Di masa menginjak usia remaja,
aku berdiri diantara dua sisi yang berlawanan. Sisi pertama, aku ingin terlihat
dan tampil cantik sebagaimana kebanyakan gadis Amerika lainnnya. Di sisi lain
aku merasa tidak puas dengan fisikku sendiri dan itu membuatku malu untuk
tampil cantik. Karena aku kira aku tak akan terlihat cantik.
Saya ingat bahwa saya sangat
menyukai majalah mode yang menampilkan model-model terkenal dengan pakaian yang
begitu gemerlap dan menantang, dan aku jatuh cinta dengan semua gaya pakaian
tersebut. Teman-temanku juga sering membicarakan tentang mode terbaru, model
idola mereka dan mengobrol seputar tempat belanja baju. Mereka juga tak
ketinggalan untuk membicarakan model pakaian aktor terkenal plus dengan gaya rambutnya.
Ibuku seakan-akan tahu bagaimana
seharusnya aku tampil di depan mereka. Ibuku selalu berkomentar tentang pakaian
yang aku pakai. Kemudian dia akan mengajak saya berbelanja dan mengisi lemari
dengan baju-baju yang menurut ibuku keren untuk dipakai gadis remaja sepertiku
dan mengundang decak kagum lelaki.
Saya suka melihat tampilanku di
cermin. Aku kagum dengan tampilanku. Sebenarnya aku hanya kagum dengan pakaian
indah yang aku pakai, tapi aku membenci tubuhku sendiri. Aku merasa aku kurang
cantik, bahkan mungkin tidak cantik di mata lelaki. Aku selalu
membanding-bandingkan diriku dengan teman-temanku yang lebih cantik. Lebih
ramping dan memiliki bentuk tubuh yang proporsional.
Oleh karena itu, aku selalu
canggung dan minder ketika melangkah keluar dan berjalan bersama teman-temanku.
Suatu hari aku ingat ketika saya
pergi ke sekolah dengan memakai rok mini. Itu adalah hari pertamaku memakai rok
dengan memperlihatkan bagian paha. Tiba-tiba saya seakan ditekan oleh perasaan
tidak nyaman. Aku tidak nyaman dengan kenyataan pahaku terbuka dan aku tidak
bebas ketika bergerak dan berjalan. Kakiku seakan diikat saking ketatnya rok
mini tersebut. Terkadang aku takut seandainya rok yang aku pakai robek. Jadi,
terkadang hal itu membuat wajahku memerah. Aku tak habis pikir bagaimana
mungkin banyak teman-temanku yang menyukai model rok seperti itu, sementara aku
merasa tersiksa ketika memakainya.
Alih-alih merasa bangga, justru
aku merasa terhina karena aku pikir tubuh tidak idealku semakin terlihat
celanya di hadapan orang lain. Semakin aku membuka tubuhku, semakin orang tahu
bahwa tubuhku tidak indah sama sekali. Entah itu perasaanku yang berlebihan
atau apa, yang jelas aku tidak menyukai pakaian seperti itu dan aku tidak
pernah lagi memakainya ke sekolah.
Suatu ketika aku juga pernah
tergoda untuk bergabung bersama teman-temanku berpesta di pantai. Ketika itu
awal musim panas dan teman-temanku berniat menghabiskan waktu di pantai. Tentu
kau tahu aku harus memakai bikini. Dan aku membayangkan tubuhku hanya ditutupi
di bagian dada dan bokong. Tapi aku lagi-lagi tak berani untuk mengambil
resiko. Itu berarti aku akan mempertontonkan tubuh gemukku. Terkadang aku
merasa ini benar-benar gila sekaligus lucu. Coba kau pikir betapa banyak
tekanan mental hanya gara-gara kain yang dipakai.
Ujung dari semua itu, aku
berjanji untuk melepaskan diri dari kewajiban mengenakan hal yang ‘benar’. Aku
tak ingin dinilai berdasarkan pilihan mode dan tipe tubuhku yang tidak sesuai
dengan mode. Mode seakan-akan diperuntukan untuk wanita-wanita langsing, wanita
yang cantik dan menggairahkan. Aku tidak lagi peduli dengan apa yang orang lain
pikirkan tentang diriku dan kenapa aku tidak mengikuti arus. Karena aku tidak
ingin menjadi budak penilaian orang lain.
Meskipun aku telah terbebas dari
belenggu dunia mode, aku masih merasa tidak nyaman dengan tubuhku sendiri. Aku
sadar bahwa diriku terobsesi dengan segala kriteria tentang wanita cantik,
tubuh proporsional dan perawatan tubuh yang harus kulakukan. Jadi, aku
sepenuhnya tidak merdeka dari perasaan tertekan itu.
Singkat cerita, aku mengenal
islam dan aku mengakui bahwa tidak ada yang lebih sempurna dari ajaran islam.
Syariatnya menjaga kehidupan sehingga selalu berjalan sesuai dengan harmoni.
Islam membebaskan dari perbudakan sesama manusia, menuju kemerdekaan yang
sejati. Kemerdekaan tauhid.
Pada akhirnya aku mengenakan
hijab, kurang lebih setahun atau lebih setelah aku mengucapkan syahadat sebagai
tanda keislaman. Disinilah aku merasakan satu hakikat tentang kebebasan diri
dari belenggu mode. Aku tiba-tiba bebas untuk melangkah dengan pakaian yang
tertutup, hanya wajah dan telapak tangan. Aku bebas karena tidak ada lagi orang
yang menilai tubuhku sedemikian rupa. Aku juga bebas karena rasa khawatirku dan
obsesi yang tidak masuk akal.
Suatu keetika aku berada di
kereta bawah tanah. Di sana aku melihat seorang wanita dengan muka ditutup
burqa. Jujur, aku begitu bangga dan kagum dengan mereka, mereka begitu bebas
melihat orang-orang disekitar mereka, tapi orang-orang tak bisa bebas memandang
dan menilainya. Yang mereka tahu, dia seorang wanita. Itu saja. Bagiku,
muslimah yang menutup tubuh mereka adalah wanita terhormat dan berharga. Mereka
begitu mahal sehingga tak sembarang lelaki bisa menikmati lekuk tubuhnya. Atau
mereka begitu berharga sehingga tidak setiap orang bisa mencibir dan melecehkan
bentuk tubuhnya yang tidak proporsional seperti yang selama ini aku
khawatirkan. Seperti kekhawatiranku akan komentar orang-orang ketika aku
mengekpos tubuhnya.
Satu hal yang tidak boleh aku
lupakan untuk diketahui kalian bahwa islam mendorong saya untuk menjadi wanita
yang selalu bersyukur dan mencintai tubuhku sendiri. Aku bersyukur atas semua
hal yang sebelumnya aku anggap cacat dan aib. Aku bersyukur atas tubuhku yang
selama ini aku khawatir atas penilaian orang lain betapa aku tidak menarik di
hadapan mereka, terutama para lelaki. Karena itu, aku menutupnya dan meyakini
betapa berharga diriku.
Sebagai seorang wanita muslim,
aku tidak lagi merasa terancam oleh kompetisi dengan wanita lain. Tidak ada kompetisi
kecantikan antara saudari muslimah. Mereka menjadi teman sekaligus saudara
perempuanku.
Saya tidak lagi terbelenggu oleh
syarat-syarat kecantikan dan penilaian orang lain tentang betapa wanita harus
tampil cantik dan menawan. Aku hanya ingin tampil ‘cantik dan menawan’ di
hadapan Allah, dan tentu saja di hadapan suamiku yang akan menerimaku apa
adanya.
Tetapi itu bukan berarti aku
membiarkan diriku tidak terawat sama sekali. Aku memakai apa yang membuat aku
merasa baik dan cantik. Tapi ‘cantik’ bukan kriteria yang telah diberikan oleh
majalah mode tentang apa yang harus aku pakai. Keyakinan saya tentang
kecantikan adalah apa yang datang dari islam, bukan apa yang datang dari
bayangan cermin.
Hijab telah memberi saya kebebasan untuk bergerak dengan menyandang
martabat. Aku bebas sekarang.
Diterjemahkan
dari laman aboutislam.net
Alih bahasa
oleh Husni Mubarok
===
ARTIKEL INI DIMUAT DI MAJALAH ELFATA EDISI 07 TAHUN 2018
No comments:
Post a Comment