17 Oct 2018

Hijab yang ‘Membebaskan’



Di masa menginjak usia remaja, aku berdiri diantara dua sisi yang berlawanan. Sisi pertama, aku ingin terlihat dan tampil cantik sebagaimana kebanyakan gadis Amerika lainnnya. Di sisi lain aku merasa tidak puas dengan fisikku sendiri dan itu membuatku malu untuk tampil cantik. Karena aku kira aku tak akan terlihat cantik.

Saya ingat bahwa saya sangat menyukai majalah mode yang menampilkan model-model terkenal dengan pakaian yang begitu gemerlap dan menantang, dan aku jatuh cinta dengan semua gaya pakaian tersebut. Teman-temanku juga sering membicarakan tentang mode terbaru, model idola mereka dan mengobrol seputar tempat belanja baju. Mereka juga tak ketinggalan untuk membicarakan model pakaian aktor terkenal plus dengan gaya rambutnya.

Ibuku seakan-akan tahu bagaimana seharusnya aku tampil di depan mereka. Ibuku selalu berkomentar tentang pakaian yang aku pakai. Kemudian dia akan mengajak saya berbelanja dan mengisi lemari dengan baju-baju yang menurut ibuku keren untuk dipakai gadis remaja sepertiku dan mengundang decak kagum lelaki.

Saya suka melihat tampilanku di cermin. Aku kagum dengan tampilanku. Sebenarnya aku hanya kagum dengan pakaian indah yang aku pakai, tapi aku membenci tubuhku sendiri. Aku merasa aku kurang cantik, bahkan mungkin tidak cantik di mata lelaki. Aku selalu membanding-bandingkan diriku dengan teman-temanku yang lebih cantik. Lebih ramping dan memiliki bentuk tubuh yang proporsional.

Oleh karena itu, aku selalu canggung dan minder ketika melangkah keluar dan berjalan bersama teman-temanku.

Suatu hari aku ingat ketika saya pergi ke sekolah dengan memakai rok mini. Itu adalah hari pertamaku memakai rok dengan memperlihatkan bagian paha. Tiba-tiba saya seakan ditekan oleh perasaan tidak nyaman. Aku tidak nyaman dengan kenyataan pahaku terbuka dan aku tidak bebas ketika bergerak dan berjalan. Kakiku seakan diikat saking ketatnya rok mini tersebut. Terkadang aku takut seandainya rok yang aku pakai robek. Jadi, terkadang hal itu membuat wajahku memerah. Aku tak habis pikir bagaimana mungkin banyak teman-temanku yang menyukai model rok seperti itu, sementara aku merasa tersiksa ketika memakainya.

Alih-alih merasa bangga, justru aku merasa terhina karena aku pikir tubuh tidak idealku semakin terlihat celanya di hadapan orang lain. Semakin aku membuka tubuhku, semakin orang tahu bahwa tubuhku tidak indah sama sekali. Entah itu perasaanku yang berlebihan atau apa, yang jelas aku tidak menyukai pakaian seperti itu dan aku tidak pernah lagi memakainya ke sekolah.

Suatu ketika aku juga pernah tergoda untuk bergabung bersama teman-temanku berpesta di pantai. Ketika itu awal musim panas dan teman-temanku berniat menghabiskan waktu di pantai. Tentu kau tahu aku harus memakai bikini. Dan aku membayangkan tubuhku hanya ditutupi di bagian dada dan bokong. Tapi aku lagi-lagi tak berani untuk mengambil resiko. Itu berarti aku akan mempertontonkan tubuh gemukku. Terkadang aku merasa ini benar-benar gila sekaligus lucu. Coba kau pikir betapa banyak tekanan mental hanya gara-gara kain yang dipakai.

Ujung dari semua itu, aku berjanji untuk melepaskan diri dari kewajiban mengenakan hal yang ‘benar’. Aku tak ingin dinilai berdasarkan pilihan mode dan tipe tubuhku yang tidak sesuai dengan mode. Mode seakan-akan diperuntukan untuk wanita-wanita langsing, wanita yang cantik dan menggairahkan. Aku tidak lagi peduli dengan apa yang orang lain pikirkan tentang diriku dan kenapa aku tidak mengikuti arus. Karena aku tidak ingin menjadi budak penilaian orang lain.

Meskipun aku telah terbebas dari belenggu dunia mode, aku masih merasa tidak nyaman dengan tubuhku sendiri. Aku sadar bahwa diriku terobsesi dengan segala kriteria tentang wanita cantik, tubuh proporsional dan perawatan tubuh yang harus kulakukan. Jadi, aku sepenuhnya tidak merdeka dari perasaan tertekan itu.
Singkat cerita, aku mengenal islam dan aku mengakui bahwa tidak ada yang lebih sempurna dari ajaran islam. Syariatnya menjaga kehidupan sehingga selalu berjalan sesuai dengan harmoni. Islam membebaskan dari perbudakan sesama manusia, menuju kemerdekaan yang sejati. Kemerdekaan tauhid.

Pada akhirnya aku mengenakan hijab, kurang lebih setahun atau lebih setelah aku mengucapkan syahadat sebagai tanda keislaman. Disinilah aku merasakan satu hakikat tentang kebebasan diri dari belenggu mode. Aku tiba-tiba bebas untuk melangkah dengan pakaian yang tertutup, hanya wajah dan telapak tangan. Aku bebas karena tidak ada lagi orang yang menilai tubuhku sedemikian rupa. Aku juga bebas karena rasa khawatirku dan obsesi yang tidak masuk akal.

Suatu keetika aku berada di kereta bawah tanah. Di sana aku melihat seorang wanita dengan muka ditutup burqa. Jujur, aku begitu bangga dan kagum dengan mereka, mereka begitu bebas melihat orang-orang disekitar mereka, tapi orang-orang tak bisa bebas memandang dan menilainya. Yang mereka tahu, dia seorang wanita. Itu saja. Bagiku, muslimah yang menutup tubuh mereka adalah wanita terhormat dan berharga. Mereka begitu mahal sehingga tak sembarang lelaki bisa menikmati lekuk tubuhnya. Atau mereka begitu berharga sehingga tidak setiap orang bisa mencibir dan melecehkan bentuk tubuhnya yang tidak proporsional seperti yang selama ini aku khawatirkan. Seperti kekhawatiranku akan komentar orang-orang ketika aku mengekpos tubuhnya.

Satu hal yang tidak boleh aku lupakan untuk diketahui kalian bahwa islam mendorong saya untuk menjadi wanita yang selalu bersyukur dan mencintai tubuhku sendiri. Aku bersyukur atas semua hal yang sebelumnya aku anggap cacat dan aib. Aku bersyukur atas tubuhku yang selama ini aku khawatir atas penilaian orang lain betapa aku tidak menarik di hadapan mereka, terutama para lelaki. Karena itu, aku menutupnya dan meyakini betapa berharga diriku.

Sebagai seorang wanita muslim, aku tidak lagi merasa terancam oleh kompetisi dengan wanita lain. Tidak ada kompetisi kecantikan antara saudari muslimah. Mereka menjadi teman sekaligus saudara perempuanku.

Saya tidak lagi terbelenggu oleh syarat-syarat kecantikan dan penilaian orang lain tentang betapa wanita harus tampil cantik dan menawan. Aku hanya ingin tampil ‘cantik dan menawan’ di hadapan Allah, dan tentu saja di hadapan suamiku yang akan menerimaku apa adanya.

Tetapi itu bukan berarti aku membiarkan diriku tidak terawat sama sekali. Aku memakai apa yang membuat aku merasa baik dan cantik. Tapi ‘cantik’ bukan kriteria yang telah diberikan oleh majalah mode tentang apa yang harus aku pakai. Keyakinan saya tentang kecantikan adalah apa yang datang dari islam, bukan apa yang datang dari bayangan cermin.

Hijab telah memberi saya kebebasan untuk bergerak dengan menyandang martabat. Aku bebas sekarang.

Diterjemahkan dari laman aboutislam.net
Alih bahasa oleh Husni Mubarok

===
ARTIKEL INI DIMUAT DI MAJALAH ELFATA EDISI 07 TAHUN 2018



Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment