Suatu kali, bibi dari khalifah Umar bin Abdul Aziz datang menemui Fatimah, istri sang khalifah. Kemudian dia berkata, “Saya ingin berbicara dengan Amirul Mukminin.”
Fatimah, istri Umar, menyahut, “Silakan duduk terlebih dahulu hingga dia selesai dengan urusannya.”
Sang bibipun duduk, tiba-tiba seorang pelayan lelaki datang mengambil lentera. Melihat ini, Fatimah berkata kepada sang bibi, “Jika engkau ingin menemuinya, sekaranglah waktunya. Sebab jika dia sedang mengurusi masalah umum, dia akan menyuruh pelayan mengambil lampu negara. Namun jika dia sedang mengurusi masalah pribadinya, dia akan minta diambilkan lentera pribadi.”
Sang bibi pun berdiri, lalu masuk menemui Umar. Di tempatnya, ternyata Umar sedang makan malam dengan beberapa potong roti, garam dan minyak. Kemudian sang bibi berkata, “Wahai Amirul Mukminin, sebenarnya saya datang ke sini karena ingin meminta suatu kebutuhan.
Namun saat melihatmu, saya merasa harus memenuhi kebutuhanmu dahulu sebelum kebutuhanku.”
Umar bertanya, “Kebutuhan apa itu, wahai Bibi?”
Sang bibi menjawab, “Bagaimana jika saya mengambilkan makanan untukmu yang lebih lezat dari yang kamu makan itu?”
Umar menjawab, “Wahai Bibi, seandainya saya punya makanan yang lebih lezat dari ini, tentu aku sudah memakannya.”
Bibinya berkata, “Wahai Amirul Mukminin, dulu saat pamanmu, Abdul Malik, menjabat sebagai khalifah, dia memberiku ini dan itu. Kemudian pada saat jabatan khalifah dipegang saudaramu, al-Walid, dia menambahkan lagi dari apa yang sebelumnya telah diberikan kepadaku. Namun saat engkau menjabat sebagai khalifah, engkau menghentikan tunjangan itu kepadaku.”
Umar berkata, “Wahai Bibi, dahulu pamanku, Abdul Malik, dan kedua saudaraku, al-Walid dan Sulaiman memberikan tunjangan kepadamu dengan mengambil dari harta kaum muslimin. Sedangkan harta itu bukanlah milikku sehingga tidak berani memberikannya kepadamu. Akan tetapi, jika engkau mau, saya akan memberikan tunjangan kepadamu dengan mengambil dari hartaku sendiri.”
Sang bibi bertanya, “Seberapa banyak itu, wahai Amirul Mukminin?”
Umar menjawab, “Dua ratus dinar, apakah Bibi mau menerimanya?”
Bibinya berkata, “Hanya segitu, bagaimana bisa mencukupi kebutuhanku?”
Umar menjawab, “Wahai Bibi, hanya itu yang aku punya.”
Mendengar jawaban Umar, bibinya pun keluar dari tempat Umar.
(Sirah Umar bin Abdul Aziz karya Ibnu Abdul Hakam hal:63-64)
Disadur dari majalah ar-Risalah edisi April 2014
No comments:
Post a Comment