Kemarin ada seorang Ning--saya tidak perlu menyebutkan namanya--yang mengharamkan hubungan suami istri di hari-hari tertentu dengan dalih bahwa jika pasutri melakukannya, maka akan menyebabkan begini dan begitu. Dan ternyata jika kita telusuri rujukan dari klaim menyesatkan tersebut adalah berasal dari kitab Fathul Izar.
Dalam bab kedua, penulis kitab tersebut menjelaskan waktu-waktu terlarang dan juga pantangan-pantangan ketika berhubungan suami istri (semuanya tidak memiliki landasan dalil yang valid, baik dari hadits Rasulullah shalallahu alaihi wasallam maupun dari astsar sahabat dan tabi'in.
Mari saya kutipkan terjemahan bab 2 sebagian:
1. Barangsiapa menyetubuhi istrinya pada malam Jum’at, maka anak yang terlahir akan hafal al-Quran.
2. Barangsiapa menyetubuhi istrinya pada malam Sabtu, maka anak yang terlahir akan bodoh.
3. Barangsiapa menyetubuhi istrinya pada malam Ahad, maka anak yang terlahir akan menjadi seorang pencuri atau penganiaya.
4. Barangsiapa yang menyetubuhi istrinya pada malam Senin, maka anak yang terlahir akan menjadi fakir atau miskin atau ridha dengan keputusan (takdir) dan ketetapan (qadha) Allah.
5. Barangsiapa menyetubuhi istrinya pada malam Selasa, maka anak yang terlahir akan menjadi orang yang berbakti kepada orangtua.
6. Barangsiapa menyetubuhi istrinya pada malam Rabu, maka anak yang terlahir akan cerdas, berpengetahuan dan banyak bersyukur.
7. Barangsiapa menyetubuhi istrinya pada malam Kamis, maka anak yang terlahir akan menjadi orang yang berhati ikhlas.
8. Barangsiapa menyetubuhi istrinya pada malam Hari Raya, maka anak yang terlahir akan mempunyai enam jari.
9. Barangsiapa menyetubuhi istrinya sambil bercakap-cakap, maka anak yang terlahir akan bisu.
10. Barangsiapa menyetubuhi istrinya dalam kegelapan, maka anak yang terlahir akan menjadi seorang penyihir.
11. Barangsiapa menyetubuhi istrinya dalam terangnya lampu, maka anak yang terlahir akan berwajah tampan atau cantik.
12. Barangsiapa menyetubuhi istrinya sambil melihat auratnya (vagina), maka anak yang terlahir akan buta mata atau buta hatinya.
13. Barangsiapa menyetubuhi istrinya dibawah pohon yang biasa berbuah, maka anak yang terlahir akan terbunuh karena besi, tenggelam atau keruntuhan pohon.
Saya yakin, diantara teman-teman yang membaca terjemahan sebagian isi kitab "Fathul Izar" di atas akan berkerut kening. Serumit ikutah aturan dalam hubungan yang halal? Jika pun iya, itu ada tuntunannya, kita belum pernah menemukan riwayat hadits yang membicarakan hal ini. Bahkan hadits dhaif sekalipun. Lalu dari mana si penulis kitab mendapatkan riwayat ini? Konon, dalam klaimnya, penulis menyebut 'qola ahlul ilm' berkata ahli ilmu. Siapa ahli ilmu di sini? Tidak disebutkan.
Konon pula, menurut keterangan, sang penulis melakukan tirakat sebelum menulis kitab Fathul Izar. Maka tidak heran jika di dalam kitab tersebut memuat banyak mitos-mitos yang mirip dengan primbon Jawa.
Lalu bagaimana menyikapi kerancuan dan keanehan Fathul Izar? Dalam timbangan ilmu seksologi modern, jelas ajaran itu bisa dibantah dengan sangat jelas dan ilmiah. Dalam timbangan syariat, jelas klaim-klaim penuh mitos itu tidak bisa diterima dengan dua pertimbangan.
Pertama, penulis berani mengharamkan apa yang dihalalkan Allah. Sebagai manusia biasa, siapa pun tidak boleh mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah. Begitu juga sebaliknya, jangan menghalalkan apa yang diharamkan Allah. Karena ini fatal. Ini berkaitan dengan hukum syariat. Penghalalan dan pengharaman adalah hak prerogatif Allah, bukan manusia. Rasulallah shalallahu alaihi wasallam saja kena tegur oleh Allah ketika beliau mengharamkan madu yang diberikan istrinya karena khawatir sebagian istrinya cemburu. Apalagi kita sebagai manusia biasa.
Kedua, Semua perkataan selain dari perkataan dan perbuatan Rasulullah bisa tertolak. Jika perkataan atau amalan itu tidak memiliki landasan dalil, maka tidak ada jalan yang baik selain dengan menolaknya.
Ketika berziarah ke makam Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, Imam Malik Rahimahullah pernah berkata, "Semua orang bisa diterima dan ditolak ucapannya kecuali yang ada di dalam kuburan ini."
Ketiga, larangan atau mitos dalam kitab Fathul Izar harusnya kembali merujuk pada timbangan Firman Allah Ta’ala,
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ
“Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.” (QS. Al Baqarah: 223)
Tentang ayat ini, Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Yang namanya ladang (tempat bercocok tanam) pada wanita adalah di kemaluannya yaitu tempat mani bersemai untuk mendapatkan keturunan. Ini adalah dalil bolehnya menyetubuhi istri di kemaluannya (bukan di dubur), terserah dari arah depan, belakang atau istri dibalikkan.” (Syarh Shahih Muslim, 10: 6)
Di dalam syariat Islam, perempuan hanya dilarang didatangi dalam 4 kondisi; haidh, nifas, istri yang didzihar, puasa ramadhan. Larangan berjima di hari-hari tertentu, termasuk larangan bersenggama di malam nisfu sya'ban, malam idul Fitri dan lain sebagainya adalah mitos tanpa dasar.
Fathul Izar tidak cocok disebut sebagai buku rujukan ilmiah dalam hukum syariat. Fathul Izar sama dengan buku-buku primbon Jawa. Yang membedakannya adalah primbon Jawa ditulis oleh orang kejawen dan berbahasa Jawa, sementara Fathul Izar ditulis oleh seorang 'kyai jawa' bernama arab yang konon mendapatkan hikmah dari firasat setelah melakukan tirakat, kemudian menulisnya dalam bahasa arab, dan kemudian dicetaknya dalam bentuk kitab kuning. Maka orang-orang menganggapnya sebagai kitab ilmiah.
No comments:
Post a Comment