SENJA KALA DUNIA PENERBITAN
Hari itu saya mencoba peruntungan untuk mengajukan naskah saya di sebuah penerbit yang boleh dibilang penerbit bonafide yang sudah puluhan tahun lamanya malang melintang di dunia literasi dan penerbitan. Selang beberapa jam setelah mengajukan naskah via surel, saya mendapatkan surel balasan dari editor. Betapa bahagia hati saya dibuatnya karena ada respon yang sangat cepat dari redaksi.
Akan tetapi kegembiraan saya menguap. Bukan karena pemberitahuan bahwa naskah saya ditolak atau semisalnya. Mengingat untuk penilaian sebuah naskah yang masuk ke meja redaksi biasanya membutuhkan waktu kurang lebih 2-3 bulan lamanya, tergantung dari antrian naskah yang masuk.
Yang menjadi soal utama adalah bahwa editor tersebut memberitahukan kepada saya bahwa penerbitannya mulai focus pada penerbitan buku digital (baca: e-book) sejak awal tahun 2021.
“Kami sudah menghentikan penerbitan buku baru versi cetak sejak akhir tahun 2020,” aku sang editor kepada saya. Kemudian beliau menawarkan kepada saya untuk melanjutkan menerbitkan buku di platformnya dengan versi digital atau menarik naskah tersebut dari penerbit yang dia gawangi.
Saya merasa gamang. Akankah saya menerbitkan buku versi digital di penerbit tersebut atau saya sendiri yang menerbitkan buku itu sekaligus saya sendiri yang memasarkannya dengan modal dari kocek saya sendiri (baca: self publishing).
Yang jelas, pada akhirnya saya memutuskan untuk menarik naskah tersebut dan mencoba peruntungan di platform digital semacam KBM App atau joylada.
Jika teman-teman ke toko buku, cobalah teman-teman lihat bagaimana spot toko buku kini tidak hanya menjual buku, tapi juga keperluan dan peralatan sekolah, alat ditigal hingga alat olahraga sekalipun. Hampir 30% spot pojok toko buku kini diisi oleh item non-buku. Padahal tahun 80-an, yang namanya toko buku pure menjual buku. Kini toko buku pun sudah memahami bahwa orang-orang mulai jarang yang tertarik dengan benda bernama buku.
Cobalah lihat betapa orang-orang begitu asyik membeli buku-buku bajakan yang murahnya kebablasan sehingga dengan alasan inilah para penulis dan para penerbit menjadi jengah dan kurang bersemangat. Apalagi tak ada tindakan tegas dari aparata atau instansi terkait hak cipta.
Cobalah kita lihat betapa jika dahulu buku hanya ada dalam versi cetak, maka kini buku-buku tersebut juga dipajang di rak virtual dalam bentuk digital. Begitu juga dengan platform-platform kepenulisan semacam wattpad, KBM App dan semacamnya. Bahkan jumlahnya ada lusinan. Bahkan orang sekarang bisa baca buku gratis secara legal di aplikasi ipusnas.
Inilah senja kala dunia penerbitan. Ambang kerapuhan itu telah mulai tampak terlihat sempurna.
Jika sebelumnya kita sudah melihat bagaimana media massa, baik berupa Koran dan majalah, bertumbangan satu persatu, kini dunia penerbitan mulai mengalami hal yang sama. Mereka tidak mau rugi dan mengambil resiko buku terbitan numpuk di gudang karena tidak laku di pasaran.
Memang bisa saja segelintir orang menghasilkan kesuksesan luar biasa dari buku. Tapi orang itu sudah diperhitungkan di dunia hingar bingar digital. Tentunya kita tidak asing ketika ada satu tokoh publik menerbitkan buku dan penjualannya meledak. Begitu juga kita juga tidak aneh melihat buku yang diterbitkan dari platform kepenulisan yang pembacanya sudah berjuta-juta. Jadi, untuk sukses menerbitkan buku cetak, sekarang kamu harus punya modal bernama ‘nama’. Kamu harus terkenal, baru bukumu bisa meledak. Kamu tidak hanya harus bermodal kepiawaian dalam tulisan, tapi juga harus pandai-pandai menaikan nama di platform media social atau media kepenulisan digital.
Sementara, para insan literasi yang tak punya nama (atau paling tidak belum dikenal khalayak), mereka berpuas diri dengan menerbitkan bukunya secara self publishing hanya untuk menetralkan rasa haus di dunia literasi. Kemudian mereka sendiri yang menjualnya. Mungkin ada yang hanya mampu menjual satu dua eksemplar, lusinan, puluhan hingga ratusan.
Terlepas dari semua itu, kita tak boleh mengeluh. Saatnya berinovasi dan berkreasi.
5 Feb 2021
SENJA KALA DUNIA PENERBITAN
February 05, 2021
By:
Husni
Husni
Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.
you may also like
- Next 5 KRITERIA BUKU BAGUS VERSI HUSNI-MAGZ
- Previous SKB 3 MENTERI MENJADI GAMBARAN INDONESIA MENUJU NEGERI SEKULER
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
New Post
recentposts
My Tweet

Blog Archive
About this blog
HusniMagazine
Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis..
husnimubarok5593@gmail.com
No comments:
Post a Comment