19 Mar 2018

Bahkan Kau Tidak Tahu Semua Pengorbanannya


Orang tua adalah malaikat kita. Ya, tersebab merekalah kita dilahirkan di dunia. Untuk itu, pantas saja jika Allah Subhanahu wata'ala meletakan taat kepada orang tua sebagai salah satu bentuk ketaatan kepada-Nya. Ketika kita mendapat ridho orang tua, maka kita mendapat Ridho-Nya.

Sayangnya, banyak anak yang terlalu meremehkan orang tua. Menganggap mreka otoriter, mengekang, dan tidak membahagiakan mereka. Padahal, andai mereka tahu seberapa besar kasih sayang dan pengorbanan kedua orang tua, maka mereka tidak akan berani menegakan muda di hadapan orang tua.

Semoga kisah ini bisa memberi kita pencerahan baru.

Suatu hari saya sangat marah kepada orang tuaku, terkhusus ayah. Saya meninggalkan rumah dan bersumpah untuk tidak kembali. Orang tuaku tidak membelikanku sepeda. Padahal semua teman-temanku sudah memiliki sepeda dan sudah mahir menggunakannya.

Ketika berjalan itulah, saya baru menyadari bahwa saya memakai sepatu milik ayah. Sebelumnya aku mencuri dompetnya, di dalamnya ada beberapa kertas.

Sementara, saya bergegas berjalan kaki menuju pemberhentian bus, saya menyadari sedikit rasa sakit di kaki saya. Saat itulah saya baru menyadari bahwa sepatu itu berlubang cukup lebar di bagian bawahnya. Alasnya sudah tipis sehingga kakiku sakit sekali.

Tidak ada bus di sekitar saya. Karena tidak tahu harus berbuat apa, saya mulai mengeluarkan dompet ayah saya. Saya menemukan kertas bukti penerimaan pinjaman uang yang dia ambil dari kantor.

Setelah itu saya menemukan tagihan laptop (yang dia beli untuk saya). Dan yang paling mengejutkan, saya menemukan sepucuk surat managernya untuk memakai sepatu yang terlihat rapi dan lebih baik dari sepatu yang biasa dia pakai, untuk hari selanjutnya ketika kerja di kantor. Saya juga ingat ibu pernah memintanya untuk mengganti sepatu dengan yang baru. Tapi ayah bilang bahwa sepatunya masih bisa bertahan enam bulan lagi.

Saya juga menemukan lembar  penawaran pertukaran sukter tua yang biasa dia pakai untuk berangkat ke kantor dengan sepeda baru. Saya langsung ingat, bahwa saat saya pergi tadi, skuter ayah tidak ada di depan rumah.

Tiba-tiba saya merasakan kedua lutut saya gemetar dan seakan-akan saya ingin ambruk karena rasa sedih, haru, dan bersalah yang mengaduk-aduk segenap hati. Saya menagis tanpa bisa mengendalikannya.

Saya berlari ke rumah hanya untuk bertemu ayah dan meminta maaf kepadanya. Ibu bilang ayah berada di tempat perkukaran. Saya kembali berbalik ke sana dan saya melihat ayah. Saya memeluknya erat-erat dan mulai menangis tak tertahankan. “Ayah, saya tidak butuh sepeda.”

Saat itulah saya menyadari bahwa ada rasa sakit, adda kesukaran yang dialami orang tua kita, dan cinta tanpa syarat yang mereka berikan kepada kita. Kita terlalu sering membuat mereka sakit untuk segala keinginan kita yang tidak realistis. Meski mereka mengabulkannya, tapi seringkali hal itu harus diiringi dengan pengorbanan hidup dan kepentingan mereka sendiri.

Mengacuhkan orang tua saat mereka masih hidup, dan merindukan mereka saat mereka tidak ada, tidak ada artinya ..

Mohon ceritakan kisah ini kepada anak-anak kita untuk membantu mereka mengidentifikasi dan mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan di dalamnya. Tentu saja nilai kemanusiaan dan kepedulian untuk orang tua kita.
Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment