Jika dulu kita hanya mengenal yang mananya kecanduan obat-obatan terlarang, sekarang kita harus mengakui bahwa banyak diantara kita yang mulai kecanduan gadget.
Asep contohnya. Siang itu dia tengah berjalan di jalan setapak menuju rumahnya. Jalannya pun sangat pelan bak siput. Itu karena di tangan asep bertengger gadget. Bayangin! Sambil jalan aja Asep sempet-sempetnya bermesraan dengan gadget. Gue ngebayangin aja gimana jadinya kalo di depan Asep ada ranjau. Sudah pasti jadi serpihan kecil tuh anak dibuatnya.
Tiba-tiba saja ada pemikiran iseng yang menyelinap masuk di otak gue. Wah, ini momentum yang pas buat ngerjain si Asep.
“Awas ada tahi kucing!” seru gue sembari menunjuk ke depan.
“Eh copot!!” seru Asep sembari refleks menghindari sesuatu yang saya tunjuk di hadapannya. Padahal nggak ada apa-apa selain daun kering.
“Gile lu dro, ngagetin aja!” protes Asep.
“Lagian sih, lo asyik banget sama hape siomay lo. Kalo jalan ya jalan, jangan sambil pegang hape, ntar lo tergelincir cemane?” tanya saya.
Itu adalah cerita tentang Asep. Masih banyak cerita-cerita lain yang mungkin sama persis dengan apa yang dialami Asep. Saya pernah disuguhi sebuah video kompilasi orang-orang yang memainkan gadget sembari berjalan di trotoar. Entah siapa yang bikin tuh video. Di sana ada seorang pejalan kaki yang terperosok ke lubang galian perbaikan jalan, ada pejalan kaki yang kepentok tiang listrik, ada juga yang keseleo. Semua karena fokus sama gadget, padahal lagi jalan, bukan lagi rebahan santuy di atas ranjang.
Oke, sekarang mari kita lihat apa yang kita lakukan ketika kita mau tidur dan bangun dari ranjang peraduan kita?
Sebelum tidur kita pegang ponsel dan mengecek semua media sosial kita, rasanya khawatir banget kalo kita tidur sementara ada komentar yang belum kita balas atau pesan masuk yang belum kita jawab. Rasanya nggak pernah absen untuk urusan ngecek ponsel. Beda untuk urusan doa sebelum tidur. Kalo inget ya doa, kalo kagak, masa bodoh.
Bangun tidur? Sama aja. Bangun tidur langsung buka aplikasi berwarna biru dan hijau atau apalah itu namanya. Sepertinya mengecek ponsel sehabis tidur itu kewajiban rutin yang tidak boleh terlewat.
Punya waktu luang dipakai untuk apa? Apalagi kalau bukan main ponsel. Tapi gue sih husnudzon aja. Karena banyak diantara kita yang maen ponsel karena tuntutan pekerjaan, berbisnis, bahkan baca ebook berkualitas. Iya nggak?
Yang jelas sih, apa pun itu, berlebih-lebihan dalam hal apa pun nggak baik. Termasuk dalam urusan main gadget.
YANG JAUH JADI DEKAT, YANG DEKAT JADI JAUH
Ketika ada acara reunian teman-teman SD, ada satu permainan yang sangat menantang yang dilontarkan oleh Ardi, salahsatu teman saya. Ide permainan itu muncul demi melihat masing-masing dari kami sibuk dengan gadget kami.
“Oke, gue punya permainan nih,” ujar Ardi dengan antusias.
“Permainan apa tuh?”
“Permainan tumpuk gadget. Sekarang tumpuk hape kalian di tengah-tengah meja, abis itu jangan kalian ambil. Yang pertama ngambil, dia yang kalah dan berhak untuk dicubit ginjalnya,” terang Ardi dengan senyum najong.
Kami saling pandang. Tapi mau tak mau kami menumpuk gadget. Satu menit, dua menit, sepuluh menit. Tangan kami gatal karena mendengar notifikasi yang riuh rendah dari ponsel-ponsel canggih kami. Tapi pada akhirnya kami membiarkan ponsel kami tertumpuk satu sama lain, sementara kita mulai bercakap-cakap dengan teman-teman yang sedari awal kami cuekin. Ngobrolin tentang pengalaman masa lalu, kehidupan masa kini hingga nostalgia kebersamaan yang telah kami lewati bersama.
Begitulah, tanpa kita sadari gadget telah menyebabkan kita jauh dari orang-orang terdekat kita. Ini fenomena yang unik memang, dimana orang terdekat menjadi jauh, dan yang jauh menjadi dekat. Bisa saja satu keluarga duduk semeja, tapi masing-masing diantara mereka sibuk dengan gadgetnya masing-masing.
Gadget tidak hanya menjauhkan kita dari orang terdekat. Tapi dari hal lain yang perpengaruh besar pada nilai spiritualitas kita.
Gadget menjauhkan kita dari masjid sehingga banyak diantara kita yang shalat berjamaahnya masbuk karena terlampau asyik dengan gadget. Atau bahkan tidak shalat berjamaah sama sekali.
Gadget menjauhkan kita dari alquran karena aplikasi biru lebih mengasyikan dibandingkan melantunkan ayat-ayat Tuhan. Sok-sok-an download aplikasi alquran, padahal dibaca pun tidak. Facebook mungkin saja dibuka lima menit yang lalu. Whastapp diakses semenit yang lalu. Tapi alquran? Barangkali Ramadhan yang lalu.
No comments:
Post a Comment