12 Sept 2016

Prahara Cinta


Nurani tengah asyik dengan smartphone anddroidnya ketika doni menghampirinya dengan wajah yang tertekuk. Doni menatap istrinya dengan tatapan sebal.”tadi kamu bilang mau buatin aku kopi kan nur?”
Nurani terperanjat dan serta merta meletakan smartphonenya. “oh iya, aku lupa.” Sejurus kemudian ia meletakan hape anddroidnya . Kemudian beranjak pergi menuju dapur. Sementara doni mendengus kesal dan menghempaskan tubuhnya di atas sofa. Ekor matanya melirik smartphone istrinya yang tergeletak di atas meja. Sebulan yang lalu istrinya merengek-rengek minta dibelikan hape android terbaru seperti teman-teman arisannya. Awalnya doni tidak menanggapi. Tapi nurani merajuk kepadanya dengan berbagai alasan yang mau tidak mau doni harus membelikannya hape teranyar.
“semua temen-temen arisanku sudah punya hape android. Cuman aku yang belum punya.”rajuk nurani saat itu.
Doni yang sedang asyik mengetik di laptopnya serta merta menatap nur penuh arti.”memangnya untuk apa nur? Apa hape yang abang kasih kurang bagus?”
“yaelah! Hape yang dikasih abang kan bukan android. Bisanya cuman buat facebookan doang.”
“terus?”tanya doni pendek.
“aku suka malu kalo ditanya sama temen-temen; minta pin BB-nya dong nur, kamu punya telegram kan? Kamu punya twitter kan?”ujar nurani menirukan pertanyaan yang katanya biasa ditanyakan teman-teman arisannya.”kan aku malu bang. Lagian  buat komunikasi sesama temen juga.”
Doni hanya tersenyum tipis. Nurani memang paling jago kalau masalah rayu merayu. Suami mana yang tidak akan luluh dengan rayuan macam nurani.”baiklah, besok abang antar kamu ke konter hape.”
Nurani melonjak gembira dan mencium pipi sebelah kiri suamiya.”makasih ya baang.... i love you so much!”
Doni kembali menghela nafas. Seakan ada yang ganjil semenjak ia memebelikan hape anndroid untuk istrinya. Nurani tidak segesit sebelum dia membelikannya hape android. Istrinya itu kini selalu sibuk berkutat dengan hape barunya. Mau tidak mau doni merasa cemburu. Seakan-akan hape teranyar itu lebih penting ketimbang dirinya sendiri.
Nurani masih memanaskan air di dapur. Sementara doni  iseng mengambil hape android istrinya. Penasaran dengan apa yang membuat istrinya lupa waktu jika sudah berurusan dengan hape barunya itu.
Ia membuka hape istrinya dan beberapa detik kemudian matanya langsung tertuju pada aplikasi whatsapp yang belum sempat nurani tutup ketika ia memintanya membuatkan kopi tadi. Di situ tampak chating whatsaap isttrinya dengan seseorang. Doni mengerutkan keningnya dan menggeser layar. Ssejurus kemudian kedua bola matanya terbelalak kaget melihat chatingan nurani yang panjang. Dengan seseorang. Entah siapa. Yang jelas orang itu adalah seorang lelaki jika dilihat dari nama dan fotonya.
Doni menahan murka. Nafasnya terasa berat. Seakan ada ratusan pisau yang mengiris-iris ulu hatinya. Matanya memerah saga ketika dilihatnnya nurani tiba dengan secangkir kopi panas di tangannya. Ia menatap nurani dengan sorot mata tajam. Sementara nurani belum menangkap aura marah di kedua bola mata suaminya. Dengan hati-hati ia meletakkan cangkir kopi itu di atas meja. Sejurus kemudian tatapannya tertuju pada satu titik di pojok meja; dimana ia meletakan hape androidnya tadi.
Ia menatap suaminya dan kini ia baru sadar dengan keteledorannya. Karena ia tahu wajah murka suaminya tepat di hadapannya.
“nur!”ujar suaminya dengan suara bergetar. Tatap matanya masih nanar.
Degup jantung nurani mulai tidak beraturan.”k...knapa bang?”
Doni tersenyum sinis dan menyorongkan hape android  tepat di depan muka istrinya.”bisa dijelaskan maksud chatingan kamu dengan pria ini?”
Nurani mendadak pucat. Hatinya merutuk dan memaki-maki dirinya sendiri yang telah teledor. Tapi cepat-cepat ia menguasai dirinya.”oh...itu andri. Teman SMA dulu.”
“hanya teman?”
“iya.”jawabnya bergetar. Mau tidak mau jantungnya berdetak semakin kencang.”kebetulan ketemu pas acara reunian.”
“wajar nggak sih kalo sesama teman chatingnya kayak gini?”cecar doni.
“abang jangan dulu berprasangka buruk. Memang sejak dulu andri itu selalu bercanda. Dia kalo ngomong candanya suka kelewatan. Tapi nur nggak anggap serius.”
“bercanda katamu?”doni semakin gemas dengan jawaban istrinya.”sayang...lagi ngapain, aku kangen sama kamu...”doni menirukan satu kalimat dari chating whatsapp istirnya dengan pria yang dia sebut andri.
“kan nur udah bilang andri bercandanya suka kelewat batas. Abang jangan anggap serius.”
“lalu, kamu balas dengan ungkapan mesra yang serupa. Bahkan lebih mesra?!”
“bang....”
“diam! Aku belum selesai ngomong! Mas andri, aku kangen sama kamu. Masih ingat kan pas kita berdua nngerayain valentine day bersama di rumah raka?”
Nurani terdiam. Matanya mulai memanas. Rasa malu dan sesal campur aduk dan memenuhi rongga dadanya yang semakin terasa sempit.
“jawab dengan jujur nur. Apa yang terjadi selama ini? Apa yang kamu sembunyikan dariku nur? Kau telah mengkhianatiku dengan pengkhianatan yang menjijikan bukan?”
Doni berdiri dari sofa. Tanpa diduga tangan kekarnya terangkat ke udara dan dengan secepat kilat ia membanting hape android istrinya dengan keras. Hape android kesayangan istrinya itu pecah berkeping-keping di lantai. Tidak kuasa melawan kerasnya lantai keramik.
Nurani mulai terisak-isak.
Doni beranjak dengan hati yang begitu sempit. Ia keluar dan membanting pintu depan. Sayup-sayup terdengar mesin mobil yang dinyalakan dan beberapa menit kemudian suara mesin mobil itu keluar gerbang. Doni pergi dengan mobil kijangnya. Pergi dengan membawa kemarahan yang sangat.
Isakan tangis nurani berganti dengan rintihan yang sangat memilukan. Penyesalan seakan-akan melesak dan membebani setiap persendian tulang belulangnya. Ia bahkan tidak percaya dengan semua yang ia alami barusan. Andai waktu bisa diputar kembali ke belakang. Andai ia tahu bahwa semuanya akan begini jadinya.
****
Jam dinding yang tergantung di ruang tengah sudah menunjukan pukul dua dini hari. Nurani mondar mandir di ruang tamu dengan hati yang gundah didera resah dan sejuta tanya. Doni belum pulang semenjak ia keluar dengan membawa kemarahannya tad i pagi. Kemana dia? Nurani bukan hanya resah dengan kemarahan doni. Tapi juga resah dengan kepergian doni. Hendak pergi kemana doni tadi pagi? Akankah ia akan mengadukan pengkhianatannya kepada kedua orang tuanya sendiri atau bahkan kepada kedua mertuanya? Dan hal ini yang paling nurani takutkan. Tapi nurani merasa yakin bahwa doni tidak akan mengadukan prahara rumah tangganya kepada orang tuanya atau mertuanya. Ia tahu betul karakter doni. Ia bukan seorang lelaki cengeng dan gampangan. Ia lelaki tegar yang jarang mengeluhkan segala deritanya, bahkan kepada orang terdekatnya sekali pun. Ya, nur tahu betul siapa suaminya. Lalu kemana suaminya?
Tadi pagi doni belum sempat membawa ponselnya, jadi dia tidak bisa menghubungi nomor suaminya. Lagi pula bukankah ponsel pintarnya sendiri sudah hancur? Nurani bisa saja meminjam handphone sulastri tetangganya kalau saja suamiya tidak lupa membawa ponselnya.
Ingin rasanya ia menangis sejadi-jadinya di hadapan doni. Meminta maaf dengan ribuan kata penyesalan. Mencium tangan suaminya dengan takzim dan berjanji tidak akan mengulangi pengkhianatannya yang menjijikan. Akankah doni memaafkan dosanya yang terlampau besar? Lagi-lagi ia kembali mengenang doni. Dia tahu bagaimana karakter doni. Ia lelaki lembut dan pengertian. Tapi kelembutan dan kata maaf akan menguap jika doni terlampau marah. Sseperti kemarahannya tadi pagi.
*****

Nurani baru saja selesai menunaikan shalat subuh ketika seseorang mengetuk pintu rumahnya dan mengucap salam. Nurani menjawab salam dan bergegas ke depan. Jelas itu bukan suaminya. Suaranya asing dan tidak familiar di telinganya. Nurani membuka pintu dan didapatinya seorang pria berkumis tebal dengan tubuh menjulang berdiri di hadapannya. Tubuh kekarnya dibalut seragam berwarna coklat lengkap dengan aksesorisnya. Seorang polisi.
“benar ini rumahnya bapak doni?”
Nurani merasa was-was dengan satu kemungkinan.”ya. ada apa ya pak?”
“ibu istrinya.”
Nurani mengangguk.”ya”
Pak polisi menatapnya penuh arti.”bapak doni dirawat di rumah sakit karena kecelakaan sore tadi. Mobilnya menabrak pohon di jalur cepat. Dia masih dalam keadaan koma. Besar kemungkinan suami ibu mengantuk atau mabuk ketika mengendarai mobilnya.”
“suami saya bukan seorang pemabuk.”timpal nurani.
“maaf.”jawab polisi itu dengan mimik muka bersalah.”saya harap ibu secepatnya ke rumah sakit.”
Nurani kembali menangis. Rasa bersalah kembali menyeruak dan menghantam seluruh relung hatinya yang rapuh. Ini semua gara-garaku! Rintihnya dalam hati.
****

Surakarta, 10 dzzulhijah/ 12 september 2016
Cerpen roman ini saya tulis berdasar kisah nyata yang pernah terjadi. Semoga menjadi ibroh bagi kita semua, khususnya pasangan suami istri untuk berhati-hati dalam menggunakan sosmed. Sehingga prahara rumah tangga tidak akan terjadi. Banyak kasus suami/istri mempunyai kekasih gelap di sosmed sehingga memberi pengaruh buruk kelangsungan rumah tangganya dan komitmen yang telah dibangun hancur begitu saja.


Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment