24 Jul 2019

Resiko Jadi Comblang



Temannya teman saya yang memiliki teman (halaah…kayak judul sinetron azab aja nih) punya sebuah cerita. Dia bilang bahwa dia memiliki teman yang sekarang menjadi seorang duren (baca: duda keren). Dia seringkali berkunjung ke rumah si duren. Sebut saja Namanya Ujang, dan si duren sebut saja dengan nama Jaka.  Emaknya si duren selalu bilang ke Ujang, “Jang, tolong  carikan calon istri buat si Jaka. Udah setahun lebih dia ngeduda.” Pintanya.

‘Et dah.’ Gerutu Ujang dalam hati, ‘Boro-boro nyomblangin si Jaka. Saya sendiri masih belum laku.’
Oke, lupakan kegetiran si Ujang yang tak laku-laku (jadi inget lagu sunda ‘Hayang kawin. Eheh) dan lupakan si duda keren yang belum punya istri lagi. Kita disini akan membahas tentang comblang, sebagaimana emaknya jaka minta si Ujang jadi comblang buat anaknya.

Yeah, siapa sih yang nggak senang melihat ada dua orang yang bisa saling mencintai dan ke pelaminan atas jasa kita sebagai comblang yang luar biasa. Tentu kita ngerasa seneng dong, ‘Akhirnya, saya bisa menghadirkan cinta untuk mereka. akhirnya, saya bisa menghadirkan kebahagiaan untuk mereka.’

Kita akan merasa bahwa kita itu menjadi pahlawan cinta. Ciee, jadi kepikiran bikin film superhero yang ceritanya menjadi comblang buat para jomblowers yang merana. Wkwk.

Nggak perlu sungkan untuk menjadi comblang buat temanmu atau orang lain, meski kamu sendiri belum laku. Siapa tahu dengan menghadirkan kebahagiaan pada orang lain, kamu juga bakal ketiban rezeki dengan menyusul teman yang kamu comblangin. Asal jangan minta balas saja aja. misal, kamu nodong mereka sehabis nikah dengan alasan sudah berjasa mempertemukan mereka. ‘Kasih gue duit satu juta dong, kalo bukan karena gue, kalian nggak bakalan bisa jadi suami istri. Walah…ini mah kesombongan double yang menafikan campur tangan Allah sekaligus pemalakan yang tak bisa diterima.

Etapi tunggu dulu, terkadang jadi comblang itu juga ada resikonya lho. Seenggaknya ada dua resiko buruk yang bisa membuat para jomblang harus berpikir matang-matang sebelum benar-benar menjadi comblang bagi orang lain.

Pertama, banyak para comblangers yang justru menjadi fasilitator kemaksiatan. misalnya gimana? Misal, kamu nyomblagin si romeo sama si Juliet. Kemudian kamu ngasih nomor kontak ke si romeo dan juga sebaliknya. Akhirnya, mereka bisa bebas chatingan, mesra-mesraan via telpon, janjian ketemuan dan ujungnya…tettt…kecelakaan fatal.

Nah makanya disini para comblangers harus mengerti syariat (batas-batas hukum agama dalam interaksi lawan jenis dan dalam menjadi comblang. Atau jangan-jangan saya harus membahas fiqih comblang kali ya.) boleh lah saya mengutip judul cerbung populer di KBM dengan istilah ‘Comblang Syar’i.’

Yup, kamu harus menjadi comblang syar’I sebagai fasilitator ta’aruf dua insan yang siap menuju jenjang kehidupan rumah tangga. Kamu bisa menjadi fasilitator dengan memberikan informasi kepada kedua belah pihak seperti tukeran biodata dan semacamnya. Jika sudah cocok, maka kamu harus meyakinkan mereka untuk segera menikah. Tentunya diperbolehkan nadzor dulu ya.

Masalahnya, banyak comblang yang justru menjadi fasilitator jalinan cinta di luar pernikahan. Ini mah sama saja kamu sedang menabung dosa. makin banyak yang kamu comblangin dengan gaya seperti ini, maka makin bejibun dosa yang kamu tanggung. Ih ngerinya…

Kedua, terkadang para comblanger juga dijadikan kambing hitam (kasihan si kambing, selalu dimanusia hitamkan. Ehehe). Ketika kehidupan rumah tangga mereka diterpa badai dan tsunami, mereka tiba-tiba menunjuk hidung yang menjadi comblang mereka.

‘Gimana sih, kok kamu ngasih gue suami/istri kayak dia. Ternyata dia nggak bikin gue bahagia. Lu salah ngasih orang nih.’

‘Gara-gara gue dicomblangin sama lu, kehidupan gue jadi berantakan. Dia bukan tipe suami/istri yang ternyata selama ini gue harapkan.’ Dan bla…bla..bla…

Meskipun mungkin mereka tidak mengungkapkan hal itu secara langsung, tapi kamu sebagai perantara jalinan cinta mereka tentu akan merasa malu dan merasa bersalah ketika orang yang kamu comblangin kehidupan rumah tangganya berantakan.

Nah, biar nggak terjadi kayak gini, harusnya kamu sejak awal harus memastikan bahwa mereka akan ‘baik-baik saja.’ yah, kita memang tidak bisa memastikan dengan tepat, tapi jika dengan melihat track record kehidupan mereka, kita bisa memberi jaminan kepada pasangannya bahwa dia orang baik dan semacamnya.

Kamu juga harus meyakinkan bahwa kamu tidak sepenuhnya bertanggungjawab ketika kehidupan cinta mereka tidak sesuai harapan. Jangankan yang jatuh cinta lewat jalur comblangers, yang jatuh cinta karena usaha sendiri aja kadang-kadang ada aja ujiannya. Emang rumah tangga itu nggak selamanya enak.

Makanya bilang saja, ‘Isi diluar tanggung jawab percetakan, eh maksudnya para comblang. Saya cuman pengantar cinta. Ehehe.
Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment