Betapa banyak orang yang mengukur kemuliaan dengan
melimpahnya harta dan mudahnya segala urusan. Tak sedikit orang yang
beranggapan bahwa ketika Allah ridho terhadap kehidupan kita, maka Allah
subhanahu wata'ala akan melimpahkan kemudahan.
Bukankah Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam adalah orang
yang paling Allah cintai dan yang paling Allah ridhoi di muka bumi. Tapi kenapa
sang Rasul tercinta masih menderita dengan medan dakwahnya? Kenapa Rasulullah
shollallahu 'alaihi wasallam harus merasakan intimidasi dari kaumnya?
Perlu diketahui bahwa hakikat keridhoan Allah adalah ketika
kita dijadikan hamba yang menikmati keimanan. Maka ketika keimanan itu telah
kita rasakan manisnya, rasa pahit dari ujian tak lagi terasa. Karena telah
terobati oleh manisnya iman.
Mari kita belajar dari dua kisah yang semoga bisa menjadi
inspirasi kita bersama.
Dikisahkan bahwa pada suatu hari, seorang lelaki bertanya kepada Imam Hasan Al
Bashri, “Sesungguhnya aku melakukan banyak dosa. Tapi ternyata rezekiku tetap
lancar-lancar saja. Bahkan lebih banyak dari sebelumnya.”
Maka Imam Hasan al-Basri balik bertanya, “Apakah semalam
engkau melaksanakan
qiyamullail?”
Lelaki itu menjawab, “Tidak”
Dengan kalimat bijak, Imam Hasan Al Bashri menasehatkan
kepada lelaki tersebut, beliau berkata, “Sesungguhnya jika Allah langsung
menghukum semua makhluk yang berdosa dengan memutus rezekinya, maka semua manusia di bumi ini sudah habis binasa.
Sungguh dunia ini tak bernilai di sisi Allah walau sehelai
sayap nyamuk pun, maka Allah tetap memberikan rezeki bahkan pada orang-orang
yang kufur sekalipun kepada-Nya. Adapun kita orang mukmin, hukuman atas dosa
adalah terputusnya kemesraan dengan
Allah.”
Sebagaimana dikisahkan di dalam kitab Saitul Kathir Imam Ibnu
Jauzi, bahwa ada seorang lelaki dari Bani Israel yang selalu melakukan dosa dan
perbuatan durjana. Kemudian lelaki israil itu bertanya-tanya, “Ya rabb, betapa
banyak dosaku kepadaku. Betapa sering aku bermaksiat, tapi Engkau tidak
menghukumku?”
Maka dikatakan kepadanya, “Betapa banyak Aku menghukummu,
sementara kamu tidak sadar? Bukankah aku telah mencabut darimu rasa nikmat
bermunajat kepada-Ku?”
Ya, kita merasakan kenikmatan dari bermunajat dan dari ibadah
kita. Kemudian kita bertanya-tanya. Sudahkah kita merasakannya? Atau
jangan-jangan ibadah kita kering tanpa makna. Kita membaca al-quran tapi tak
pernah hati ini tentram. Kita tahajud tapi tak pernah hati ini ikut bersujud.
Kita selalu shalat, tapi kegelisahan selalu mencengkram jiwa kita. Ada apa?
Apakah ada yang salah dengan ibadah kita?
Barangkali kita kekurangan ketulusan dan keikhlasan dalam
beribadah. Atau barangkali kita masih terjangkit cinta dunia sehingga ibadah
pun dihitung-hitung dengan keuntungan dunia. Kita terbius oleh iming-iming
rutin shalat dhuha bisa melancarkan rezeki. Rutin shalat tahajud bisa
mendatangkan kemudahan. Rutin bersedekah bisa mendatangkan kekayaan.
Sehingga ketika itu semua tidak datang kita bertanya-tanya,
‘saya sudah sedekah, tapi kenapa saya tidak kaya?
Apakah pernah Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam
bertanya seperti itu? Bukankah rasulullah shalat malam sampai bengkak kakinya,
bersedekah tak pernah hitung-hitungan, tapi Rasul tercinta tak pernah
menghitung keuntungannya.
Marilah kita perbaiki munajat kita kepada Allah dan mari kita
perbaiki keikhlasan kita
Wallahu a’lam
No comments:
Post a Comment