26 Sept 2018

Sudah Rajin Ibadah, Tapi...



Diriwayatkan bahwa pada suatu hari, Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di rumah beliau. Rumah Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam  sangat sederhana dan lebih tepat disebut bilik kecil di sisi Masjid Nabawi.

Umar melihat ada bekas gurat-gurat bekas tikar pada tubuh Rasulullah. Beliau memang biasa tidur di tikar yang kasar. Umar pun menangis melihat kondisi beliau.

“Mengapa kamu menangis, ya Umar?” tanya Rasulullah heran melihat umar menangis dihadapannya.
Maka Umar menjawab di sela isak tangisnya, “Bagaimana saya tidak menangis ya Rasulullah, Kisra dan Kaisar duduk di atas singgasana bertatakan emas, sementara tikar ini telah menimbulkan bekas di tubuhmu. Padahal engkau adalah Nabi Allah yang lebih mulia dibanding Kisra dan Kaisar.”

Sembari tersenyum, Nabi shollallahu 'alaihi wasallam menjawab, “Mereka adalah kaum yang kesenangannya telah disegerakan sekarang juga, dan tak lama lagi akan sirna, tidakkah engkau rela mereka memiliki dunia sementara kita memiliki akhirat? Kita adalah kaum yang menangguhkan kesenangan kita untuk hari akhir. Perumpamaan hubunganku dengan dunia seperti orang bepergian di bawah terik panas. Berlindung sejenak di bawah pohon, kemudian pergi meninggalkannya.”

Umar seperti disadarkan dengan jawaban yang sarat makna itu. Kelak, ketika menjadi amirul mukminin, Umar menjadi pemimpin yang sangat sederhana. Umar berusaha meneladani Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam dalam kesederhanannya. Tidur di bawah pohon, sering lapar, dan pakaiannya sama dengan pakaian pembantunya sehingga ketika menaklukkan Baitul Maqdis, ada orang yang salah mengira pembantunya sebagai amirul mukminin.

Bukan berarti dengan ibadah kita yang teguh sebagai jaminan seluruh kekayaan dan perbendaharaan dunia mendatangi kita.

Kadang ada orang yang mempertanyakan, “Saya sudah rajin sholat, mengapa dagangan saya nggak laris-laris padahal teman saya yang sholatnya hanya hari Jumat dagangannya laris sekali?”

Kemudian yang lain ada yang berkata, “Mengapa saya yang sudah hijrah meninggalkan pekerjaan syubhat anak-anak saya sering sakit sedangkan tetangga saya yang sering berjudi anaknya selalu sehat?”

Kemudian yang lain ada yang bertanya-tanya, “Saya sudah rajin sedekah dan banyak membaca Al Quran belum dapat jodoh sedangkan teman saya yang banyak bermaksiat justru langsung dapat jodoh setelah wisuda?”

Dan pertanyaan-pertanyaan serupa, dengan nada dan rasa bahwa ia kerap dirundung masalah padahal sudah rajin ibadah.

Ingatlah bahwa tidak semua kesulitan berarti jauhnya Allah subhanahu wata'ala dari kehidupan kita. Tapi bisa jadi kesulitan-kesulitan itu sebagai ujian dari Allah subhanahu wata'ala. Sudah benarkah keimanan kita? Sudah luruskah hijrah kita? Atau jangan-jangan dengan ujian ini kita malah berbalik ke belakang, lari kembali menuju kehidupan lama yang kelam.

Seringkali kita membandingkan nasib orang yang beriman dengan nasib orang yang tidak beriman dengan menggunakan ukuran dunia. Padahal Allah tidak banyak berjanji urusan dunia terhadap orang-orang beriman. Justru Allah subhanahu wata'ala banyak berjanji tentang balasan akhirat untuk orang-orang beriman.

Tugas kita adalah terus beribadah kepada Allah subhanahu wata'ala dan mencari keridhoan-Nya. Jika Dia menurunkan karunia dan nikmat kita syukuri dan yakini itu balasan di dunia yang tidak ada apa-apanya jika dibanding balasan akhirat. Tapi jika diberi kesempitan maka sabarilah dan yakini bahwa Allah sedang menguji keimanan kita.

Semoga bermanfaat
Wallahu a’lam

Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment