23 Jul 2021

Dukun Bersorban


Lelaki itu dijuluki sebagai Ajengan Muda. Ajengan adalah julukan untuk orang yang memiliki ilmu agama di tatar Sunda. Mungkin sinonim dengan julukan Kyai dan ustadz.  Tidak seperti Ajengan pada umumnya, Ajengan muda itu gemar sekali memanjangkan rambutnya sehingga agak kurang nyetel dengan gelarnya sebagai Ajengan. Dia juga gemar sekali mengoleksi batu akik. Hamper-hampir semua jemarinya penuh dengan batu akik sebesar mata kucing. Yang lebih mengherankan lagi, dia memanjangkan kukunya. Padahal, Rasulullah menegaskan ummatnya untuk selalu motong kuku sebagai sebuah kebiasaan fitrah.

Lelaki berjuluk ajengan muda itu tidak hanya mengajarkan agama di mushola. Ia juga mengajarkan jampi-jampi islami kepada murid-muridnya yang konon mampu menyembuhkan orang dari berbagai macam penyakit. Tidak seperti ayat-ayat ruqyah syariyyah, sang ajengan justru mengajarkan tentang rajah, isim dan jimat dalam bahasa arab.

Tak cukup dengan isim dan jampi, Ajengan juga mengajari mereka ilmu kanuragan yang konon menjadi mempelajari kekebalan dari senjata tajam. Siapa pun yang merapal mantranya, dia tak akan mampu tertembus peluru atau tersabet tajamnya parang. Aku tentu saja hanya bisa geleng-geleng kepala mendengarnya. Karena jika kanuragan itu diperbolehkan di dalam islam, Rasulullah dan para sahabat tidak akan pernah terluka di medan perang. Apakah mereka pikir, mereka lebih pintar dan jago dibandingkan Rasulullah dan para sahabat?

Ajengan muda itu juga seringkali dipintai untuk mengobati orang kampung ketika penyakit datang. Salahsatu diantaranya adalah Mak Sati (bukan nama sebenarnya). Mak Sati mengeluh karena pergelangan kakinya yang semakin mengecil dan seringkali dirajam sama sakit dan kebas. Orang bilang ia kena reumatik. Yang lain bilang ia kena asam urat. Mak Sati pun beranggapan demikian sehingga dia datang ke dokter untuk berobat. Persis, dokter bilang Mak Sati kena asam urat dan reumatik. Dia diberi obat, tapi saying sekali, penyakitnya tak sembuh-sembuh.

Tapi Mak Sati tidak puas hanya dari omongan orang dan resep dokter. Dia mencari ‘ikhtiar’ lain dengan mendatangi Ajengan muda berpenampilan nyentrik itu.

“Tolong landongan* abdi,” pinta Mak Sati dengan penuh harap.

Ajengan itu pun beraksi. Dia bergumam-gumam tak jelas, kemudian meniupkan mantra yang dia baca ke atas permukaan gelas yang berisi air. (Untuk bacaan ruqyah berupa ayat da doa, memang telah diajarkan oleh Rasulullah dan juga diperkenankan menggunakan air sebagai media pengobatan.) Tapi mari kita lihat apa yang dilakukan oleh Ajengan muda itu selanjutnya?

Setelah merapal doa lewat media air, Ajengan mud aitu ‘beraksi’ dengan meminum air itu dan menyemurkannya ke setiap penjuru rumah Mak Sati. Drama berlanjut dengan adanya setan pengganggu yang menurut klaimnya telah datang. Sang Ajengan bergulat hebat dengan setan tak kasat mata. Hingga sang ajengan mengejar Setan itu keluar rumah panggung Mak Sati, menuju gerombolan pohon pisang sembari berteriak-teriak, “Tah, Setanna naek kana cau!!”

Para tetangga melihat tingkah sang ustadz sembari berbisik penuh kagum, “Kang Ajengan sedang menaklukan jin kiriman.”

Setelah setan ‘kabur’ dari rumah Mak Sati, Ajengan itu Kembali menemui Mak Sati dan bilang, “Jin itu datang sebagai kiriman dari orang yang dengki sama Emak.”

Kemudian Ajengan berlalu dengan menerima imbalan beberapa lembar uang berwarna merah. Ada senyum rekah di bibir Ajengan muda tersebut ketika dia menyesakan lembar uang itu ke saku jubah hijaunya.

“Sebagai penjagaan, saya berikan Mak isim,” ujarnya sembari mengeluarkan kalung dari saku jubah yang sama. “Kalungkan isim ini, atau simpan di depan pintu, niscaya setan tak akan datang.”

Mak Sati percaya saja. Dia tak tanggung-tanggung meminta satu isim lagi. Karena dia pikir satu isim tidak cukup. Rencananya, satu isim dia kalungkan di badan, satunya lagi dia gantung di depan pintu.

“Oh, mau satu lagi? Ini harganya 120 ribu,” ujar Ajengan sembari mengeluarkan isim yang lain dari tasnya. “Insya Allah mujarab.”

Sejak kepergian Ajengan, Mak Sati semakin gelisah karena hatinya diliputi tanya. Ajengan bilang, ada seseorang yang ngaheureuyan* dirinya dengan cara mengirim jin untuk mengganggu dan membawa penyakit. Itu artinya ada seseorang yang mendengki dirinya. Maka timbullah satu dua prasangka kepada orang-orang yang pernah tidak menyukainya.

Begitulah laku sang Ajengan muda. Di mata orang-orang awam, dia adalah ejengan ahli agama yang memiliki kelebihan dalam banyak hal. Tapi di mataku, dia tak lebih dari seorang dukun lepus yang mendapatkan pundi-pundi kekayaan dari jimat-jimat dan isim yang dia jual. Dia telah menyesatkan umat ke lembah kesyirikan lewat ilmu-ilmu perdukunan yang dibalut dalam sorban dan jubah Ajengan.

Kisah Ajengan muda itu adalah kisah nyata yang ada di kampung saya. Bahkan, besar kemungkinan ada ajengan-ajengan lainnya selain Ajengan muda yang saya ceritakan begitu gemar menyesatkan umat dari cahaya kebenaran.

Apa pun bentuk kemasannya, perdukunan tetaplah perdukunan. Sihir tetaplah sihir. waspadalah

 

Landongan: obati

Isim: jimat berbahasa arab tanpa makna

Ngaheureuyan: menjahili

Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment