Ada orang yang beranggapan bahwa karya fiksi semacam cerpen, novel dan sebagainya adalah karya kebohongan. Sehingga tidak heran ada juga yang ‘berfatwa’ bahwa karya fiksi haram hukumnya. Haram membuatnya dan haram juga menikmatinya.
Well, saya kira tidak perlu seekstrim itu.
Bagi saya pribadi, karya fiksi adalah seni untuk mengungkapkan realita di sekitar kita dengan cara yang indah dan elegan. Saya tidak berani mengatakan bahwa karya fiksi itu karya kebohongan. Saya tidak akan membahasanya secara bertele-tele. Tapi saya akan memberi analogi.
Mungkin kita sudah tidak asing dengan film G-30-S PKI Kan? Kejadian itu nyata adanya. Lalu setelah itu ada filmnya. Apakah kita berani mengatakan bahwa film tersebut kebohongan hanya karena para pelaku atau tokoh di film tersebut hanyalah actor yang memainkan peran? Saya rasa tidak.
Pun dengan karya tulis fiksi. Memang tokoh-tokoh yang diciptakan oleh penulis adalah rekaan. Tapi bisa saja realita cerita memang ada dalam kehidupan dan bisa kita ambil hikmah dan pelajarannya.
Dulu, ketika masa orba, karya-karya Pramoedya Ananta Toer dilarang beredar dengan alasan si penulis beraliran kiri dan termasuk tokoh Lekra. Padahal, Tetralogi Bumi Manusia karangan Pram adalah fiksi. Tapi tidak segampang itu dengan fiksi. Walaupun karya yang dihasilkan tangan Pram fiksi, karyanya adalah mengungkap realita sosial di zamannya.
So, tak heran jika karya sastra dan fiksi seringkali dijadikan alat kepentingan dan juga untuk menyampaikan pesan dan kritik sosial. Tanpa menggurui tapi tepat sasaran.
Tapi, memang tidak selamanya karya fiksi itu menjadi gambaran realita sosial. Karena ada beberapa genre seperti dongeng, fantasy dan sebagainya yang jauh dari bayangan realita kehidupan kita. Terlepas dari semua itu, toh kita tidak merasa dibohongi. karena semua mafhum apa itu fiksi. kecuali jika seseorang mengatakan apa yang dia tulis adalah kisah nyata, padahal ternyata fiksi. Nah, baru ini kebohongan namanya.
No comments:
Post a Comment