11 Oct 2018

Hanya Tempat Persinggahan



Dikisahkan bahwa ada satu suku di sebuah pulau yang berencana untuk mencari pulau baru yang mereka harapkan bisa memperbaiki kondisi kehidupan mereka. Pulau yang saat itu mereka tempati bukanlah pulau subur sehingga mereka tidak mendapatkan banyak keuntungan.

Oleh karena itu, mereka pun mempersiapkan pelayaran mengarungi samudera. Disiapkanlah kapal layar besar untuk mengangkut semua anggota suku dan bahan-bahan bekal selama pelayaran mereka. Di waktu yang tepat dan cuaca yang bagus, mereka pun belayar menempuh samudera yang luas.

Di tengah pelayaran tersebut, mereka melihat sebuah pulau kecil. Tapi pulau kecil itu tidak mungkin mereka tinggali. Mereka membutuhkan pulau yang besar. Tapi mereka berencana untuk singgah sementara di pulau kecil itu. Mereka berharap bisa menambah bekal mereka.

Mereka pun mendarat di pesisir pulau tersebut dan beristirahat semalam. Ketika pagi tiba, mereka bahu membahu mencari dan mengumpulkan bekal sebelum melanjutkan pelayaran.

Ada beberapa orang diantara mereka yang terlena dengan keindahan pulau kecil itu.

“Kenapa kita tidak tinggal di sini saja? Inilah pulau yang sudah jelas kita temukan. Tapi jika kita terus berlayar kita tidak pernah tahu apakah kita akan menemukan pulau baru atau tidak.” Protes diantara mereka kepada kapten kapal. Mereka ngeyel ingin tetap tinggal.

Maka kapten kapal berkata, “Pulau ini terlalu kecil untuk kita. Dan pada saatnya nanti, cepat atau lambat, sumber daya alam pulau ini akan cepat habis. Kita perlu pulau yang besar.”

“Apakah kau yakin akan menemukan pulau besar itu?” tanya si orang yang sama.

“Ya, pulau besar itu sudah ada di peta.” Jawab si kapten kapal.

Tapi tetap saja beberapa orang diantara mereka tidak mengindahkan kata-kata si Kapten. Mereka memilih tinggal di pulau kecil itu.

Akhirnya sang Kapten tak bisa berbuat banyak. Dia membiarkan beberapa anggotanya tinggal di pulau itu. Sementara mereka meneruskan perjalanan menuju pulau harapan.

Kisah tersebut adalah kisah tamsil atau perumpamaan dengan kehidupan dunia kita. Pulau kecil itu adalah dunia yang kita tinggali. Sementara pulau besar yang dituju dan tertera di peta sang kapten adalah alam akhirat dengan segala kenikmatannya. Yakni surga. Dan kapten kapal adalah mereka yang menyeru kepada kebaikan dan jalan tauhid.

Betapa banyak dari kita yang terlena dengan kehidupan dunia layaknya tokoh cerita yang memilih tinggal di pulau kecil. Mereka masih ragu dengan keberadaan pulau harapan. Begitu juga manusia, banyak yang meragukan akhirat. Ataupun mereka percaya, tapi mereka terlanjur terlena dengan gemerlap dunia sehingga lupa akan kehidupan akhiratnya.

Kita hanyalah pengembara. Jangan sampai kita tergila-gila dengan halte persinggahan. Karena sejatinya dunia kita adalah halte persinggahan untuk mengumpulkan bekal, memulihkan tenaga dan mengatur rencana masa depan.

Istirahatlah sejenak, duduklah sebentar, minumlah beberapa teguk air, makanlah beberapa suap, agar energy bangkit kembali untuk melanjutkan perjalanan.

Hal inilah yang dipahami oleh seorang salaf sehingga dia berkata, “Aku dan dunia ini ibarat seseorang yang berjalan di bawah terik matahari. Kemudian berteduh di bawah pohon. Ketika hari sudah teduh, ia pun harus pergi.”

Yang namanya berteduh berarti bukan tinggal selamanya. Hanya tempat bernaung untuk mengatur nafas dan melepas lelah. Ingatlah, dunia ini adalah persinggahan, dan kita adalah para musafir. Ya, musafir menuju rumah abadi kita. Surga firdaus.

Semoga menginspirasi
Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment