11 Sept 2016

Dilema Diantara Dua Pilihan; Mana yang Harus aku Prioritaskan

Oleh: Husni Mubarok
Salah satu ikhwan pernah bilang kepada saya,”hus, kalo lu mau nikah nikah aja. Nggak usah mikirin resiko dan tanggung jawab. Toh lu mau melajang atau mau nikah tetep punya resiko. Masih lajang resikonya dibully orang-orang. Nggak laku lah, atau paling menderita lihat temen-temen yang udah pada merit.”
Aku hanya mesem mendengar celotehnya. Ia melanjutkan.”menikah juga punya resiko. Resikonya kalo dulu kita mikirin hidup kita sendiri, pas udah merit mesti mikirin anak istri. Tapi terlepes dari semua itu, gue berani sumpah, resiko menikah itu tidak seribet dan sepedih resiko menjomblo.”waah...pinter banget dia ngomong. Mentang-mentang udah nikah.
“kalau menjomblo karena nggak laku-laku? Kan banyak yang udah siap tapi calon kagak ada.”ujarku menimpali celotehnya.
“itu problem elu ya.”jawabnya tampa tendeng aling-aling.
Aku melongo.”ya kagak lah....sotoy banget!”
Oke, cukup di sini saya cut percakapan saya dengan sohib aktifis nikah ini. Hehe. Terlepas dari percakapan itu, saya bisa mengambil manfaat alias faidah bahwa hidup itu tidak terlepas dari berbagai pilihan. Dan ketika memilih pilihan itu kita tidak akan terlepas dari resiko. Apa pun pilihan kita pasti ada resikonya. Tapi jika dilihat dari kacamata prioritas, maka kita bisa memilih mana resiko yang paling kecil. Mana resiko yang tidak memberatkan.
 Jika dilihat dari kacamata agama, maka resiko itu bisa dilihat dari ridho dan murka allah. Pilihan manapun yang kita pilih tetap ada resikonya, tapi kita bisa melihat, apakah pilihan kita itu mendatangkan ridho allah atau murka allah. Berdakwah misalnya. Bisa jadi kita memilih jalan dakwah tak terlepas dari berbagai resiko yang menghadang. Resiko dijauhi keluarga atau tetangga atau bahkan teman-teman. Resiko dicemooh sebagai fundamentalis, dibilang sok suci dan dianggap ikut campur urusan orang. Tapi dari semua resiko itu kita mendapatkan ridho dan rahmat allah yang tiada ternilai harganya. Jika kita meninggalkan jalan dakwah, bisa jadi hidup kita adem ayem. Kita tidak dipusingkan dengan urusan ummat. Kita bisa lebih lapang dalam berbisnis karena pikiran tidak bercabang antara dakwah dan mencari maisyah. Kita tidak pernah dipusingkan oleh cemoohan. Tapi jangan harap semua kesenangan itu tidak membawaa resiko besar bagi kita. Resiko besar menghadang kita di akhirat kelak. Bisa jadi allah murka karena kita absen dari dakwah ketika ummat butuh cahaya yang kita bawa. Maka, resiko tidak ada apa-apanya di hadapan ridho allah.
Bahkan Allah sendiri yang memberi dua pilihan itu sendiri. Kita bebas memilih, tentinya dengan resiko yang telah Ia beritahukan di dalam risalah-Nya.
Dan kami telah menunjukan kepadanya dua jalan (kejahatan dan kebaikan) (QS. Albalad [90]: 10)

Sebelum saya mengakhiri tulisan ini, saya ingin berbagi pengalaman saya dalam hal pilih memilih ini. Sekaligus pengalaman bagaimana memanage prioritas dan yang paling urgent diantara dua pilihan tersebut.
Dari sejak lulus SMA saya sangat ingin bergabung dengan komunitas kepenulisan yang saat itu berkembang pesat. Salahsatu komunitas kepenulisan yang saya sukai adalah FLP (Forum Lingkar Pena), salahsatu komunitas penulis muslim yang telah mencetak ratusan kader penulis muda dengan visi islami. Sayangnya di kota saya tidak ada sekretariat ranting FLP. Seiring berjalannya waktu, saya berkesempatan tinggal di solo karena tugas dari lembaga dakwah remaja CRB (Cinta Remaja Dakwah) yang concern di bidang pembinaan remaja muslim setingkat SMA.
Qodarullah, di tengah aktifitas saya sebagai relawan CRB, saya bertemu dengan mas Opik Oman, ketua FLP Solo Raya. Langsung saya utarakan keinginan saya untuk gabung bersama teman-teman FLP Solo. Tentu saja mas opik menanggapi keinginan saya secara antusias. Beliau memberitahu saya bagaimana menjadi anggota FLP. Selain itu beliau juga menyarankan saya untuk ikut salahsatu program kepenulisan FLP Solo bernama KEMECER (kelas menulis cerita) dia bilang disitu saya harus membaca cerpen saya dan nantinya akan dibedah dan direvisi sehingga bisa diterbitkan dalam bentuk antologi. Finish dari program tersebut, bisa menelurkan buku-buku aantologi anggota FLP yang aktif ikut KEMECER setiap hari sabtu di setiap minggunya.
Saya langsung tertarik sekaligus teringat dengan nasib beberapa cerpen saya yang tidak tembus media.  Belum cerpen-cerpen yang saya simpan di blog dan belum pernah tersentuh revisi sama sekali. Tapi satu hal yang membuat saya berada dalam dilema. Hari sabtu-hari diadakannya KEMECER- adalah hari ketika jadwal pembinaan anak-anak remaja begitu padat. Dan jadwal kemecer sendiri bentrok dengan jadwal mengajar prifat BTQ di sebuah SMK swasta di surakarta.
Saya benar-benar berada dalam dilema. Ada sebersit niatan untuk meninggalkan jadwal mengajar privat baca alquran dan aktiv mengikuti program bimbingan KEMECER. Tapi sisi lain hati saya tidak rela jika saya harus meninggalkan remaja SMK tempat saya mengajar privat. Saya masih mengingat antusias mereka dalam belajar alquran.
Memang mengikuti KEMECER sangat bagus bagi karir kepenulisan saya. Mengajar privat mengajar alquran juga satu aktifitas dakwah yang sangat tidak mungkin untuk saya tinggalkan. Bedanya, jika saya mengikuti kelas menulis KEMECER, maka saya hanya sebagai objek penerima manfaat. Aadapun ketika saya mengajar privat alquran maka saya berada dalam posisi sebagai subjek pemberi manfaat. Nah, disinilah saya mendapatkan benang merah dari teori prioritas. Mana yang lebih penting, menjadi objek atau subjek. Mana yang lebih keren? Menjadi  pemberi manfaat atau penerima manfaat? Saya tiba-tiba teringat dengan satu kaidah yang diambil dari salahsatu hadits,”tangan diatas lebih baik daripada tangan yang dibawah.
Akhirnya saya bisa memilih satu diantara dua pilihan dengan hati yang lapang. Dan saya meminta maaf kepada mas Opik karena tidak bisa ikut kelas menulis KEMECER. Semoga di lain kesempatan saya bisa mengikutinya. Toh saya yakin bahwa rencana Allah lebih indah dari apa yang kita duga.



Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment