Semua orang sepakat bahwa bohong itu satu perbuatan tercela yang membuat pelakunya hina. Bohong juga bisa membawa kerusakan dan kebencian antara sesama manusia.
Bohong ini ternyata semakin menggejala di tengah era milenial. Dimana informasi begitu cepat menyebar dan diketahui di berbagai penjuru. Broadcast sosial media dan share berantai menjadi sebab cepatnya arus informasi tersebut mengalir.
Seiring kecepatan informasi tersebut, kita juga terkadang tidak bisa menyaring mana berita dan informasi yang benar, mana yang palsu dan bohong. Sehingga muncul banyak hoax yang diakui sebagai kebenaran. Hoax yang merugikan pihak lain, menghujat dan meruntuhkan mental lawan dan menebar kebencian.
Di sisi lain, banyak orang yang mengecam hoax. Tapi tak lama kemudian si penghujat berita hoax justru di kesempatan yang lain menjadi seorang penyebar hoax demi kepentingannya. Istilahnya halal untukku, haram bagimu.
Ada kisah tamsil yang bagus untuk kita simak.
Suatu hari Nasruddin meminjam panci dari tetangganya. Kemudian mengembalikan panci tersebut beserta panci kecil di dalamnya.
Kemudian dengan keheranan, si tentangga tersebut bertanya kepada si Nasrudin, “Panci kecil ini untuk apa?"
Nasruddin menjawab dengan enteng, "Kemarin pancimu melahirkan di rumahku, dan panci kecil itu adalah anaknya."
Apa yang dilakukan si tetangga, apakah dia menertawakan Nasrudin dan menyangkal kisah Nasrudin yang konyol dan tak masuk akal itu? Jawabannya adalah tidak. Si tetangga justru dengan senang hati menerima alasan Nasruddin, karena hal itu menguntungkannya. Dia jadi punya dua panci sekarang.
Sebulan kemudian Nasrudin kembali meminjam panci dari tetangganya. Teringat kejadian bulan lalu, maka tetangganya meminjamkan panci yang berukuran lebih besar kepada Nasrudin dengan harapan dia akan mendapatkan anak panci yang jauh lebih besar dari sebelumnya.
Hari pun berlalu dan panci tak kembali, esok paginya dia menemui Nasruddin dan bertanya tentang pancinya.
“Wahai Nasrudin, apakah kau sudah selesai memakai panciku?” tanya si tetangga.
Apa jawab si Nasrudin?
Wajah Nasrudin pun tampak berubah menjadi sedih. Dia menjawab, “Aku turut bersedih karena pancimu telah mati kemarin. Aku telah menguburkannya. Semoga engkau merelakan pancimu.”
Dengan nada marah si tetangga berseru kepada Nasrudin, “Bagaimana mungkin panci bisa mati, ini hanya permainanmu saja, kembalikan panciku sekarang juga.”
Nasrudin hanya tersenyum lebar dan berkata dengan pasti, “Mengapa kamu tidak percaya kalau pancimu telah mati, sedangkan bulan kemarin kamu percaya bahwa pancimu telah melahirkan.”
Si tetangga hanya terdiam dan malu.
Dari kisah tamsil ini kita bisa mengambil banyak pelajaran berharga
Pelajaran yang pertama, banyak diantara kita yang menerima segala bentuk kebohongan jika itu menguntungkan kita atau kelompok kita.
Kemudian pelajaran yang kedua, banyak dari kita yang menolak kebenaran atau kejujuran jika itu merugikan kita.
Orientasi kehidupan kita bukan dari benar atau salah, tapi dari untung dan rugi. Jika untung, maka kita akan menerimanya, tidak peduli haram atau salah. Dan jika merugikan, kita akan menghindarinya, tidak peduli itu sebuah kebenaran.
Semoga bermanfaat.
Wallahu a’lam
Artikel ini pernah dimuat di plukme dengan alamat>> https://www.plukme.com/post/halal-bagiku-haram-untukmu-5bb5d9733d52a
No comments:
Post a Comment