ANTARA DEPRESI DAN IMAN (BAGIAN 1)
Manusia itu makhluk yang memiliki emosi dan nafsu. Sehingga ini adalah sifat alamiahnya. Stress, sedih, takut, depresi adalah satu hal yang wajar menjangkiti manusia terlepas apa pun identitasnya. Bahkan orang beriman sekalipun tidak akan lepas dari semua itu.
Rasulullah sholallahu alaihi wasallam pernah bersedih dengan kesedihan yang dalam ketika ditinggal mati paman dan istri tercinta, Khadijah. Aisyah bahkan mengurung diri berbulan-bulan ketika ditimpa fitnah keji (haditsul ifki). Jauh sebelumnya, Yakub pernah menderita karena kehilangan Yusuf, Ayub menderita karena didera penyakit. Semua mengajarkan kita bagaimana menyikapi sakit dan lelahnya hidup.
Lho, mereka kan manusia-manusia pilihan. Beda dengan kita yang manusia biasa.
Dear bro and sis, mereka memang manusia pilihan. Kehadiran mereka adalah untuk dicontoh. Allah kisahkan kehidupan mereka kepada kita supaya kita bisa mengambil hikmah dari kesabaran mereka.
Nggak lucu dong jika kemudian saya bilang begini, “Lho, kita nggak bisa jadi suami yang baik seperti Rasulullah,” ketika istri saya meminta saya untuk meneladani kisah rumah tangga Rasulullah.
Nggak lucu dong jika kemudian saya bilang, “Saya nggak bisa shalat khusyu seperti Rasulullah,” ketika ustadz saya meminta saya untuk mencontoh bagaimana Rasulullah khusyu ketika shalat.
Begitu juga ketika kita mengalami depresi, sedih atau hal apa pun itu yang berkaitan dengan penyakit mental. Semua ada tuntunannya di dalam agama islam yang syamil (sempurna ini). Alquran dan hadits sudah memberikan kita petunjuk tentang bagaimana mengatasi depresi.
Lho, terus apa dong fungsinya psikiater, psikolog dan ilmu jiwa lainnya. Apakah semuanya tidak penting?
SANGAT PENTING kok. Tentunya jika psikiater muslim yang paham agama, mereka akan menuntun pasiennya untuk selalu dengan dengan Allah dan memperbanyak dzikir. Ilmu psikologi yang terintegrasi dengan agama juga akan mengajak kita untuk selalu dekat dengan Allah ketika ingin mendapatkan ketenangan jiwa.
Iman yang kuat akan membawa hati menjadi tentram. Hati yang tentram akan jauh dari depresi? Ah, ngarang kamu! Nggak, saya nggak ngarang. Yang bilang begitu bukan saya kok. Tapi Allah Subhanahu Wata'ala lewat quran surat ar-Ra’du ayat 28 dan 29.
Orang2 yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, HANYA DENGAN MENGINGAT ALLAH HATI MENJADI TENTRAM. Orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka mendapatkan KEBAHAGIAAN...
Oh, jadi orang depresi itu kurang iman?
NGGAK! Nggak semudah itu mengambil kesimpulan. Kalau kita ambil kesimpulan seperti itu, artinya kita menuduh Rasulullah kurang iman karena pernah sedih ketika ditinggal mati paman dan istrinya. Kalau kesimpulannya begitu, Aisyah kita anggap wanita baperan yang tak punya iman ketika dia menangis berminggu-minggu karena difitnah melakukan zina.
Iman bisa diukur dari sejauh mana kita ingat Allah dan bangkit kembali ketika terpuruk. Misal nih, kamu depresi, itu wajar. Tapi tidak wajar ketika kamu setelah itu melakukan tindakan-tindakan mengerikan semacam bunuh diri atau membunuh orang.
Apakah kita akan berani mengatakan Allah tidak punya empati (Naudzubillah), hanya karena Allah mengkategorikan bunuh diri sebagai dosa besar? Tidak dong. Allah yang Menciptakan hamba-Nya maha Tahu semua kondisi hamba-hamba-Nya. Dosa tetap dosa.
Zina itu dosa. Ketika ada orang yang berzina dengan alasan pasangan sahnya cuek dan tak romantic, jelas kita nggak bisa memakluminya dan menyalahkan pasangannya yang dingin.
Membunuh itu dosa. Ketika ada seorang ibu yang membunuh anaknya dengan alasan depresi dengan beban hidup, kita nggak bisa memaklumi sikapnya karena alasan itu.
Bunuh diri itu dosa. Ketika ada orang bunuh diri karena tekanan hidup, kita nggak bisa memaklumi tindakan bunuh diri.
Depresi, kemudian ingat Allah, istighfar, mengembalikan semuanya kepada Allah. Itulah orang beriman. Orang depresi yang beriman.
No comments:
Post a Comment