadar, bahwa yang selalu mengantarkan roti dan tepung kepada mereka di
setiap malam adalah Ali bin Husain. Kenapa mereka bisa tahu? Setelah wafatnya
beliau, orang-orang miskin madinah tidak lagi menemukan setumpuk roti atau
tepung di ambang pintu mereka.
Kemudian ada satu hal yang mengungkap hal itu, orang-orang
yang memandikan jenazah ali bin Husain menemukan goresan-goresan di punggungnya
dan bekas hitam di pundaknya. Setiap
malam ali bin Husain memanggul karung roti dan itu meninggalkan bekas di pundak
dan punggungnya.
Masya allah, Ali bin Husain mampu menyembunyikan amalnya
selama bertahun-tahun. Padahal amal yang ia lakukan rutin ia kerjakan di setiap
malam. Dan amal unggulannya itu baru terungkap ketika ia meninggal.
Begitulah kisah Ali bin Husain yang berusaha menyembunyikan
amalannya. Ia hanya ingin Allah
saja yang tahu, karena toh amalnya pun bukan
untuk siapa-siapa. Hanya untuk Allah semata.

Pelajaran yang dapat diambil dari kisah ali bin Husain di
atas adalah, sudah sepantasnya kita selalu berusaha memurnikan niat kita ketika
beramal. Adakah diantara amal-amal yang kita lakukan karena mengharap pujian,
sanjungan dan balasan dari orang lain? Pernahkah ada orang yang mengecewakan
kita, padahal sebelumnya kita telah berbuat baik kepadanya, lalu kita merasa
rugi? Tiba-tiba kita merasa menyesal telah menolongnya.?
Memang, timbal balik itu suatu hal yang niscaya. Tapi ketika
timbal balik itu hanya mengharap dari manusia, bukan dari Allah, kekecewaan
yang selalu akan kita tuai. Karena tak ada balasan yang lebih baik selain
balasan dari Allah

No comments:
Post a Comment