"Muslim tidak pantas mengutip perkataan filsuf kafir semacam Aristoteles," ujar Abdullah kepada Abdillah.
"Jika memang harus begitu adanya, apakah lantas sebagai seorang muslim, saya juga tidak boleh belajar hukum kekekalan energi Newton dan hukum pythagoras?" tanya Abdillah pada Abdullah.
"Itu kan perkara duniawi. Sah-sah saja kita belajar dari orang kafir dalam wilayah yang bukan hukum-hukum syari'at," balas Abdullah kemudian.
"Coba kamu perhatikan kutipan Aristoteles yang kukutip di statusku itu. Apakah itu ada hubungannya dengan hukum syariat? Apakah kutipan itu saya gunakan untuk dalil-dalil syariat?" tanya Abdillah lagi.
Abdullah garuk-garuk kepala, "Ya nggak juga sih. Cuma ya harus hati-hati saja."
"Hati-hati juga harus terukur dan bisa ditempatkan dengan bijak. Kalau mau totalitas dalam kehati-hatian, kamu tidak boleh belajar hukum pythagoras dan Newton di sekolah. Kamu harusnya fokus belajar ilmu syar'i saja jika belum siap dengan segala dinamika ilmu pengetahuan yang telah Allah bentangkan untuk kita pelajari."
"Ilmu filsafat tidak pernah ada di kalangan generasi salaf."
"Dulu para sahabat juga belum pernah belajar hukum Newton dan pythagoras. Apa itu juga bid'ah yang menyelisihi Sunnah?"
"Itu kan bukan perkara syar'i yang qath'i (jelas)."
"Ilmu filsafat juga tidak selamanya beririsan dengan ilmu syar'i," jawab Abdillah tak mau kalah.
Baiklah, dialog Abdillah dan Abdullah di atas hanyalah dialog imajinatif yang mencoba menarasikan kegundahan saya tentang boleh atau tidaknya seorang muslim mengutip perkataan orang-orang kafir dan belajar filsafat yang notabene diambil dari tradisi keilmuan orang kafir yang mengambil sumber dari akal dan nalar.
Sebagai contoh, di dalam sebuah filsafat ada ajaran stoikisme. Stoikisme adalah ajaran yang memberikan kita pandangan hidup bahwa di dunia ini ada yang bisa kita 'kendalikan' dan ada yang tidak bisa kita kendalikan. Sikap, ucapan dan respon kita terhadap sesuatu adalah hal yang bisa kita kendalikan. Sebaliknya, sikap orang lain dan takdir Tuhan adalah hal diluar kendali dan tidak ada unsur 'pilihan (free will) di dalamnya.
Jika kita perhatikan, ajaran stoikisme ini sejalan dengan ajaran Islam tentang penerimaan atas takdir dan pengendalian diri. Stoikisme tidak ada sangkut pautnya dengan permasalahan akidah kita sebagai seorang muslim.
Sebenarnya di sini kita bisa mengklasifikasikan boleh atau tidak bolehnya belajar filsafat atau mengutip pernyataan filsuf kafir dalam dua kategori. Boleh dan tidak boleh.
Boleh jika apa yang kita pelajari dan apa yang kita kutip tidak ada sangkut pautnya dengan hukum-hukum syar'i. Semisal, kita mencoba belajar filsafat kehidupan dari filsuf-filsuf terkenal.
Tidak boleh jika filsafat itu kita gunakan untuk menggugat syariat dan hukum Islam yang sudah mapan. Jelas hanya orang-orang tidak waras yang menggunakan ilmu filsafat sebagai dalil untuk menimbang hukum-hukum Allah yang sudah sempurna. Biasanya, mereka yang gandrung pada kekeliruan ini adalah para ahli ilmu Kalam dari golongan sekte mu'tazilah dan qadariyyah. Maka tidak heran jika banyak yang keliru jika 'ilmu kalam' sama dengan filsafat. Padahal makna filsafat itu luwes dan luas.
Hanya saja, umat islam--ulama islam--yang mengharamkan filsafat tanpa terkecuali (barangkali) hanya memahami filsafat secara terbatas hanya dalam ranah penyimpangan ajaran Islam dalam ajaran sekte qadariyah dan ilmu kalam. Padahal, ilmu filsafat ini sangat berbeda dengan ilmu kalam. Ketika kuliah dulu, saya belajar filsafat pendidikan. Apa yang saya pelajari dari filsafat pendidikan adalah tentang bagaimana kita sebagai manusia memaknai pentingnya pendidikan dan bagaimana proses pendidikan bagi manusia dengan segala dinamikanya. Ada pula filsafat sejarah, filsafat hukum dan lain semacamnya.
Selain itu, fatwa haram belajar filsafat itu lebih karena melihat dari mana dan siapa yang menjadi sandaran ilmu tersebut. Tidak melihat apa definisi dari filsafat tersebut. Jika kita merujuk ke dalam KBBI, filsafat memiliki definisi yang sangat luas dan beragam. Filsafat dapat dikatakan sebagai pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya. Filsafat juga bisa diartikan sebagai teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan. Filsafat juga bisa dimaknai sebagai ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemologi. Dan terkahir, filsafat juga biasa disebut falsafah. Sementara falsafah sendiri artinya pandangan hidup. Semua definisi itu dijelaskan dalam KBBI.
Bahkan ajaran-ajaran Islam yang diajarkan oleh Rasulullah kepada kita lewat hadits-hadits shahih bisa saja dikatakan sebagai 'filsafat muhammad' jika kita menimbangnya dalam timbangan definisi dan bahasa. Hanya saja tidak pantas ajaran suci dari Allah kita sebut sebagai filsafat, sebuah sebutan yang biasa dianggap tradisi dari luar Islam. Karena dikhawatirkan sebagai bentuk tasyabuh (penyerupaan). Hanya saja, tentu saja tidak lantas kita tidak boleh aka haram belajar filsafat. Tidak bisa kita menghukumi ini dan itu haram tanpa menimbangnya dengan timbangan yang bijaksana.
Maka,silakan ambil jika memang hal itu sejalan dan tidak bertentangan dengan aqidah yang kita anut.
Sebagaimana dahulu Islam datang ke dalam peradaban jahili di Mekah, ia datang bukan untuk menghapuskan peradaban dan tradisi Arab secara keseluruhan. Islam datang untuk merombak, meluruskan dan memusnahkan tradisi yang bertentangan dengan ajaran-ajaran tauhid yang dibawa Ibrahim. Islam tidak menghapuskan tradisi memuliakan tamu (akrim dhaoifah) yang mengakar kuat di masyarakat jahiliah Arab. Dalam satu riwayat, konon seorang arab yang kedatangan tamu akan rela menyembelih unta satu-satunya untuk dihidangkan demi menyenangkan tamunya. Itu tradisi baik, maka Islam memeliharanya. Karena tradisi itu tidak bertentangan dengan hukum tauhid.
Begitu juga dalam tradisi keilmuan. Semua ilmu itu baik. Tidak ada dikotomi ilmu dalam ranah ilmu dunia atau ilmu agama. Semua adalah ilmu Allah. Kita membutuhkan ilmu dunia sebagai bekal mengarungi episode kehidupan kita di dunia dan kita membutuhkan ilmu agama sebagai bekal bertemu Tuhan. Untuk alasan itulah, filsafat sah-sah saja dipelajari selama tidak ada pertentangan dengan ilmu agama dan tidak pula keberadaannya 'mencemari' ilmu agama yang sudah mapan dan tidak bisa diganggu gugat.
Pepatah arab mengatakan, "Hikmah itu milik umat Islam, dimana pun kalian menemukannya, maka ambillah."
Jika ada kekeliruan dari opini ini, sila bisa didiskusikan di kolom komentar. Terbuka untuk diskusi yang santun.
No comments:
Post a Comment