3 Aug 2020

Suamiku Alim, Tapi Kenapa Bisa Mengkhianatiku?

[Berdasar Kisah Nyata]
Satu malam yang begitu damai, lelaki itu datang ke rumah ayah dengan wajahnya yang teduh dan sorot matanya yang dipayungi alis lebat yang hampir bertautan itu begitu meyakinkan. Senyuman tulus tak pernah hilang dari kedua bibirnya yang tipis. Diam-diam aku melihatnya dari balik tirai.
Belum genap sepekan aku mengenal lelaki itu setelah Ustadzah Hanum bertanya kepadaku tentang pernikahan. Ustadzah Hanum adalah murabbiyahku sekaligus bosku di rumah hijab tempat aku bekerja dengan belasan akhwat binaannya. Selain berbisnis, dia juga sangat piawai membina ruhaniah kami sebagai bawahannya. 

“Nis, kamu udah siap nikah kan?” tanya ustadzah Hanum saat itu.

Aku yang hari itu membantunya melipat gamis dan memasukannya ke dalam plastik kemasan langsung mendongakan kepala. “Lho, kok ustadzah nanya gitu sih.”

“Ya, siapa tahu kamu udah siap nikah. Soalnya ada seorang ikhwan yang udah siap membina kehidupan rumah tangga. Ikhwan itu nanya ke abinya Salsabila. Nah, makanya abi suruh saya buat nayain langsung.”
 
“Lho, kenapa saya, ustadzah?” jawabku dengan cengegesan. “Toh masih ada Sita, Fatonah, Merlin, Syifa dan Fatiha yang juga sama-sama jomblo.” Timpalku kemudian sembari menyebutkan satu persatu teman-temanku sesama jomblo. Hanya ada tiga akhwat yang sudah menikah di rumah hijab dan halaqoh kajian kami.

“Saya sudah tanya mereka, tinggal Syifa sama Merlin. Tapi kalo kamu nggak siap buat ta’aruf nggak papa,” timpal ustadzah Hanum. “Siapa tahu Syifa siap.”

“Beri saya waktu satu hari, ustadzah. Saya mau istikhoroh dulu,” balasku kemudian.
Ustadzah mengangguk dengan diiringi senyuman. Memahami bahwa memang pilihan untuk taaruf bukan perkara sepele yang bisa langsung dijawab iya atau tidak saat itu juga. Perlu perenungan, dan perlu mengadu kepada Sang Pemilik kehidupan sebelum benar-benar melangkah lebih jauh.
Aku berpikir bahwa ikhwan yang kenal dengan abi (panggilan suaminya ustadzah Hanum) sudah pasti seorang lelaki shalih dan alim. Tentunya, sebagaimana ustadz bilang, orang-orang akan merasa nyaman bergaul dengan mereka yang memiliki karatker dan kesamaan visi. Seperti burung merpati yang bergerombol dengan burung merpati. Tidak mungkin burung merpati bergabung di kawanan burung gagak. Begitu juga manusia. 

Lagi pula, apa yang aku nantikan? Apa yang harus aku tunggu? Umur sudah cukup untuk memulai lembar baru dalam bingkai pernikahan. Bahkan mama sendiri sudah berkali-kali menanyakan, apakah ada lelaki yang sudah ada di hati saya? Dan sekarang inilah jawaban dari semua itu semua.
Bismillah.

Besoknya, saya sampaikan kesiapan saya kepada Ustadzah Hanum. 

“Alhamdulillah, kalau begitu mulai besok kita mulai proses taarufnya, ya.” Ujar Ustadzah Hanum sumringah.

Tak perlu menunggu waktu lama untuk proses ta’aruf. Hari selanjutnya aku dan lelaki itu saling bertukar biodata dan hari terakhir adalah proses nadzor di rumah ustadzah Hanum. Alhamdulilah, kami berdua sama-sama sudah siap dan mantap untuk melangkah ke tahap selanjutnya. Khitbah.
Lelaki itu datang dua hari kemudian untuk mendatangi ayah. 

Aku berani menjawab 'ya' ketika ayah bertanya kepadaku tentang kesediaanku untuk menikah dengannya. Baru setelah itu ayah menerima lamaran lelaki itu setelah dia yakin bahwa aku menyetujui lamarannya. 

Hampir setahun lamanya kami berdua menyecap madu. Hingga pada akhirnya prahara itu tiba begitu saja. Tanpa permisi dan tanpa tanda. Tak ada hujan tak ada angin, lelaki yang sudah hampir setahun membersamaiku tiba-tiba saja berubah sikap. Dia dingin, gampang marah dan selalu mencercaku.
Aku tidak tahu salahku apa?

Aku tidak tahu kenapa dia berubah?

Dan belakangan aku tahu alasannya. Ternyata lelakiku memiliki hubungan special di media sosial dengan ‘akhwat’ lain. Mereka biasa chat satu sama lain. Aku mual. Aku benci. Aku jijik. Bagaimana mungkin? Bukankah suamiku alim? Bukankah dia memiliki ilmu agama dan tampilannya pun sungguh islami dengan jenggot dan jambang plus celana cingkrang. 

Saat itu juga aku memutuskan untuk berpisah. Dan lelakiku setuju. Padahal, waktu itu kami sudah memiliki seorang malaikat kecil yang seharusnya menjadi perekat cinta antara kami berdua.
Banyak orang bertanya-tanya, kenapa? Tapi aku tidak akan pernah membuka aibnya. Masa lalu tidak untuk diumbar, tapi dipendam dalam memori kenangan sebagai pembelajaran. 

Banyak orang bertanya-tanya, kok pasangan shaleh dan alim bisa bercerai? Rupanya, dalam benak mereka perceraian dan keretakan rumah tangga adalah aib dan keburukan. Padahal, banyak para wanita yang bercerai karena memang itulah jalan terbaik untuknya. Aku tidak bisa mempertahankan rumah tanggaku karena lelakiku tak punya niat untuk memperbaikinya. 

Kemudian ada sebagian orang yang melontarkan kata, "Lebih baik menikah dengan seorang lelaki yang agamanya pas-pasan tapi tetap setia dan bertanggung jawab. Pernyataan ini sepintar memang terlihat masuk di akal, tapi justru sangat cacat logika. Kenapa bisa begitu? Bagaimana mungkin kita akan merasa nyaman bersatu di dunia, sementara pada akhirnya di akhirat akan terpisah karena amal masing-masing yang bagai langit dan bumi. si istri di surga si suami di neraka karena agamanya yang pas-pasan. Relakah? Lagi pula, hanya wanita yang pas-pasan agamanya yang merasa enjoy melihat suaminya yang agamanya amburadul. Pun, wanita shalehah mana yang tidak resah bersanding dengan suami yang amburadul hubungannya dengan Allah.

Jadi, tentu saja lelaki yang terbaik adalah yang alim dan bertanggungjawab terhadap keluarganya. hal inilah yang selalu saya pinta, dan selalu berlindung dari sifat tercela.

Perlu kita sadari bahwa lelaki yang baik itu sudah pasti alim. Karena kealiman seseorang bisa dinilai dari amalnya, wabil khusus interaksinya dengan keluarga atau istri. Bahkan Rasulullah saw bersabda, "Sebaik-baik ummatku adalah yang paling baik terhadap keluarganya/istrinya." 

Jika ada orang yang nampak alim, tapi nyatanya tidak bertanggungjawab dan menelantarkan istrinya, maka sejatinya dia belum alim. Dia mungkin terlihat alim dari hafalan qurannya, dari tampilannya yang islami, tapi sejatinya dia tidaklah alim.

Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment