HUSNI MUBAROK
Rumus menjadi sukses itu hanya dua. Pertama, kita harus
punya visi dan tujuan hidup yang jelas. Dan yang kedua, kita harus rela
berkorban untuk menggapai visi dan tujuan hidup kita. Berkorban itu bisa berupa
harta, tenaga atau pikiran.
Tapi, sayangnya, kadang ada banyak orang yang tidak jelas
visi hidupnya. Dalam artian, ia mempunyai visi yang sangat simple, klise dan
pendek. Ia tidak berpikir panjang dengan apa yang ingin ia capai. Contohnya,
ada seorang mahasiswa yang ditanya, kenapa anda kuliah? Jawabannya supaya dapet
gelar. Seorang santri ditanya, kenapa ia mesantren? Jawabannya, supaya bisa
ngaji. Seorang karwayan ditanya, kenapa ia bekerja? Jawabannya, cari uang untuk
makan anak dan istri. Satu sisi jawaban mereka benar, tapi di sisi lain jawaban
mereka salah.
Seharusnya, pikiran kita harus taktis dan strategis menatap
ke depan. Untuk apa cape-cape kuliah hanya sekedar menggondol gelar? Apakah
habis mendapat gelar habis perkara? Apakah dengan gelar ia bisa sukses? Untuk
apa pergi ke pesantren kalau hanya untuk bisa mngaji, apakah tidak pernah
terpikir baginya untuk tidak sekedar bisa mengaji? Tapi juga melakukan
perubahan dari apa yang ia dapat dari mengaji tersebut. Untuk apa bekerja keras
membanting tulang siang dan malam kalau hanya berorientasi seputar perut saja.
Padahal, Ali bin Abi thalib ra. Pernah menyebutkan bahwa
orang yang berpikir hanya seputar isi
perut, maka derajatnya pun tidak jauh berbeda dengan yang keluar dari dalam
perut. Memang ini perumpamaan yang sangat-sangat jleb!
cobalah berpikir –atau memang belum pernah terpikir- nilai
lain dari bekerja. Kalau orientasinya untuk mengisi perut anak dan istri dan cari
uang tho, maka bisa jadi, seorang bapak atau suami tidak akan mengindahkan
perkara haram dan halal dalam mencari bekerja. Tapi beda kalau dia mempunyai
orientasi yang jauh ke depan. Pola pikirnya adalah pola pikir yang penuh dengan
orientasi akhirat. Walaupun dia bekerja secara duniawi, tapi ia tidak
mengorbankan prins[i-prinsip akhirat. Lagi pula, seorang yang bekrja untuk
menghidupi keluarganya adalah bagina dari jihad dan mendapatkan pahala yang
besar di sisi Allah Azza wa jalla.
Kalau kita analogikan, kita bisa mengambilc ontoh dari
seekor tikus. Bagaimana ketika seekor tikus melihat sepotong keju di atas piring, ia lantas
merasa tergiur. Padahal, tidak jauh dari piring keju tersebut ada jebakan yang
mematikan. Seharusnya, kita berpikir tentang jebakan itu, bukan berpikir pendek hanya sebatas piring keju. Sayangnya, banyak orang
yang bernasib sial seperti seekor tikus yang tergiur dengan aroma keju yang
menerbitkan selera. Memang, tidak mudah berpikir dengan jangka panjang, tapi
itu –percayalah- untuk kebaikan diri kita sendiri
memang benar, jika dipikirkan, seharusnya dan memang pada hakikatnya hidup adalah untuk ibadah. stju kang :)
ReplyDeletemakasih udah mampir di blogku kang
Delete