Akhir-akhir ini pemberitaan terhadap penindasan yang dialami
oleh muslim Uighur di Xinjiang semakin ramai diberitakan. Warga Muslim Uighur
di Xinjiang dilaporkan kerap diperlakukan secara diskriminatif oleh pemerintah
China. Identitas warga Uighur sebagai Muslim juga coba ditiadakan oleh China,
dengan dalih memberantas ekstremisme.
Tahun ini, dunia mengecam laporan jutaan warga Uighur yang
dipenjara oleh China. Warga Uighur dilaporkan dipaksa menanggalkan keislaman
mereka dan didoktrin mencintai Partai Komunis. Sejak bertahun-tahun, jutaan
masyarakat Uighur didera berbagai larangan dalam beragama. Larangan tersebut
mulai dari berjenggot, bercadar, hingga menggunakan nama-nama Islami.
Nah, lalu apa saja sih bentuk penderitaan dan diskriminasi
yang dialami oleh warga muslim Uighur di Xinjiang dari pemerintah cina? Dalam rubric
Tahukah Anda edisi kali ini kita akan membahas berbagai bentuk diskriminasi
pemerintah Cina terhadap muslim Xinjiang
Larangan berjenggot bagi kaum lelaki dan
larangan bercadar bagi perempuan
Diberitakan Reuters pada April 2017 pemerintah China
mengeluarkan larangan bagi warga Muslim Uighur di Xinjiang. Di antara larangan
itu adalah menumbuhkan jenggot panjang bagi pria dan mengenakan cadar bagi
wanita.
Dalam peraturan yang sama, warga Uighur diharuskan untuk
menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah-sekolah pemerintah yang didoktrin
oleh ajaran komunis, mereka juga melarang warga Uighur untuk tidak mentaati
kebijakan keluarga berencana cina. Bahkan kaum perempuan dilarang mengenakan
gamis. Jika ada yang mengenakan gamis, maka mereka akan segera dipantau dan
disuruh untuk mengganti baju oleh petugas.
Di beberapa kota di Xinjiang, wanita yang memakai jilbab atau
pria berjenggot dilarang naik bus. Pemerintah China menerapkan aturan
berpakaian ini dengan ketat. Pada 2018 seperti diberitakan Business Insider,
petugas China dilaporkan menggunting rok wanita Uighur yang terlalu panjang.
Larangan berpuasa di bulan ramadhan
Berita soal larangan berpuasa bagi kaum muslim uighur muncul
setiap tahun dari Xinjiang. Pada 2015, AFP melaporkan bahwa pemerintah China
melarang pegawai negeri, pelajar, dan guru Muslim di Xinjiang untuk berpuasa
dan beribadah di masjid.
Restoran-restoran milik warga Uighur juga dipaksa tetap buka
di siang hari Ramadan. Larangan ini disampaikan salah satunya oleh pemerintah
kota Tarbaghatay atau Tacheng dalam bahasa Mandarin. Larangan tersebut
menyebutkan bahwa Selama Ramadan, pelajar dari etnis minoritas tidak berpuasa,
tidak masuk masjid, dan tidak melakukan aktivitas religius.
Di kota Hotan atau Hetian, pelajar Muslim Uighur dipaksa
berkumpul pada hari Jumat untuk belajar, menonton film-film Komunis, atau
berolahraga. Padahal di hari itu mereka harus melaksanakan ibadah salat Jumat
di masjid. Pihak sekolah dan pemerintah komunis memaksa para pelajar untuk
mengikuti kegiatan sekolah dan meninggalkan sholat jumat
Larangan
bernama islami atau memberi bayi dengan nama-nama islami
Pada 2017 lalu, pemerintah kota Xinjiang mengeluarkan larangan
pemberian nama-nama Islami bagi bayi yang baru lahir. Ada puluhan nama yang terlarang, di antaranya:
Islam, Quran, Makkah, Jihad, Imam, Saddam, Haji, dan Madinah, Muhammad, Aisyah
dan sebagainya
Bahkan nama yang berbau religius tidak akan mendapatkan kartu
tanda penduduk khusus China atau hukou. Pemerintah cina menganggap nama-nama
islami sama saja dengan mempromosikan terror.
Larangan menikah secara islami
Pemerintah Xinjiang juga mengeluarkan larangan bagi Muslim
Uighur untuk melaksanakan prosesi pernikahan secara Islami di rumah sendiri,
meliputi akad dan resepsi. Disebutkan bahwa pada 2017, seorang pejabat
pemerintah beretnis Uighur dipecat karena menikah secara Islami di rumahnya.
Seharusnya dia menikah di tempat-tempat yang telah ditentukan pemerintah dan
tidak menggunakan adat Islam.
Pejabat Xinjiang dari partai komunis mengatakan larangan
menikah di rumah secara Islami demi mencegah "tersebarnya pandangan
menyimpang yang bertentangan dengan persatuan etnis dan kedaulatan
negara."
Larangan
menggunakan bahasa Uighur sebagai identitas budaya uighur
Pemerintah China juga mengeluarkan larangan penggunaan bahasa
Uighur di semua jenjang pendidikan. Mereka yang melanggarnya akan mendapatkan
hukuman.Menurut laporan media, pemerintah Xinjiang memerintahkan
sekolah-sekolah untuk menggunakan bahasa Mandarin dalam pengajaran. Penggunaan
bahasa lisan, tulisan, gambar, hingga rambu-rambu harus pakai Mandarin, tidak
boleh pakai Uighur.
Otoritas China
meluncurkan kampanye untuk melawan produk halal
Sebagaimana disebutkan bahwa mayoritas penduduk di Xinjiang
berasal dari suku Uighur yang memeluk agama Islam, namun Muslim adalah kelompok
minoritas di China. Tentu saja kebijakan kampanye anti-produk halal tersebut
berpengaruh pada kehidupan kelompok minoritas tersebut.
Kampanye tersebut dideklarasikan oleh para pemimpin Partai
Komunis China di ibukota Xinjiang, Urumqi. Mereka mendeklarasikan untuk melawan
halalisasi. Halalisasi adalah istilah untuk melarang kebebasan dan hak warga
muslim Uighur untuk mengonsumsi produk halal.
Pemerintah cina memaksa hampir satu
juta orang untuk masuk kamp re-edukasi atau pendidikan ulang dengan alasan
untuk melawan ekstrimisme.
Pemerintah Cina memaksa dan mengirim minoritas Muslim Uighur
akan dikirim ke tempat yang disebut sebagai "pusat pelatihan
kejuruan". Di dalam kamp-kamp tersebut, warga Uighur dipaksa untuk
meninggalkan agamanya, dilarang beribadah dan didoktrin ajaran komunis yang
bertentangan dengan ajaran islam. Banyak kalangan yang menyatakan tempat
tersebut lebih layak disebut tahanan daripada pusat pelatihan kejuruan.
Ada seorang mantan tahanan yang mengaku pernah diminta untuk
keluar dari agama Islam. Tak hanya itu, dia juga diminta mengucapkan kesetiaan
kepada Partai Komunis China. Penyiksaan kerap terjadi bagi para tahanan yang
tidak patuh pada perintah.
Itulah beberapa bentuk diskriminasi pemerintah cina terhadap
muslim Uighur. Semoga dengan mengetahuinya kita memiliki solidaritas dan
kepedulian kepada saudara muslim kita di Xinjiang. Jangan lupakan mereka dalam
doa kita kepada Alloh subhanahu wata'ala sebagai sebaik-baik penolong.
No comments:
Post a Comment