Nurani tengah asyik dengan smartphone anddroidnya ketika doni menghampirinya dengan wajah yang tertekuk. Doni menatap istrinya dengan tatapan sebal.”tadi kamu bilang mau buatin aku kopi kan nur?”
Nurani
terperanjat dan serta merta meletakan smartphonenya. “oh iya, aku lupa.”
Sejurus kemudian ia meletakan hape anddroidnya . Kemudian beranjak pergi menuju
dapur. Sementara doni mendengus kesal dan menghempaskan tubuhnya di atas sofa.
Ekor matanya melirik smartphone istrinya yang tergeletak di atas meja. Sebulan
yang lalu istrinya merengek-rengek minta dibelikan hape android terbaru seperti
teman-teman arisannya. Awalnya doni tidak menanggapi. Tapi nurani merajuk
kepadanya dengan berbagai alasan yang mau tidak mau doni harus membelikannya
hape teranyar.
“semua
temen-temen arisanku sudah punya hape android. Cuman aku yang belum
punya.”rajuk nurani saat itu.
Doni yang sedang
asyik mengetik di laptopnya serta merta menatap nur penuh arti.”memangnya untuk
apa nur? Apa hape yang abang kasih kurang bagus?”
“yaelah! Hape
yang dikasih abang kan bukan android. Bisanya cuman buat facebookan doang.”
“terus?”tanya
doni pendek.
“aku suka malu
kalo ditanya sama temen-temen; minta pin BB-nya dong nur, kamu punya telegram
kan? Kamu punya twitter kan?”ujar nurani menirukan pertanyaan yang katanya
biasa ditanyakan teman-teman arisannya.”kan aku malu bang. Lagian buat komunikasi sesama temen juga.”
Doni hanya
tersenyum tipis. Nurani memang paling jago kalau masalah rayu merayu. Suami
mana yang tidak akan luluh dengan rayuan macam nurani.”baiklah, besok abang
antar kamu ke konter hape.”
Nurani melonjak
gembira dan mencium pipi sebelah kiri suamiya.”makasih ya baang.... i love you
so much!”
Doni kembali
menghela nafas. Seakan ada yang ganjil semenjak ia memebelikan hape anndroid
untuk istrinya. Nurani tidak segesit sebelum dia membelikannya hape android.
Istrinya itu kini selalu sibuk berkutat dengan hape barunya. Mau tidak mau doni
merasa cemburu. Seakan-akan hape teranyar itu lebih penting ketimbang dirinya
sendiri.
Nurani masih
memanaskan air di dapur. Sementara doni
iseng mengambil hape android istrinya. Penasaran dengan apa yang membuat
istrinya lupa waktu jika sudah berurusan dengan hape barunya itu.
Ia membuka hape
istrinya dan beberapa detik kemudian matanya langsung tertuju pada aplikasi
whatsapp yang belum sempat nurani tutup ketika ia memintanya membuatkan kopi
tadi. Di situ tampak chating whatsaap isttrinya dengan seseorang. Doni
mengerutkan keningnya dan menggeser layar. Ssejurus kemudian kedua bola matanya
terbelalak kaget melihat chatingan nurani yang panjang. Dengan seseorang. Entah
siapa. Yang jelas orang itu adalah seorang lelaki jika dilihat dari nama dan
fotonya.
Doni menahan
murka. Nafasnya terasa berat. Seakan ada ratusan pisau yang mengiris-iris ulu
hatinya. Matanya memerah saga ketika dilihatnnya nurani tiba dengan secangkir
kopi panas di tangannya. Ia menatap nurani dengan sorot mata tajam. Sementara
nurani belum menangkap aura marah di kedua bola mata suaminya. Dengan hati-hati
ia meletakkan cangkir kopi itu di atas meja. Sejurus kemudian tatapannya
tertuju pada satu titik di pojok meja; dimana ia meletakan hape androidnya
tadi.
Ia menatap
suaminya dan kini ia baru sadar dengan keteledorannya. Karena ia tahu wajah
murka suaminya tepat di hadapannya.
“nur!”ujar
suaminya dengan suara bergetar. Tatap matanya masih nanar.
Degup jantung
nurani mulai tidak beraturan.”k...knapa bang?”
Doni tersenyum
sinis dan menyorongkan hape android
tepat di depan muka istrinya.”bisa dijelaskan maksud chatingan kamu
dengan pria ini?”
Nurani mendadak
pucat. Hatinya merutuk dan memaki-maki dirinya sendiri yang telah teledor. Tapi
cepat-cepat ia menguasai dirinya.”oh...itu andri. Teman SMA dulu.”
“hanya teman?”
“iya.”jawabnya
bergetar. Mau tidak mau jantungnya berdetak semakin kencang.”kebetulan ketemu
pas acara reunian.”
“wajar nggak sih
kalo sesama teman chatingnya kayak gini?”cecar doni.
“abang jangan
dulu berprasangka buruk. Memang sejak dulu andri itu selalu bercanda. Dia kalo
ngomong candanya suka kelewatan. Tapi nur nggak anggap serius.”
“bercanda
katamu?”doni semakin gemas dengan jawaban istrinya.”sayang...lagi ngapain, aku
kangen sama kamu...”doni menirukan satu kalimat dari chating whatsapp istirnya
dengan pria yang dia sebut andri.
“kan nur udah bilang andri bercandanya suka kelewat batas. Abang jangan anggap serius.”
“kan nur udah bilang andri bercandanya suka kelewat batas. Abang jangan anggap serius.”
“lalu, kamu balas
dengan ungkapan mesra yang serupa. Bahkan lebih mesra?!”
“bang....”
“diam! Aku belum
selesai ngomong! Mas andri, aku kangen sama kamu. Masih ingat kan pas kita
berdua nngerayain valentine day bersama di rumah raka?”
Nurani terdiam.
Matanya mulai memanas. Rasa malu dan sesal campur aduk dan memenuhi rongga
dadanya yang semakin terasa sempit.
“jawab dengan
jujur nur. Apa yang terjadi selama ini? Apa yang kamu sembunyikan dariku nur?
Kau telah mengkhianatiku dengan pengkhianatan yang menjijikan bukan?”
Doni berdiri dari
sofa. Tanpa diduga tangan kekarnya terangkat ke udara dan dengan secepat kilat
ia membanting hape android istrinya dengan keras. Hape android kesayangan
istrinya itu pecah berkeping-keping di lantai. Tidak kuasa melawan kerasnya
lantai keramik.
Nurani mulai
terisak-isak.
Doni beranjak
dengan hati yang begitu sempit. Ia keluar dan membanting pintu depan.
Sayup-sayup terdengar mesin mobil yang dinyalakan dan beberapa menit kemudian
suara mesin mobil itu keluar gerbang. Doni pergi dengan mobil kijangnya. Pergi
dengan membawa kemarahan yang sangat.
Isakan tangis
nurani berganti dengan rintihan yang sangat memilukan. Penyesalan seakan-akan
melesak dan membebani setiap persendian tulang belulangnya. Ia bahkan tidak
percaya dengan semua yang ia alami barusan. Andai waktu bisa diputar kembali ke
belakang. Andai ia tahu bahwa semuanya akan begini jadinya.
****
Jam dinding yang
tergantung di ruang tengah sudah menunjukan pukul dua dini hari. Nurani mondar
mandir di ruang tamu dengan hati yang gundah didera resah dan sejuta tanya.
Doni belum pulang semenjak ia keluar dengan membawa kemarahannya tad i pagi.
Kemana dia? Nurani bukan hanya resah dengan kemarahan doni. Tapi juga resah
dengan kepergian doni. Hendak pergi kemana doni tadi pagi? Akankah ia akan
mengadukan pengkhianatannya kepada kedua orang tuanya sendiri atau bahkan
kepada kedua mertuanya? Dan hal ini yang paling nurani takutkan. Tapi nurani
merasa yakin bahwa doni tidak akan mengadukan prahara rumah tangganya kepada
orang tuanya atau mertuanya. Ia tahu betul karakter doni. Ia bukan seorang
lelaki cengeng dan gampangan. Ia lelaki tegar yang jarang mengeluhkan segala
deritanya, bahkan kepada orang terdekatnya sekali pun. Ya, nur tahu betul siapa
suaminya. Lalu kemana suaminya?
Tadi pagi doni
belum sempat membawa ponselnya, jadi dia tidak bisa menghubungi nomor suaminya.
Lagi pula bukankah ponsel pintarnya sendiri sudah hancur? Nurani bisa saja
meminjam handphone sulastri tetangganya kalau saja suamiya tidak lupa membawa
ponselnya.
Ingin rasanya ia
menangis sejadi-jadinya di hadapan doni. Meminta maaf dengan ribuan kata
penyesalan. Mencium tangan suaminya dengan takzim dan berjanji tidak akan
mengulangi pengkhianatannya yang menjijikan. Akankah doni memaafkan dosanya
yang terlampau besar? Lagi-lagi ia kembali mengenang doni. Dia tahu bagaimana
karakter doni. Ia lelaki lembut dan pengertian. Tapi kelembutan dan kata maaf
akan menguap jika doni terlampau marah. Sseperti kemarahannya tadi pagi.
Nurani baru saja
selesai menunaikan shalat subuh ketika seseorang mengetuk pintu rumahnya dan
mengucap salam. Nurani menjawab salam dan bergegas ke depan. Jelas itu bukan
suaminya. Suaranya asing dan tidak familiar di telinganya. Nurani membuka pintu
dan didapatinya seorang pria berkumis tebal dengan tubuh menjulang berdiri di
hadapannya. Tubuh kekarnya dibalut seragam berwarna coklat lengkap dengan
aksesorisnya. Seorang polisi.
“benar ini rumahnya
bapak doni?”
Nurani merasa
was-was dengan satu kemungkinan.”ya. ada apa ya pak?”
“ibu istrinya.”
Nurani
mengangguk.”ya”
Pak polisi
menatapnya penuh arti.”bapak doni dirawat di rumah sakit karena kecelakaan sore
tadi. Mobilnya menabrak pohon di jalur cepat. Dia masih dalam keadaan koma.
Besar kemungkinan suami ibu mengantuk atau mabuk ketika mengendarai mobilnya.”
“suami saya bukan
seorang pemabuk.”timpal nurani.
“maaf.”jawab
polisi itu dengan mimik muka bersalah.”saya harap ibu secepatnya ke rumah sakit.”
Nurani kembali
menangis. Rasa bersalah kembali menyeruak dan menghantam seluruh relung hatinya
yang rapuh. Ini semua gara-garaku! Rintihnya dalam hati.
Surakarta, 10
dzzulhijah/ 12 september 2016
Cerpen roman ini
saya tulis berdasar kisah nyata yang pernah terjadi. Semoga menjadi ibroh bagi
kita semua, khususnya pasangan suami istri untuk berhati-hati dalam menggunakan
sosmed. Sehingga prahara rumah tangga tidak akan terjadi. Banyak kasus
suami/istri mempunyai kekasih gelap di sosmed sehingga memberi pengaruh buruk
kelangsungan rumah tangganya dan komitmen yang telah dibangun hancur begitu
saja.
No comments:
Post a Comment