Sebelumnya, mungkin diantara kamu ada yang belum tahu
tentang nikah Mut’ah. Nikah mut’ah adalah pernikahan sementara atau dalam
istilah kita dikenal dengan ‘kawin kontrak’ dengan imbalan yang disepakati dari
si pria. Nikah mut’ah jelas haram di dalam islam karena tak jauh beda dengan
pelacuran dan menodai kesusian wanita. Tapi dalam ajaran agama syiah, nikah mut’ah
halal, bahkan menurut mereka berpahala.
Mengingat rasa penasaran saya yang begitu besar terkait
pendapat orang syiah terhadap nikah Mut’ah, iseng saya bertanya kepada teman
saya asal Iran, Vahid. Mengulik pendapatnya tentang nikah Mut’ah. Berikut saya
sertakan dialog kami.
H: Apakah kamu pernah nikah mut’ah?
V: belum pernah
H: kenapa?
V: mahal dan tidak aman
H: tidak aman bagaimana? Omong2, berapa harga nikah mut’ah? Bagaimana
pendapatmu tentang mut’ah
V: mut’ah halal di Iran, tapi mahal dan tidak ‘elok.’
H: dalam opini saya, mut’ah itu nggak jauh beda dengan
prostitusi
V: No, mut’ah itu halal dan bagus
H: apa bedanya mut’ah sama prostitusi. Konotasinya sama
V: mut’ah ada dalam syariat islam, diperuntukan untuk lelaki
yang tidak bisa atau belum bisa menikah. Saya suka mut’ah
H: Kamu membayar sejumlah uang untuk beberapa waktu yang
disepakati, kemudian setelah itu kalian berpisah?
V: apa yang harus aku lakukan. Aku tidak bisa menikah
sekarang, dan aku bisa mut’ah dalam syiah
H: kamu bilang belum bisa menikah karena biaya, dan sekarang
kamu juga bilang tidak bisa nikah mut’ah karena harganya juga mahal. Solusinya dimana?
Katanya mut’ah solusi buat yang belum bisa menikah. Wkwkw
V: aku akan mencari uang buat nikah mut’ah
H: Enak ya. (gue pikir, mendingan tuh uang buat nikah
beneran daripada abis buat mut’ah, abis itu pisah)
V: aku akan mencari uang dalam sebulan buat nikah mut’ah
H: jadi kalau kamu nikah mut’ah berapa lama yang kamu
inginkan? Satu malam, satu minggu atau satu bulan?
V: Kapanpun kamu mau (maksudnya berapa pun waktunya
tergantung kesepakatan)
H: bagaimana pendapatmu jika umpamanya saudarimu atau anak
perempuanmu nikah mut’ah dengan lelaki lain?
V: saudariku sudah menikah beberapa tahun yang lalu
H: anggap saja kamu punya saudari yang belum menikah. Apakah
kamu akan mengizinkan dia menikah mut’ah?
V: Ya. karena ini halal (et dah! Kakak macam apa dia?!)
H: tapi kamu tadi bilang mut’ah nggak aman. Kenapa? Bukankah
hukum syariah selalu bernilai positif untuk kita?
V: kadang-kadang berbahaya, penyakit, kotor, beberapa wanita
mungkin sakit dan mengidap virus HIV
H: Itu artinya nikah mut’ah bisa menyebarkan berbagai
penyakit kelamin menular. Dan itu artinya nikah mut’ah berbahaya.
Sampai disini dia tidak menjawab. Semoga dia sadar.
Mungkinkan Sunni dan Syiah Bersatu? Mari Berpikir dengan Logika
#syiah_sunni_part2
Jangan pernah percaya dengan jargon sekte syiah yang bilang bahwa sunni dan syiah bisa bersatu. Jangan pernah terbius dengan sesumbarnya yang mengatakan bahwa sunni dan syiah bersaudara. Jangan pernah terpukau dengan taqiyah yang mereka tebar. Karena pada dasarnya, semua ajaran mereka dibangun diatas kebencian, bukan persahabatan. Jika mereka berani mencaci orang sekelas Abu bakar, lalu seperti apa kita di pandangan mereka? Mereka begitu benci dengan Abu bakar dan Umar, maka tentu mereka memiliki kebencian yang sama kepada para pecinta sahabat.
Untuk menguji taqiyah mereka, saya mencoba melontarkan tanya kepada seorang syiah asal Iran. Tentu saja pertama-tama saya mengaku sebagai seorang syiah. Perlahan saya giring dia untuk berbicara tentang tiga khalifah. Sampai-sampai panas wajah ini demi membaca cacian yang terpampang di layar handphone saya. Dan setelah itu saya mengakui bahwa saya sunni.
Apa respon dia? Dia terdiam hampir 5 menit lamanya. Hingga pada akhirnya dia berkata, “Tak masalah kamu seorang sunni. Kita tetap saudara. Musuh kita adalah Amerika. Kita harus bersatu mengalahkan Amerika.”
Cobalah kita bayangkan bahwa suatu ketika ada orang yang kurang ajar mencela dan mencaci maki ayah dan ibu kita. Kemudian setelah itu tiba-tiba dia bilang, "Aku sahabatmu lho," Hanya orang-orang gila dan bodoh yang menerima dia sebagai teman.
Begitu pun dengan orang-orang Syiah. Mereka telah mencaci maki orang-orang yang kita cintai. Bahkan bukan hanya kita yang mencintainya, Rasulullah saw juga mencintainya. Bagaimana mungkin kita akan rela membersamai orang-orang yang mencaci maki Abu Bakar, Umar, Utsman dan Aisyah. Bahkan kita mencintai mereka layaknya kita mencintai orang tua kita.
Allahu musta'an
#syiah_sunni_part2
Jangan pernah percaya dengan jargon sekte syiah yang bilang bahwa sunni dan syiah bisa bersatu. Jangan pernah terbius dengan sesumbarnya yang mengatakan bahwa sunni dan syiah bersaudara. Jangan pernah terpukau dengan taqiyah yang mereka tebar. Karena pada dasarnya, semua ajaran mereka dibangun diatas kebencian, bukan persahabatan. Jika mereka berani mencaci orang sekelas Abu bakar, lalu seperti apa kita di pandangan mereka? Mereka begitu benci dengan Abu bakar dan Umar, maka tentu mereka memiliki kebencian yang sama kepada para pecinta sahabat.
Untuk menguji taqiyah mereka, saya mencoba melontarkan tanya kepada seorang syiah asal Iran. Tentu saja pertama-tama saya mengaku sebagai seorang syiah. Perlahan saya giring dia untuk berbicara tentang tiga khalifah. Sampai-sampai panas wajah ini demi membaca cacian yang terpampang di layar handphone saya. Dan setelah itu saya mengakui bahwa saya sunni.
Apa respon dia? Dia terdiam hampir 5 menit lamanya. Hingga pada akhirnya dia berkata, “Tak masalah kamu seorang sunni. Kita tetap saudara. Musuh kita adalah Amerika. Kita harus bersatu mengalahkan Amerika.”
Cobalah kita bayangkan bahwa suatu ketika ada orang yang kurang ajar mencela dan mencaci maki ayah dan ibu kita. Kemudian setelah itu tiba-tiba dia bilang, "Aku sahabatmu lho," Hanya orang-orang gila dan bodoh yang menerima dia sebagai teman.
Begitu pun dengan orang-orang Syiah. Mereka telah mencaci maki orang-orang yang kita cintai. Bahkan bukan hanya kita yang mencintainya, Rasulullah saw juga mencintainya. Bagaimana mungkin kita akan rela membersamai orang-orang yang mencaci maki Abu Bakar, Umar, Utsman dan Aisyah. Bahkan kita mencintai mereka layaknya kita mencintai orang tua kita.
Allahu musta'an
No comments:
Post a Comment