Orang tua adalah malaikat kita.
Ya, tersebab merekalah kita dilahirkan di dunia. Untuk itu, pantas saja jika
Allah Subhanahu wata'ala meletakan taat kepada orang tua sebagai salah satu
bentuk ketaatan kepada-Nya. Ketika kita mendapat ridho orang tua, maka kita
mendapat Ridho-Nya.
Sayangnya, banyak anak yang
terlalu meremehkan orang tua. Menganggap mreka otoriter, mengekang, dan tidak
membahagiakan mereka. Padahal, andai mereka tahu seberapa besar kasih sayang
dan pengorbanan kedua orang tua, maka mereka tidak akan berani menegakan muda
di hadapan orang tua.
Semoga kisah ini bisa memberi
kita pencerahan baru.
Suatu hari saya sangat marah
kepada orang tuaku, terkhusus ayah. Saya meninggalkan rumah dan bersumpah untuk
tidak kembali. Orang tuaku tidak membelikanku sepeda. Padahal semua
teman-temanku sudah memiliki sepeda dan sudah mahir menggunakannya.
Ketika berjalan itulah, saya baru
menyadari bahwa saya memakai sepatu milik ayah. Sebelumnya aku mencuri dompetnya,
di dalamnya ada beberapa kertas.
Sementara, saya bergegas berjalan
kaki menuju pemberhentian bus, saya menyadari sedikit rasa sakit di kaki saya. Saat itulah saya baru
menyadari bahwa sepatu itu berlubang cukup lebar di bagian bawahnya. Alasnya
sudah tipis sehingga kakiku sakit sekali.
Tidak ada bus di sekitar saya.
Karena tidak tahu harus berbuat apa, saya mulai mengeluarkan dompet ayah saya.
Saya menemukan kertas bukti penerimaan pinjaman uang yang dia ambil dari
kantor.
Setelah itu saya menemukan tagihan
laptop (yang dia beli untuk saya). Dan yang paling mengejutkan, saya menemukan
sepucuk surat managernya untuk memakai sepatu yang terlihat rapi dan lebih baik
dari sepatu yang biasa dia pakai, untuk hari selanjutnya ketika kerja di
kantor. Saya juga ingat ibu pernah memintanya untuk mengganti sepatu dengan
yang baru. Tapi ayah bilang bahwa sepatunya masih bisa bertahan enam bulan
lagi.
Saya juga menemukan lembar penawaran pertukaran sukter tua yang biasa
dia pakai untuk berangkat ke kantor dengan sepeda baru. Saya langsung ingat,
bahwa saat saya pergi tadi, skuter ayah tidak ada di depan rumah.
Tiba-tiba saya merasakan kedua
lutut saya gemetar dan seakan-akan saya ingin ambruk karena rasa sedih, haru,
dan bersalah yang mengaduk-aduk segenap hati. Saya menagis tanpa bisa
mengendalikannya.
Saya berlari ke rumah hanya untuk
bertemu ayah dan meminta maaf kepadanya. Ibu bilang ayah berada di tempat
perkukaran. Saya kembali berbalik ke sana dan saya melihat ayah. Saya
memeluknya erat-erat dan mulai menangis tak tertahankan. “Ayah, saya tidak
butuh sepeda.”
Saat itulah saya menyadari bahwa ada rasa sakit, adda kesukaran yang dialami orang tua
kita, dan cinta tanpa syarat yang mereka berikan kepada kita. Kita
terlalu sering membuat mereka sakit untuk segala keinginan kita yang tidak
realistis. Meski mereka mengabulkannya, tapi seringkali hal itu harus diiringi
dengan pengorbanan hidup dan kepentingan mereka sendiri.
Mengacuhkan orang tua saat mereka masih hidup, dan merindukan
mereka saat mereka tidak ada, tidak ada artinya ..
Mohon ceritakan kisah ini kepada anak-anak kita untuk
membantu mereka mengidentifikasi dan mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan di
dalamnya. Tentu saja nilai kemanusiaan dan kepedulian untuk orang
tua kita.
No comments:
Post a Comment