7 Nov 2018

Handuk Basah dan Secangkir Teh


Handuk basah itu kembali tergeletak di atas kasur. Ini yang membuat Lisa selalu menggerutu dan mendecakan lidah. Dan handuk itu teronggok di atas kasur bukan untuk pertama kalinya. Tapi yang kesekian kalinya. Menyisakan jejak lembab dan basah di seprey.

Entah kapan Andi bisa hidup teratur seperti yang dia harapkan. Bagi Lisa, menjadi istri Andi sama saja mengurus seorang anak balita yang jorok dan menjengkelkan. Tentu saja ini bukan masalah handuk basah. Tapi juga tentang baju kotor yang tidak disimpan di keranjang cucian atau langsung tidur di atas ranjang dengan sepatu yang masih terpasang di kaki. Oh God, yang benar saja! Lisa yang selalu memperhatikan kebersihan harus sabar menghadapi seorang suami macam Andi?

“Bagus sekali ada handuk basah di tempat tidur.” Ujar Lisa dengan nada sinis. Ia memungut handuk dan membawanya keluar tanpa menunggu respon suaminya. Pun Andi tak mau tahu dengan ocehan istrinya, ia menyumpal kupingnya dengan headset dan pura-pura tak dengar.

Di hari kemarin istrinya masih mengeluarkan sindiran karena masalah yang sama. Bagi Andi itu masalah sepele yang tidak perlu membuat Lisa marah dan mendelik kejam.

“Kapan handuk bisa jalan sendiri ke jemuran?”

Andi hanya mendengus dan berujar, “Tidakkah kau tahu bagaimana suami merasa lelah setelah seharian berkutat dengan  kerjaan di kantor. Jadi kamu tidak perlu mengomel tentang handuk itu.”

 “Oh, memangya berapa ton berat handuk ini sehingga kamu tidak bisa membawanya ke tempat jemuran. Atau berapa jam waktu yang kamu gunakan untuk mengantarkannya ke jemuran. Kamu hanya malas dan jorok!”

Nah, sindiran itu adalah sindiran yang paling pedas yang keluar dari mulut Lisa. Itu omelannya yang kemarin dan masih membuat Andi kesal.

***

Lisa hanya merasa heran kenapa suaminya tak juga berubah. Padahal dia sudah berkali-kali mengomel dan menasihati Andi layaknya seorang ibu menasihati anak pertamanya yang sedang duduk di kelas satu SD.

Andi seakan-akan sengaja meletakan handuk basah itu di kasur untuk mengundang kejengkelan dan kemarahannya. Jelas Andi senang membuat dirinya jengkel. Maka hari itu, ketika ibunya datang bertandang Lisa curhat tentang kelakuan suaminya.

“Saya merasa capek dengan tingkah Andi bu. Dia itu jorok dan hidupnya nggak mau diatur.”

“Lelaki memang begitu.” Ujar Ibunya sembari menyeruput teh hangat yang baru saja dihidangkan putri semata wayangnya itu.

“Ah masa! Jorok ya jorok! Mas Pram tidak begitu. Papa juga tidak. Hanya Andi yang bisa meletakan handuk basah di atas kasur. Sepertinya dia tak pernah diajari mamanya.”

“Nah, berarti jika begitu, kamu yang harus mengajarinya.”

Lisa mendecakan lidahnya dan berkata, “Mulutku sudah berbusa tentang aturan ‘handuk basah simpan di jemuran sisi jendela.’ Tapi dia tak pernah mendengarnya. Dia sepertinya sengaja ingin membuat Lisa kesal dan marah.”

“Caramu salah.” Ujar ibu Lisa. Kali ini dia mencomot biscuit gandum dari piring porselen.

“Lho, kok ibu jadi menyalahkan Lisa sih?”

“Lis, mengubah orang lain itu memang gampang-gampang susah. Apalagi untuk hal yang sudah menjadi kebiasaan dia sejak kecil. Cobalah kamu ubah cara pandangmu dan sikapmu.”

“Gimana caranya?”

“Sini, ibu akan kasih tahu…”

***

Sore itu Andi sudah pulang dan langsung bergegas menuju kamar mandi. Dan tentu saja seperti biasa dia membiarkan si handuk basah berwarna hijau miliknya tergeletak begitu saja di kasur. Setelah itu Andi memakai kaus oblong dan kolor, kemudian rebahan di kasur sembari memainkan gadgetnya.

Lisa yang sedang membaca di sofa menghela nafas dan berkata di dalam hati,

Baiklah, handuk basah ini akan menjadi permadani di surga nanti. Makin banyak aku memindahkan handuk basah ke jemuran, makin banyak permadani indahku di surga.

Lisa tersenyum dan bergegas memungut handuk tersebut dan membawanya keluar. Andi hanya meliriknya sebentar tanpa ekspresi. Setelah itu kembali tenggelam dengan gadget di genggamannya.

Lisa mencoba menghadirkan perasaan bahagia di hatinya. Setelah itu Lisa beranjak ke dapur dan membuatkan teh hangat untuk Andi dan membawa sepiring brownies yang siang tadi dia beli dari lapak Bik Sum.

“Andy, kamu lelah ya. nih aku buatkan teh.”

Andi menatap Lisa heran. “Terimakasih.” Ujarnya lirih dan datar. Ia meletakan gadget dan meminum teh panas buatan istrinya.

“Browniesnya juga cobain Ndy, tadi aku beli dari bik Sum.”

Andi tersenyum dan mencomot satu iris Brownies dari piring.

***

Sore itu seperti biasa Lisa membuat teh dan menyajikan biscuit untuk Andi. Dia beranjak ke kamar dan didapatinya Andi sudah memakai kausnya dan berkolor. Dia juga sudah duduk santai di atas kasur. Tapi ajaib! Kali ini handuk itu tidak lagi tergeletak di atas kasur.

“Lho, handuknya kemana? Handuknya sudah bisa jalan sendiri ke jemuran ya Ndy.”

“Iya.” Ujar Andi dengan senyum dikulum. “Aku tidak tega membuat istriku yang cantik ini selalu jengkel setiap sore. Lagipula dia sudah mau menghidangkan teh manis dan kue setiap aku pulang kerja.”

Lisa mendecakan lidahnya. “Oh, jadi perkara handuk basah ini semacam protes tidak langsung ya.”

“Bisa jadi.” Jawab Andi pendek.

Senyum lisa merekah. Dia menyimpan teh dan kue di atas meja kecil. Lisa jadi teringat nasihat ibunya pekan lalu, “Kadang ada hal yang sulit kita ubah pada orang lain. Jika ingin hasil yang lebih baik, maka ubahlah diri kita lebih dulu. Bahagia, sedih, syukur, mengeluh, semua adalah tergantung diri kita. Kitalah yang memilih.”

Sore itu Lisa menikmati sore dengan secangkir teh hangat dan kue yang dia bikin sendiri. dia rebahan bersama Andi dengan perasaan bahagia.

Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment