Dikisahkan suatu
hari ada seorang ibu muda yang membawa anaknya ke puskesmas . Anaknya menderita
suatu penyakit yang harus segera ditangani dengan cepat. Tubuh anaknya
mengalami kejang-kejang dan muntah darah. Entah apa sebabnya. Sementara seorang
perawat yang menangani untuk sementara berusaha memberikan pelayanan yang
terbaik.
Si ibu muda
merasa kurang puas jika bukan dokter yang mengurus anaknya. Ia segera bertanya
kepada perawat yang sedang tugas.”dokternya kemana?”
Si perawat
menjawab,”ia sedang ada urusan keluarga bu. Jadi mungkin datang agak telat.”
Si ibu muda
menggerutu.”urusan keluarga kok mengalahkan urusan kerja. Mana sih
profesinalitasnya.”
Tak berapa lama
dokter datang tergopoh-gopoh dan meminta maaf karena keterlambatannya. Tapi si
ibu muda hanya terdiam dan masih menyimpan kekesalan yang amat sangat kepada
pak dokter.
Tanpa menunggu
waktu lama lagi, pak dokter segera memberi penanganan yang terbaik kepada anak
ibu tersebut.
Hingga pengobatan
dan diagnosa selesai, sebelum si ibu muda itu pergi perawat jaga menghampirinya
dan berbisik.”bu, tahukah ibu, apa yang terjadi dengan pak dokter hingga ia
datang terlambat?”
Si ibu muda
menatap si perawat dengan tatapan penuh arti.”ya?”
“Dia baru saja
menghadiri pemakaman istri tercinta dan anak semata wayangnya karena kecelakaan
pagi tadi.”
Si ibu muda itu
tertegun. Betapa ia malu karena telah berburuk sangka. Betapa ia malu karena
telah egois dengan apa yang menjadi urusannya sendiri.
Ada lagi kisah
yang lain.
Suatu ketika di
dalam kereta jurusan surabaya, terdapat seorang bapak dengan dua anak kecil.
Semenjak naik kereta hingga perjalanan yang cukup panjang, dua anak itu bermain
dan berlari-lari di koridor kereta. Bahkan mereka berdua tertawa terbahak-bahak
sehingga membuat gaduh suasana. Banyak penumpang yang merasa terganggu dan
risih. Tapi mereka segan untuk menegurnya. Hingga seorang ibu paruh baya
menghampiri bapak anak itu dengan mimik kesal.
“pa, dua bocah
itu anak bapak kan?”
Si bapak
mendongak.”memangnya ada apa bu.”
“lihat pak. Anak
bapak mengganggu penumpang lain. Mereka berdua membuat kegaduhan. Ccobalah
tegur dan diamkan mereka.”
“saya tidak
bisa.”jawab si bapak itu pendek.
“lho, kenapa
tidak bisa. Mereka kan anak bapak. Harusnya bapak tegas dong”
“silakan kalau
ibu berani menegur mereka. Saya tetap tidak ingin menegur mereka. Saya tidak
tega. Tiga hari yang lalu mama dan papa mereka meninggal karena kecelakaan. Dua
hari mereka tidak berhenti menangis. Dan saya tidak bisa meredam kesedihan
mereka. Baru hari ini saya bisa melihat senyum dan mendengar tawa mereka. Baru
kali ini mereka berhenti meratap memanggil kedua orang tuanya. Silakan kalau
ibu tega untuk menegur mereka.”
Tiba-tiba saja si
ibu paruh baya itu terdiam. Ia mengusap air mata yang tanpa terasa mengalir di
kedua pelupuk matanya. Rasa kesal yang tadi memenuhi rongga dadanya berubah
menjadi rasa sayang. Rasa kasihan dan rasa iba melihat dua anak itu.
Sahabat, dari dua
kisah diatas kita bisa mengambil pelajaran yang begitu besar. Betapa sering
kita berburuk sangka dengan keadaan di sekitar kita, dengan orang-orang di
sekitar kita. Pikiran kita yang sempit kadang tarlalu mudah untuk menghakimi
dan mengumpat tanpa pernah berpikir lagi.
Kadang kala, kita
merasa kitaorang yang paling menderita, padahal ada orang yang lebih mederita
lagi dari kita. Yang lebih parah lagi, ketika kita merasakan suatu derita, kita
cepat menghakimi seseorang yang kita anggap tidak peduli dengan derita yang
kita rasakan. Paadahal bisa jadi yang kita hakimi itu mempunyai rasa pedih dan
derita yang berlipat-lipat besarnya dari derita yang kita rasakan.
Sso, berhentikah
berpikiran negatif. Berhentilah berburuk sangka. Berhentilah menghakimi sebelum
kita merasa jelas dengan apa yang kita hakimi. Karena Allah subhanahu wata’ala
berfirman,
“hai orang-orang
yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian
tindakan prasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang
lain.” (QS. Al-hujurat ayat 12)
Begitu juga dalam
haditsnya, rasulullah saw telah bersabda,”berhati-hatilah kalian dari tindakan
prasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah
kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling
mendengki, saling membelakangi dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba
allah yang bersaudara. (hr. Bukhari dan muslim)
Surakarta, 31
agustus 2016
No comments:
Post a Comment