Sore itu saya pulang
dari kantor dengan jalan kaki lewat gang sempit yang sudah ribuan kali saya
lewati. Tapi ada satu hal yang menarik perhatian saya dibanding sore-sore sebelumnya.
Tampak seorang bocah lelaki berlari-lari mengejar kakaknya, dan tiba-tiba bocah
itu jatuh di atas tanah yang keras sehingga dia menangis kesakitan. Rupanya kakinya
tersandung batu.
Si kakak segera balik
badan dan meraih tubuh si bocah sembari berkata, “Duh, batunya jahat ya. Udah jangan
nangis. Tuh, lihat batunya sudah kakak pukulin. Dasar batu nakal!”
Aku hanya tersenyum
simpul. Dan dari peristiwa itulah tulisan ini lahir.
Kita (para ibu, babby
sitter, atau kakak) mungkin ingin menghibur dan mendiamkan si anak itu, tapi
dengan cara yang salah. Kita ingin membuat mereka diam dan berhenti menangis,
tapi dengan cara menyalahkan ‘pihak lain’ sehingga si bocah merasa dibela dan
disayang. Entah itu batu yang membuat kakinya tersandung, atau kursi yang
membuat mereka jatuh atau apa pun itu.
Maka, jangan menyesal
jika si anak itu tumbuh besar dengan pribadi yang gampang menyalahkan pihak
lain/orang lain. Mereka tidak mau tahu diri, tidak mau tanggung jawab dan
selalu mencari kambing hitam di setiap kesalahan dan ketidakberesan yang mereka
temui dalam hidup mereka.
Cobalah menghibur
mereka dengan kalimat alternative lain. Misal, dari kasus ‘si batu yang tak
tahu diri itu, kita bisa ubah dengan kalimat menghibur, “Nggak kenapa-napa. Adik
kakak kuat, adik kakak gagah. Kita beli eskrim yuuk. Udah, jangan nangis, nanti
kakak beliin es krim.”
Dan si anak itu pun
terdiam karena dijanjikan es krim. Bukan terdiam puas karena melihat si kakak
memarahi batu sialan yang membuat dia terjatuh.
No comments:
Post a Comment