17 Jan 2025

Ketika Orang Islam dan Orang Kiri Berdampingan

 Diantara sebab bersatunya dua ideologi yang berbeda adalah karena kesamaan kepentingan dan kesamaan musuh yang dihadapi. Karena menghadapi musuh yang sama itulah mereka kemudian menihilkan perbedaan yang ada diantara mereka. Bagi mereka, perbedaan ideologi jauh lebih remeh dibandingkan dengan kepentingan untuk melawan musuh bersama. Akan tetapi, sejarah selalu membuktikan bahwa ketika musuh bersama itu kalah, maka mereka mulai menyerang satu sama lain karena perbedaan ideologi diantara mereka.


Dahulu, Amerika mesra dengan Mujahidin Afghanistan dalam peperangan melawan Uni Soviet. Dengan setia, Amerika memasok persenjataan bagi para mujahidin di pegunungan Afghan. Ketika Uni Soviet runtuh, Amerika berbalik menyerang kaum Mujahidin karena kecewa dengan rencana Mujahidin yang ingin menerapkan syariat Islam di negeri mereka sendiri. 


Jangan jauh-jauh ke Afghanistan, kita tengok saja perjalanan bangsa kita dari masa kolonialisme yang silam. 


Di masa kolonial dulu, kaum kiri (komunis) pernah dalam kondisi yang boleh dikatakan mesra dengan kaum islam dan kaum nasionalis. Dan karena kemesraan inilah yang menyebabkan sarekat Islam kecolongan sehingga kader mereka terpecah menjadi dua kubu. SI Putih yang diidentikan dengan organisasi yang murni dengan SI Merah yang sudah terkontaminasi pengaruh paham komunis. Tapi persinggungan ini muncul jauh setelah Hindia Belanda melemah dan tumbang. 


Orang berpaham kiri, orang Islam dan nasionalis sekuler pada masa penjajahan/kolonial bahu membahu melawan pemerintah Hindia untuk cita-cita mulia yang mereka pancangkan di hati mereka; hidup merdeka. Bahkan, kala itu ada fenomena--yang mungkin di mata kita akan terlihat aneh--dimana ada orang komunis yang justru religius. Ada orang berhapam kiri yang bergelar haji, pandai agama, bahkan menganggap konsep sosialis ala Marxisme sesuai dengan ajaran2 Islam yang tidak mengenal kelas2 sosial. 

Hal ini juga pernah ditulis oleh Anton Lucas dalam disertasinya 'Peristiwa Tiga Daerah: Revolusi dalam Revolusi.' Dalam disertasi yang menyoroti pergolakan révolusi di Brebes, Tegal dan Pekalongan tersebut, Anton menjabarkan tentang tokoh sentral organisasi buruh yang religius Kawedanan Adiwerna bernama Sugono Reksoputro. Sugono berafiliasi dengan ideologi kiri dan melakukan pencocokan antara sosialisme dengan ideologi Islam. Bahkan ketika mereka melawan perusahaan pabrik gula, mereka menamakan operasinya dengan gerakan fisabilillah. 


Citra monokrom yang menganggap orang komunis berarti athéis justru baru muncul di era orde baru, dimana saat itu propaganda anti komunis amatlah masif disebarkan di kalangan masyarakat demi membasmi semua orang komunis atau yang terafiliasi dengan komunis tanpa terkecuali. Pada masa itu, pemerintah memahami bahwa rakyat Indonesia amatlah dekat dengan ajaran agama dan dengan alasan itulah diperlukan sentimen agama untuk melawan komunis. Maka muncul konsep kampanye bahwa komunis sama dengan athéis. 


Tidaklah bisa dipungkiri bahwa ada orang komunis yang athéis. Sama seperti tidak memungkirinya kita akan fénoména orang penganut démokrasi yang athéis. Tapi orang komunis yang beragama, religius dan tetap menganggap agama itu relevan juga sama banyaknya. Dengan alasan itulah dahulu Tan Malaka punya usul untuk menjadikan pan islamisme sebagai nafas dari sosialisme. Tan Malaka memandang bahwa Islam satu-satunya ajaran yang paling rasional, revolusioner, dan tegak dalam menegaskan persamaan atas hak manusia. Tan Malaka Sendiri selalu diidentikan dengan PKI. Padahal dia bukan PKI. Tan Malaka memang pernah menjadi anggota PKI, tapi memilih keluar karena tidak puas dengan pemberontakan PKI, lalu membuat partai Murba dengan asas sosialis yang berseberangan dengan metode PKI. Dengan melihat sejarah Tan Malaka, kita tidak selayaknya memandang ideologi sosialisme dan komunisme dalam satu warna. Sama seperti melihat corak yang berseberangan antara komunis uni Soviet dengan komunis Tiongkok di masa yang sama. 


Selain itu, kampanye anti komunis juga sering menggunakan narasi kekejaman. Orang komunis sama dengan orang kejam yang tak punya hati nurani. Dan hal ini tidak sepenuhnya salah. Ideologi komunis telah menyebabkan jutaan nyawa melayang. Pertanyaannya komunis yang mana? Apakah komunis Soviet? Komunis Tiongkok atau komunis polpot? Bahkan Polpot yang terkenal kejam itu digulingkan oleh orang komunis yang memiliki pemikiran moderat. 


Kita harus memahami bahwa setiap ideologi bikinan manusia memiliki kesempatan yang sama besar untuk membuat karusakan di muka bumi. Setiap ideologi berpotensi untuk dipahami secara radikal. Bahkan ideologi Islam bisa saja ditafsirkan secara radikal oleh kalangan khawarij. 


Jika bicara soal kekejaman, para pengasong demokrasi juga tidak kalah dalam perkara kekejaman. Konon, Amerika serikat, yang memiliki image sebagai negara Demokrat, memiliki andil besar dalam pembantaian ratusan ribu umat Islam di Timur Tengah karena memaksakan kultur démokrasi di negara2 teluk. 


Jika bicara soal anti agama dan islamophobia, ada pula negara demokrasi yang menerapkan kebijakan anti hijab dan anti segala hal yang berbau syariat dengan dalih memelihara sekulerisme-demokratis.


Karena démokrasi sebagai pemenang, negara-negara komunis di masa modern seperti sekarang ini justru menerapkan konsep yang sungguh aneh. Mereka tetap menjadi negara komunis, tapi menjalankan sistem ekonomi kapitalis yang sebenarnya bukan lahir dari sistem komunis. 


Karena démokrasi menjadi pemenang, maka banyak umat Islam yang mencoba beradaptasi dan mencoba mencari dalil-dalil yang relevan untuk tetap menerima démokrasi sebagai realitas yang tidak bisa dihindari. Barangkali, hal yang sama akan terjadi jika komunis jadi pemenang. Mungkin banyak umat Islam yang mencoba metode pencocokan bahwa 'komunis sesuai dengan islam.'


Sementara, sebagai seorang muslim sejati, sudah selayaknya bagi kita untuk memahami bahwa tidak ada konsep yang lebih purna selain konsép dalam ideologi Islam. Meski tidak bisa dipungkiri pada prakteknya, ada saja orang islam yang salah menafsirkannya. 

Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment