18 Oct 2018

A Copy of My Mind, Menyoroti Kaum Urban Marginal dan Realita Sosial Kota Metropolitan



Film A Copy of My Mind menyoroti kehidupan kalangan urban marginal di Jakarta. Selain itu, film ini mengombinasikan antara romantisme dan realitas sosial yang bagi saya sangat jarang diangkat atau bahkan mungkin tidak ada sama sekali. Baru kali ini saya menemukan film yang memadukan antara kehidupan Jakarta yang apa adanya dengan begitu jelas dan kentara.

Sayangnya, film yang satu ini terkesan kasar dan ‘jorok’ yang tentunya keluar dari pakem film indonesia yang menjunjung kesopanan dan ketabuan. Paling tidak, jangan menonton versi utuhnya jika yakin kamu tidak sabar untuk skip bagian tertentu.

Oke, saya akan kutipkan satu anekdot yang paling saya sukai dari film yang satu ini. Terkesan karena barangkali kita pun pernah mengalaminya.

“Kalo cari laki baiknya yang kaya.”
“Emang kenapa mbak.”
“Ya enaklah, kalo punya laki kaya tuh kita nggak usah cape kerja. Tinggal ngurus anak di rumah.”
“Lho, bukannya ngurus anak juga kerja.”
“Ya…tapi kan bedaa.”

***

“Bang, kasetnya gue balikin ya. teksnya jelek banget.” Seru Sari dengan bibir cemberut.
“Eh, lu beli kaset film buat ditonton gambarnya kan, bukan buat ditonton teksnya.”
“Ya kan gue pasti nggak bakalan beli kaset kalo nggak ada teksnya.”
“Gue nggak mau ganti hanya gara-gara teks subtitle jelek. Kalo gambarnya jelek baru gue ganti sama kaset baru.”
“Yaelah, pokoknya nggak mau tahu.”
Si penjual kaset mendengus. “Noh, lu kalo mau protes mending langsung sama ownernya deh. Mumpung lagi disini.” Sambil menunjuk soerang lelaki tegap berambut gondrong.
Sari menghampirinya, “Ini elu yang nranslate ya.”
“Iya.”
“Jelek banget. Bisa bahasa inggris nggak sih.”
“Heh, kalo mau yang bagus beli yang ori, bukan beli yang bajakan. Bajakan aja protes.”
“Iya, tapi kan beli bajakan juga pake duit.”

Nah, saya tersenyum sendiri mengingat saya juga dulu penikmat kaset dan buku bajakan. Dan sekarang sudah tobat. Catat ini! :D

Disamping percakapan-percakapan yang membumi, kadang terselip realita sosial yang miris yang bisa kita simak. seperti obrolan Sari dengan narapidana kasus suap, Mirna.

“Kalo kena kasus tinggal kasih uang pelicin.”
“Oh gitu.”

“Iya, polisi-polisi itu juga sama kayak kebanyakan orang. Butuh duit buat makan buat anak istrinya.”

Melalui A Copy of My Mind kita bisa melihat wajah asli Jakarta yang sumpek, kumuh, dan berisik. Mempergunakan Sari dan Alek, penonton dibiarkan menengok bianglala kehidupan masyarakat kelas bawah yang seringkali jalan di tempat dan tampak begitu menjemukan pula melelahkan. Saking melelahkannya sampai-sampai mereka masa bodoh dengan segala hiruk pikuk kampanye menjelang Pemilihan Presiden karena tidak ada waktu untuk memikirkan sesuatu yang bahkan tidak akan memberi kontribusi terhadap kehidupan mereka. Beberapa kali melewati keramaian kampanye, Sari terlihat tak menunjukkan ketertarikan. Obrolannya dengan Alek pun tak pernah menyinggung soal politik. Paling dekat adalah saat dia berbincang dengan klien, itu pun sebatas “iya nih bu, berisik banget.”


Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment