Tahukah kita bahwa kita sebagai aktifis dakwah telah menjual
jiwa-jiwa kita kepada allah. Kita tidak mempunyai pilihan lain selain harus
menyerahkan “barang” kepada “pembelinya”. Allah swt berfirman:
Sesungguhnya allah telah membeli orang-orang mukmin jiwa dan
harta mereka (yang dibayar) dengan surge untuk mereka ( QS. At-taubah; 111)
Jika allah telah menerima ‘barang’ yang ia ‘beli’ yaitu diri
kita, tentunya dia bebas memperlakukan kita semaunya dan meletakan diri kita di
tempat yang ia suka. Allah sah-sah saja menempatkan kita di istana atau di
penjara. Atau memakaikan baju mewah di badan kita atau pun membuat kita nyaris ‘telanjangt’
kecualii aurat kita atau mungkin menjadikan kita kaya atau miskin. Bias juga
allah menentukan kita bearumur panjang atau bahkan menakdirkan kita mati di
tiang gantungan, ditangkap musuh dibunuh atau dicincang.
Marilah kita tengok bagaimana kisah-kisah heroic dan
meanggetarkan jiwa dari tokoh-tokoh islam yang telah menjual dirinya kepada
allah. Kita lihat bagaimana singa allah
yaitu hamzah bin abdul muthalib dibelah perutnya dan dikeluarkan hatinya. Bagaimana
pula ketika hindun bin utbah dan para wanita musyrik quraisy menjadikan hidung
dan telinga para sahabat yang gugur di medan uhud sebagai gelang tangan dan
kaki mereka. Bahkan tidakkah kita mendengar bagaimana perihnya perjuangan
rasulullah saw dalam perang uhud. Saat itu wajah beliau yang mulia terluka dan
gigi seri dan gigi taring beliau rontok.
Karena itu, renungkanlah kisah para generasi mulia dan kisah
para nabi dan rasul yang berjuang demi meninggikan agamanya. Nabi Ibrahim dilemparkan
ke dalam api. Nabi zakaria di gergaji. Nabi yahya as. Disembelih, nabi ayyub
as. Didera ujian bertahun-tahun hingga lenyap harta dan anak-anaknya. Nabi yunus
‘dipenjara’ dalam perut ikan hiu, nabi yusuf dijual dengan harga murah dan
dibui beberapa tahun. Dalam menghadapi itu semua mereka ridho terhadap
takdir-Nya.
Salah satu generasi salaf pernah berkata,” seandainya
tubuhku digergaji dengan banyak gergaji, hal itu lebih aku sukai daripada aku
harus mengatakan tentang sesuatu yang
telah menjadi ketetapan allah.”
Karena itu, bisakah kita menjadi seperti mereka dengan
mental sekuat baja? Mereka tidak pernah membenturkan manajemen mereka dengan
manajemen allah. Merkea tidak pernah membentukan pilihan mereka dengan pilihan
allah. Mereka tidak akan pernah melakukan intervensi terhadap manajemen allah
dan kebenaran yang ia emban. Tidak akan pernah mereka mengatakan,”ah, kalau
saja hal itu tidak terjadi.”
No comments:
Post a Comment