Jawaban Diskusi “Dari
Tasawuf hingga Jamaah”: Inilah Manhaj Saya.
Beberapa hari
yang lalu saya terlibat diskusi dengan salah seorang ustadz yang mana beliau pernah menjadi mentor saya dulu. Yang saya
sayangkan dari beliau adalah pemikiran beliau yang mengatakan bahwa bermanhaj
yang benar itu harus berjamaah dan punya pemimpin/imam. Selain itu beliau juga
menyebutkan bahwa tarekat yang tersebar dengan berbagai variasinya tidaklah
menyimpang dan bukan termasuk bid’ah.
Oleh karena itu,
dengan adanya tulisan yang terbatas ini, saya ingin menjawabnya dengan sedikit
ilmu yang saya ketahui dari pernyataan-pernyaan diskusi tersebut. Tentunya tampa mengurangi validitas
dan sisi keilmiyahannya. Disamping itu, bukan berarti dengan adanya tulisan
ini, saya adalah mutlak yang paling benar. Tapi saya meyakini apa yang saya sampaikan
tidak jauh dari alquran dan assunnah. Insya allah.
1.
Penanya;
kenapa husni berani bilang bahwa taasawuf/sufi adalah sesat? Padahal tasawuf
termasuk ajaran islam. Bahkan para ulama mengakui sendiri bahwa tasawuf adalah
ajaran islam (penanya melampirkan sumber screenshoot qoul ulama [imam syafi’i dalam diwan as-syafi’i]
Jawaban: tidak ada masalah dengan istila sufi dan tasawuf jika yang
dimaksud adalah orang-orang ahli zuhud. Karena nabi saw dan para sahabat
sendiri menganjurkan hidup zuhud. Yang saya maksud dengan tasawuf/sufi dari
diskusi saya adalah ritual-ritual sufi
dan ajarannya yang menyimpang. Jadi disini saya berbicara aliran sufi
itu sendiri.
Perlu diketahui, banyak paham menyimpang yang datang dari orang-orang sufi
seperti; aqidah wihdatul wujud atau manunggaling kawula gusti. Mengatakan bahwa
allah menyatu dengan apa yang dia ciptakan. Pencetus paham ini adalah ibnu
arabi. Seorang sufi dari irak yang berpaham liberalism. Ada lagi paham
menyimpang sufi yang menyebutkan bahwa kita boleh beribadah dengan tuntunan
ilham mimpi. Bayangkan, sufi berani membuat sebuah ibadah hanya berbekal bekal
mimpi. Layaknya seorang rasul yang mendapat perintah syariat dari allah.
Selain itu banyak juga ritual-ritual menyimpang lainnya diantaranya; tarian
dzikir diiringi musik dengan gerakan memutar yang semakin cepat. Ritual ini
disebut sema. Konon katanya semakin cepat gerak putarannya bisa sampai pada tingkatan
fana (melebur bersama Allah), berddzikir dengan perlahan hingga kecepatan yang
semakin bertambah sembari memutar-mutar kepala. Saya ingin bertanya; adakah
dalil hadits yang menyebutkan bahwa rasulullah pernah melakukan ritual-ritual
yang tidak masuk akal itu??
2.
Bagaimana
dengan pernyataan imam syafi’i dalam kitab ad-diwan?
Bisa jadi yang dimaksud imam syafi’i dalam kitab tersebut adalah
ulama-ulama zuhud yang tidak diragukan lagi kewara’an dan kezuhudannya terhadap
dunia. Lagi pula pada zaman imam syafi’i belum berkembang paham-paham sufi
seperti yang saya sebutkan diatas (sema, wihdatul wujud, ilham mimpi dll) saya
sudah pernah mengatakan; jika YANG DIMAKSUD TASAWUF/SUFI ADALAH
ORANG-ORANG/ULAMA YANG ZUHUD SAYA SANGAT SETUJU. Tapi subtansi yang saya maksud
mengenai sufi bukan itu.
3.
Penanya
berdalil tentang bolehnya kita berdiam di jamaah tarekat dengan dalil quran
surah aljin(72) ayat 16. Dan penanya juga menyertakan screen shoot tafsir
at-thabari.
Jawaban: baiklah, disini saya sertakan tafsir para mufasirin berkenaan
dengan ayat 16 surah al-Jin tersebut :
a.
Mujahid
rahimahullah berkata,”berkenaan dengan ayat tersebut adalah bahwa yang dimaksud
“berjalan lurus di atas jalan itu” adalah jalan agama islam. (dia tidak
menyebutkan bahwa makna toriqoh dalam ayat itu adalalah jalan manhaj tarekat)
b.
Qotadah
rahimahullah berkata,”yakni, seandainya mereka semua beriman (jalan yang lurus
adalah ketetapan dan keistiqomahan dalam iman)
(sumber rujukan: tafsir ibnu
katsier jilid 9)
Dan secara umum para mufasssirin klasik seperti baik itu ibnu
katsier, at-thabari, alqurtubi, as-sa’di mengatakan bahwa jalan (toriqot) yang
dimaksud adalah agama islam. Tentunya agama islam yang benar-benar murni dari
penyimpangan. Baik penyimpangan aqidah, manhaj, pemikiran, ataupun
ritual/ibadah yang tidak ittiba’ kepada apa yang dituntunkan oleh rasulullah
saw. Begitu juga pendapat mufassirin kontemporer semisal Buya hamka, sayyid qutb.
(bersambung)
No comments:
Post a Comment