4 Mar 2019

Hayu Gelut Jeung Aing


Namanya Alzair. Dia orang Medan dengan tutur katanya yang khas. Pekan-pekan pertama kehadirannya di Ma’had menjadi satu kesempatan bagi kami orang-orang Sunda untuk ngerjain si orang Medan ini. Ide itu tiba-tiba menyembul di benak ketika si Alzair bertanya, “Kawan, apa bahasa Sundanya ‘Pak, saya mau ngambil air minum?’ Hmm, rupanya dia ingin sok akrab dengan memakai bahasa sunda.

Kami memasang senyum paling sadis sedunia. Maka seseorang dari kami menyeletuk, “Bahasa sundanya ‘saya mau ngambil air minum’ itu ‘hayu gelut jeung aing.’

‘Hayu gelut jeung Aing.’ Alzair mengulang kalimat yang barusaja terlontar dari salah satu mulut si jahil.

“Coba ulangi, nanti lupa lagi.” Pintaku.

“Hayu gelut jeung aing.” Dia mengulang kalimatnya. Takut benar dia lupa kalimat tersebut. Tanpa ba bi bu, Alzair langsung ngeloyor pergi dan kamu semua tertawa terpingkal-pingkal. Di dalam benak kami sudah bisa membayangkan bagaimana ekspresi si Bapak penjaga dapur dan bagaimana ekspresi bingung si Zair.

Beberapa menit kemudian si Alzair kembali dengan wajah bingung. “Kenapa si Bapak seperti marah begitu. Aku tak mengerti kenapa dia jadi melotot begitu.”

Dan dia mengerti dia tengah dikerjai.

Sebelum Alzair, ada kisah yang persis sama. Tapi berbeda tokoh dan latar tempat. Tepatnya terjadi ketika di Madrasah Aliyah dulu.
Ada seorang teman –saya lupa namanya- yang berasal dari Maluku. Dia baru stay beberapa bulan di pesantren. Pun, dia bertanya tentang bahasa Sunda. Aneh kan, orang di pesantren harus belajar bahasa arab dan inggris, ini malah antusias belajar bahasa sunda. Yah begitulah.

‘Apa bahasa Sundanya minta sabun.’ Tanya si orang Maluku kepada temannya yang orang sunda. Dia ceritanya mau minta sabun ke akhwat yang bertugas di dapur. Kami memang diberi sabun gratis dari mahad dan harus diambil lewat akhwat yang bertugas piket di dapur.

“Bahasa sundanya, ‘Kuring bogoh ka anjeun.’” Jawab si teman sunda dengan senyum paling jahat yang dia punya.

Si teman Maluku mengulang kalimat tersebut supaya tidak lupa. Setelah yakin dia bisa melafalkannya dia pun segera melesat ke dapur. Dan beberapa saat kemudian dia kembali. Sabun sudah ada di tangan, tapi wajahnya tertekuk. ‘Kamu sengaja menipuku ya. dia malah ngomel-ngomel kepadaku.’

Si teman orang sunda tertawa dan minta maaf sebelum urusan jadi genting. Biasanya orang Maluku cepat tersulut emosinya.

“Tapi sabunnya kau dapatkan juga kan.”

“Iya, setelah aku bilang pake bahasa Indonesia.”

Begitulah, semoga tulisan ini tidak menginspirasimu untuk menjahili temanmu yang tidak pernah mengerti bahasa ibumu.

Mencari Goreng Patut

Ketika saya berbagi cerita ‘Hayu Gelut Jeung Aing’ di grup KBM, teman-teman langsung ramai berbagi pengalamn tentang serunya ‘ngerjain orang non-sunda’ yang tidak paham bahasa sunda sama sekali. Beberapa cerita membuat saya tersenyum simpul, sebagian cerita membuat kulit perut saya sakit saking menahan tawa.
Berikut dua Cerita yang saya suka

Mencari Goreng Patut (Vera Eriska)

Kakak iparku pernah dikerjain suaminya. Suatu pagi, dia mau pergi ke pasar. Dia bilang ke suami, “Pah, aku mau ke pasar, mau titip apa?”

“Beliin aku goreng patut aja.” jawab si suami.

“Goreng patut itu apaan sih pah? Apakah sejenis keong tutut?”

“Udah, nanti juga orang pasar tahu.” Jawab suami dengan senyum simpul. Senyum itu menyimpan makna. Tapi istri mana tahu bahwa ada kejahilan dibalik senyum sang suami.

Singkat cerita, berangkatlah kakak iparku ke pasar dan di akhir sesi belanja mencoba mencari goreng patut. Apa hasilnya? Jangankan mendapatkan ‘goreng patut’, yang ada dia malah diketawain banyak pedagang.

Goreng patut=jelek banget

=

Punten Kehed (Edmond Piliang)

Saya dikerjain teman-teman ketika pertama kali tinggal di Bandung dulu. Kasusnya agak mirip sih. Saya tanya sama teman, “Kalo permisi basa sundanya apa ya?”

Temanku jawab, “Kalo lewat depan orang bilang aja ‘Punten Kehed.’


Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment