9 May 2015

VISI YANG JAUH KE DEPAN

HUSNI MUBAROK
Rumus menjadi sukses itu hanya dua. Pertama, kita harus punya visi dan tujuan hidup yang jelas. Dan yang kedua, kita harus rela berkorban untuk menggapai visi dan tujuan hidup kita. Berkorban itu bisa berupa harta, tenaga atau pikiran.
Tapi, sayangnya, kadang ada banyak orang yang tidak jelas visi hidupnya. Dalam artian, ia mempunyai visi yang sangat simple, klise dan pendek. Ia tidak berpikir panjang dengan apa yang ingin ia capai. Contohnya, ada seorang mahasiswa yang ditanya, kenapa anda kuliah? Jawabannya supaya dapet gelar. Seorang santri ditanya, kenapa ia mesantren? Jawabannya, supaya bisa ngaji. Seorang karwayan ditanya, kenapa ia bekerja? Jawabannya, cari uang untuk makan anak dan istri. Satu sisi jawaban mereka benar, tapi di sisi lain jawaban mereka salah.
Seharusnya, pikiran kita harus taktis dan strategis menatap ke depan. Untuk apa cape-cape kuliah hanya sekedar menggondol gelar? Apakah habis mendapat gelar habis perkara? Apakah dengan gelar ia bisa sukses? Untuk apa pergi ke pesantren kalau hanya untuk bisa mngaji, apakah tidak pernah terpikir baginya untuk tidak sekedar bisa mengaji? Tapi juga melakukan perubahan dari apa yang ia dapat dari mengaji tersebut. Untuk apa bekerja keras membanting tulang siang dan malam kalau hanya berorientasi seputar perut saja.
Padahal, Ali bin Abi thalib ra. Pernah menyebutkan bahwa orang yang  berpikir hanya seputar isi perut, maka derajatnya pun tidak jauh berbeda dengan yang keluar dari dalam perut. Memang ini perumpamaan yang sangat-sangat jleb!
cobalah berpikir –atau memang belum pernah terpikir- nilai lain dari bekerja. Kalau orientasinya  untuk mengisi perut anak dan istri dan cari uang tho, maka bisa jadi, seorang bapak atau suami tidak akan mengindahkan perkara haram dan halal dalam mencari bekerja. Tapi beda kalau dia mempunyai orientasi yang jauh ke depan. Pola pikirnya adalah pola pikir yang penuh dengan orientasi akhirat. Walaupun dia bekerja secara duniawi, tapi ia tidak mengorbankan prins[i-prinsip akhirat. Lagi pula, seorang yang bekrja untuk menghidupi keluarganya adalah bagina dari jihad dan mendapatkan pahala yang besar di sisi Allah Azza wa jalla.

Kalau kita analogikan, kita bisa mengambilc ontoh dari seekor tikus. Bagaimana ketika seekor tikus melihat  sepotong keju di atas piring, ia lantas merasa tergiur. Padahal, tidak jauh dari piring keju tersebut ada jebakan yang mematikan. Seharusnya, kita berpikir tentang jebakan itu, bukan berpikir pendek hanya sebatas piring keju. Sayangnya, banyak orang yang bernasib sial seperti seekor tikus yang tergiur dengan aroma keju yang menerbitkan selera. Memang, tidak mudah berpikir dengan jangka panjang, tapi itu –percayalah- untuk kebaikan diri kita sendiri
Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

2 comments:

  1. memang benar, jika dipikirkan, seharusnya dan memang pada hakikatnya hidup adalah untuk ibadah. stju kang :)

    ReplyDelete