23 Jun 2018

Perempuan Berhati Malaikat



Seperti apa yang sering disebutkan dalam pepatah, penyesalan selalu datang di akhir. Pun itulah yang sekarang dirasakan oleh Taslim. Penyesalan yang datang secara tiba-tiba yang membuatnya menderita. Entahlah, andai waktu bisa diputar ulang, mungkin Taslim rela mengulang satu penggal episode kehidupannya, walaupun untuk itu dia harus membayar mahal. Tapi tak ada kata mahal untuk kesempatan yang berharga. Sayangnya, waktu tak mungkin diputar ulang.

Semua itu berawal hanya dari satu keinginan; menginginkan kebahagiaan dan kepuasan, tapi nyatanya tersesat dalam tipuan hawa nafsunya sendiri.

Semuanya bermula dari pernikahan Taslim dengan Aber. Seorang gadis San’a pilihhan orang tuanya. ahh, etahlah, Taslem menganggap perjodohan itu satu hal yang paling konyol yang pernah ada di dunia. Kenapa pula orang tua harus menjodohkan anak-anak mereka? Tapi itulah kenyataannya, Ayahnya Jabir dan ibunya Hanim mencoba meyakinkan dirinya bahwa Aber gadis yang cantik dan shalehah.

Bukan itu yang menjadi masalah bagi Taslim. Tak masalah dengan Aber jika memang dia cantik dan shalehah. Tapi Taslim sudah menyimpan sebauh nama di hatinya. Dia sudah mengukir nama Nouf di dalam hatinya yang terdalam. Seorang perempuan yang bekerja di klinik kesehatan yang biasa dikunjunginya itu telah menawan hatinya. Dia telah jatuh cinta kepada Nouf sejak percakaan pertama mereka.

Lihatlah Nouf yang tidak kampungan dan lugu seperti Aber. Kau mungkin penasaran kenapa Taslim berani mengatakan Aber lugu dan kampungan? Yeah, karena Taslem kenal aber yang sering diajak berkunjung oleh kedua orang tuanya ke jeddah, atau orang tuanya dan dia yang terpaksa ikut berkunjung ke rumah Aber. Saling mengunjungi termasuk jadwal wajib bagi calon menantu dan calon mertua.

Sepertinya, jika Taslim membuat daftar antara kelebihan Nouf dan kekurangan Aber, maka dia akan menemukan banyak perbedaan layaknya langit dan bumi. Aber seorang wanita pendiam, sementara Nouf wanita yang supel dan begitu mudah berinteraksi. Dia selalu mengumbar senyum dan begitu renyah ketika tertawa. Aber seorang wanita yang hanya lulusan bangku sekolah menengah, sementara Nouf lulusan universitas terkenal. Aber lugu dan sedikit gemuk dengan busana sederhana, sementara Nouf memiliki minat tinggi terhadap bentuk tubuh dan busana. Ah, Nouf.

Hingga pada akhirnya takdir harus menentukan bahwa Taslim harus menikah dengan Aber. Tentunya kau tahu bagaimana perasaan Taslim dengan pernikahannya tersebut. Dia berjanji bahwa suatu saat nanti, entah cepat atau lambat dia akan menceraikan Aber dan menikah dengan gadis yang telah dia idam-idamkan, Nouf.

Sungguh, Taslim hanya menginginkan Nouf. Walau ia tahu bahwa Aber seorang istri yang begitu berbakti. Tapi itu semua tak ada harganya dibanding rasa cintanya terhadap Nouf yang semakin hari semakin menjadi-jadi.

Aber selalu melakukan apa yang Taslim suruh dan apa yang Taslim inginkan. Aber selalu datang dan selalu menawarkan jasanya sebagai seorang istri. Tapi Taslim tak perlu bermesra ria dengan istrinya, dia hanya perlu menjadikan istrinya sebagai seorang yang bisa membantu segala keperluannya. Hanya itu saja. Sungguh, Aber tak pernah mengeluhkannya. Tapi Taslim pun tak mau tahu dan tak akan pernah peduli jika Aber mengadukan semua sikap acuh tak acuhnya kepada kedua orang tuanya atau mungkin kepada teman-teman Aber. Tapi Taslim yakin Aber tak pernah melakukannya, karena dia pun tak pernah menerima ceramah tentang menjadi suami yang berbakti dari ibunya, persis seperti beberapa hari sebelum pernikahannya.

“Oke, sebenarnya aku tidak pernah mencintaimu, Aber. Anggaplah kebersamaan kita seperti kebersamaan teman dan tak lebih dari itu.” Ungkap Taslim suatu hari di hadapan Aber yang sedang menghidangkan kopi susu kesukaannya.

Aber hanya mendongakan kepalanya dan tak bertanya kenapa. Dia hanya menghela nafas dan berkata dengan lirih, “Maafkan jika pernikahan kita membuatmu menderita.”

“Jika waktunya tiba, mungkin kita bisa berpisah dengan baik-baik. Tapi tentunya perceraian saat ini tidak mungkin terjadi. Orang tuaku akan kaget jika aku melakukannya.” Tambah Taslim sembari menatap tajam Aber. Aber hanya menunduk dan berlalu dengan langkah gontai. Taslim tahu bahwa Aber merasa sakit hati mendengar kata-katanya. Taslim juga tahu bahwa Aber mencintainya layaknya rasa cinta seorang istri terhadap suami. Tapi taslim tak peduli, dia tak mungkin mengorbankan cintanya untuk Nouf.

***

Dan pada akhirnya setelah enam bulan pernikahan itu, Taslim menceraikan Aber dan mengembalikannya kepada orang tuanya. kedua orang tua Aber bertanya-tanya apa yang terjadi sehingga mereka memutuskan untuk berpisah. Taslim tak perlu waktu lama untuk menjelaskannya selain dengan jawaban bahwa diantara mereka sudah tidak ada kecocokan. Sementara Aber hanya menjawabnya dengan linangan air mata.

Taslim ingat di hari perpisahan mereka. Untuk hari terakhirnya, Aber menyetrika baju-bajunya yang belum sempat disetrika dan merapikan semua sisi rumah yang selama enam bulan telah dia tempati dan hari itu dia harus meninggalkannya dan kembali kepada kedua orang tuanya. Aber merapikan semua pakaian Taslim dan bertanya, apakah ada pakaian kotor yang perlu dicucinya? Seperti hari-hari sebelumya, dia selalu telaten dan bertanya apa keperluannya. Dan di hari perpisahan itu, Aber tetap melakukan hal yang sama walau dengan hati yang sakit.

Akhrinya, Taslim telah terlepas dari belenggu yang selama ini dia menganggapnya sebagai sumber penderitaan. Tak perlu menunggu lama, dia bisa menghubungi Nouf karena dia tahu Nouf belum menikah.

Betapa bahagianya Taslim ketika untuk pertama kalinya dia bisa kembali mendengar suara Nouf dan memastikan bahwa wanita itu masih mencintainya.

“Marilah kita menikah.” Ajak Taslim dengan antusiasme tinggi.

Tapi Nouf menggeleng keras seakan-akan ajakan Taslim adalah hal yang paling menakutkan dalam hidupnya. “Aku tidak akan menikah sebelum bisa meraih gelar doktorku. Perlu beberapa tahun lagi untuk bisa menikah denganku.” Jawab Nouf.

“Aku akan menunggumu.” Jawab Taslim.

Dan tahun demi tahhun Taslim menunggu hingga akhirnya Nouf berhasil menyelesaikan pendidikannya dan kembali ke kota kelahirannya. Taslim mendantanginya dan kembali mengajaknya menikah.. Tapi Nouf masih memiliki alasan lain untuk  tidak buru-buru menikah. “Sayangku Taslim, aku ditugaskan di luar Jeddah, dan ini adalah kesempatan emas bagiku untuk berkarir. Aku tak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini. Tunggulah beberapa tahun lagi.”

Taslim menghela nafas dan tetap mengangguk ikhlas.

“Kau bisa berkunjung jika kau mau.” Ujar Nouf

“Mana bisa begitu. Seorang lelaki ajnabi tak mungkin menemui perempuan yang tidak halal baginya. Oleh karena itu mungkin kita bisa menikah dan aku mengikutimu. Dan aku juga akan mencari pekerjaan disana.” Taslim masih mencoba untuk meyakinkan.

“Itu tidak semudah yang dibayangkan, Taslim.” Bantah Nouf sembari menggelengkan kepala dengan lemah. Di kedua bola matanya yang lentik dan menghitam karena maskara tergenang air mata. Tanpaknya dia juga merasakan perasaan yang sama dengan perasaan Taslim. Tapi dia lebih mencintai karirnya dibanding diri Taslim.

***

Taslim diguncang penderitaan dan keputus asaan ketika pada akhirnya dia menerima kabar bahwa Nouf menikah dengan seorang lelaki Mesir yang memiliki profesi sama dengan Nouf. Lelaki yang berprofesi dokter bahkan memiliki rumah sakit itu telah merebut gadisnya. Taslim merasa hancur dan telah dikhianati.

Hingga pada suatu hari dia menerima pesan singkat dari Nouf.

Taslim, maafkan aku yang telah membuatmu menunggu dan menanggung pengharapan. Tapi takdir berkata lain. Aku dijodohkan oleh orang tuaku dengan seorang dokter. Dan aku harus menghadapi realita ini. Aku harus belajar mencintai suamiku dan melupakan dirimu.
Nouf.

Taslim menangis dan tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Dia merasa bahwa dia telah dicampakan dan kehormatannya telah diinjak-injak. Betapa mudah Nouf mengingkari janjinya dan betapa bodohnya dia. Disaat itulah dia teringat Aber dan merasa menyesal dengan semua yang telah terjadi. Dia menyesal karena dia tidak mencoba untuk belajar mencintai Aber layaknya Nouf yang belajar untuk mencintai suaminya yang dokter itu. Dia menyesal karena telah mencampakan dan tidak menghargai semua cinta yang coba Aber berikan kepadanya. Tapi Taslim tahu bahwa dia harus bangkit dan merenda hidup baru.

“Apakah selama ini Aber masih berkomunikasi dengan ibu?” tanya Taslim suatu hari kepada ibunya.
Ibunya menatap taslim dengan tatapan menghakimi, karena ibunya tahu apa yang terjadi, “Kenapa kau bertanya Aber?”

“Aku ingin kembali menjadikan dia istriku, jika dia belum menikah lagi.”

“Aku tidak tahu. Tapi dua bulan yang lalu aku menelponnya dan dia belum menikah dengan siapa pun. Kau memang keterlaluan Taslim, seharunya kau tidak menyia-nyiakan gadis sebaik dia.”

Taslim menunduk dan hanya mengangguk lemah.

Hari itu juga Taslim mendatangi rumah orang tua Aber dan berharap dia bisa menemukan gadis yang memiliki wajah yang berseri itu. Tiba-tiba hatinya bergejolak dan tiba-tiba getaran cinta itu memenuhi relung hatinya. Tuhan, kenapa tidak kau munculkan rasa ini sejak aku melihat Aber untuk pertama kalinya? Kenapa baru sekarang Kau hadirkan geletar ini?

Pintu rumah dibuka dan dia menemukan wanita paruh baya di ambang pintu. Itu Sahida, ibunya Aber. Wajahnya kurang bersahabat dan menatap tajam, “Mau ketemu siapa?” tanyanya ketus.

“Saya mau bertemu Aber, ummi.”

“Aber tidak ada di rumah.” Jawabnya dengan cepat dan bersiap hendak menutup pintu.

“Biarkan dia masuk ummi.” Tiba-tiba suara yang begitu familiar di telinga aber memecah rasa rikuh Taslim. Lewat daun pintu yang terbuka dia melihat Aber dengan wajah yang berseri dan memang dia selalu berseri. Oh Aber.

Sahida hanya menghela nafas dan membuka lebar daun pintu kemudian berlalu dari hadapan mereka.
“Silakan duduk.” Aber memberi isyarat dengan tangannya menyuruh taslim duduk. Taslim menghempaskan tubuhnya di sofa.

“Bagaimana kabarmu?” tanya Taslim.

“Baik, kabarmu sendiri bagaimana? Apakah kau sudah menikah dengan Nouf? Aku mendengar kabar dari ibumu kau akan menikah dengan Nouf?” sungguh,  pertanyaan ini layaknya lembing yang dilemparkan Aber ke jantung Taslim dan membiarkannya mengelepar tanpa mampu menjawabnya. Taslim tahu bahwa Aber tidak mungkin tahu Nouf yang selama ini dia cintai telah menikah dengan lelaki lain. Ataukah Aber berusaha menuntaskan dendam karena telah dicampakan dengan pertanyaan seperti itu? Ah mana mungkin. Taslim tahu Aber tidak mungkin memelihara dendam. Buktinya, wanita ini masih menyambutnya dengan wajah yang berseri walau dia pernah mencampakannnya.

Aber menyadari bahwa pertanyaan itu terlalu sulit sehingga dia mengalihkannya dengan pembicaraan yang lain, “Bagaimana kabar kedua orang tuamu?”

“Alhamdulillah, mereka baik-baik saja.”

“Maaf, aku sudah lama tidak mengunjungi mereka.”

“Tidak masalah.”

“Aku minta maaf tentang sikap ibuku kepadamu barusan. Sepertinya ibu belum bisa menerima kenyataan perceraian kita dahulu.”

Taslim menghela nafas, “Tak masalah, memang aku yang salah. Aku memang bukan lelaki yang bertanggung jawab. Aku_” Taslim masih ingin mengeluarkan semua kata-kata yang mewakili penyesalannya dan mengungkapkan keinginannya supaya Aber kembali menjadi istrinya ketika dia menangkap sekelebat lelaki yang tampan datang dari arah belakang dengan seorang anak yang kira-kira berumur dua tahun..

“Oh kenalkan, ini suamiku, Rashed dan ini anak kami, Habib.” Seru Aber sembari berdiri menyambut suami dan anaknya.

Taslim terpaku dan pada akhirnya dia berdiri dan menyalami pria yang beberapa senti lebih tinggi dari dirinya. “Senang bertemu Anda, tuan Rasyid.”

“Yeah, saya juga senang bertemu Anda.” Jawab Rashed dengan senyum yang sumringah. Taslim menjadi serba salah.

Pada akhirnya, Taslim harus menahan gejolak semua perasaannya selama mereka berempat terlibat dalam percakapan yang panjang di ruang tamu.
 
Taslim tahu bahwa dirinya tidak mungkin bertahan lama di sana sehingga dia memutuskan untuk segera hengkang. Taslim meminta izin untuk pulang.

“Oh kenapa terburu-buru, hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan kami. Jadi tunggulah, sebentar lagi nasi biryani dan Shawarma domba pesanan kami akan datang.” Tanpaknya Rashed menginginkan Taslim tinggal lebih lama yang itu berarti Taslim harus menanggung penderitaan lebih lama.

Tapi Taslim tetap memutuskan pulang. Dia melangkah dari rumah itu setelah Rashed memeluknya dan Aber melepas kepergiannya dengan senyum.

Lihatlah, betapa wanita itu memiliki hati yang suci dan betapa bodohnya aku yang tidak menyadari betapa berharganya dia, begitu pikir Taslim. Wanita itu memiliki hati seperti malaikat yang tidak dirasuki kebencian. Walaupun dia sudah dicampakan dan rasa cintanya dibalas dengan pengabaian.
Masuk ke dalam mobil, Taslim menyalakan AC dan menangis sejadi-jadinya. Dia tahu, bukan salah Tuhan yang terlambat menghadirkan getar rasa cinta kepada Aber dihatinya, karena bagaimana pun juga rasa cinta itu timbul karena diputuskan untuk ada. Tapi selama dua tahun kebelakang, dia tidak mencoba membangun rasa cinta itu.

Taslim terisak-isak dan tidak tahu apakah dia masih memiliki kesempatan untuk memiliki cinta?

Sumber gambar: pinterest
Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment