9 Dec 2020

AKU MALU IBUKU SEORANG PENULIS ‘CERITA DEWASA’

Mama bilang, dia seorang penulis. Aku tidak tahu apa yang ditulis mama karena aku tidak pernah mau tahu. Hanya saja, entah kenapa teman-teman dan guru-guruku di sekolah tahu kalau mama seorang penulis. Aku baru tahu hal itu karena mama pernah memberitahu guru dan teman-teman sesama wali murid.

 

Tapi, yang tak pernah aku duga, ada diantara mereka yang nyinyir, “Eh, Rin, ternyata mamamu itu penulis cerita porno ya,”

 

“Iya nih, novelnya nggak jauh dari urusan ranjang,” timpal Olga, teman sekelasku.

 

Aku jadi malu. Sangat malu karena ternyata mama terkenal sebagai penulis cerita esek-esek yang bisa membangkitkan birahi orang yang membacanya.

 

Hingga suatu hari, guru bahasa Indonesiaku, Bu Santi bertanya kepadaku, “Rina, mama kamu seorang penulis kan?”

 

“I-iya bu,” untuk kesekian kalinya aku didera rasa malu ketika harus berterus terang dengan pekerjaan mama.

 

“Judul novel-novelnya apa, Rin? Ibu jadi pengen baca,” ujar Bu Santi dengan nada antusias.

 

Tiba-tiba keringat dingin mengucur di dahiku. Gawat!

 

Dulu, aku tidak pernah tahu tentang judul-judul novel yang dibaca mama. Karena mama bilang aku tidak layak membaca novel-novelnya kecuali jika aku cukup umur. Tapi semenjak mendengar celoteh teman-teman, saya pun mengacak-acak perpustakaan mama dan mataku nanar demi melihat judul-judul novel yang telah mama tulis.

 

‘Kontrasepsi di kamar adik iparku.’

‘Tukar Pasangan’

‘Ciuman penuh gairah’

‘Kamar percintaan’

‘Ranjang yang bergetar’

‘Selingkuh dengan Iparku’

‘Selinguh dengan bla..bla..’

‘Darah malam pertama’

Bla..

Bla…

 

Ya Ampun, tidak bisakah mama  menulis hal yang lebih berguna selain urusan ranjang?

 

Ya ampun, bagaimana mungkin aku malu gara-gara pekerjaan mamaku sebagai seorang penulis?

 

Dear, sebelum kau mulai mengetik ceritamu, cobalah renungkan tiga point berikut

 

Pertama, apakah cerita yang akan kita tulis itu bermanfaat atau tidak? Jika tidak bermanfaat, lebih baik tidak ditulis sama sekali. Bermanfaat kok, setidaknya menghibur. Ya, menghibur pun sudah dalam klasifikiasi bermanfaat. Tapi perhatikan apakah ‘hiburan’ disitu sesuai dengan norma atau tidak? Jika tidak sesuai dengan norma, lebih baik tidak ditulis.

 

Kedua, bayangkanlah kita mati dan tulisan kita masih dibaca orang-orang. Kemudian tanya, apakah manfaat dan nilai positif yang akan mengalir ke dalam kubur kita? Atau bahkan siksa karena tulisan yang justru membawa dampak negative.

 

Ketiga, bayangkanlah tentang anak cucu kita. Apakah karya yang kita torehkan tersebut mampu membuat mereka bangga atau bahkan justru membuat mereka malu karenanya?

Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment