Dulu aku pernah membenci ayah. Aku mengenalnya sebagai sosok
yang temperamental. Suka membentak dengan diiringi pelototan mata dan sesekali
memukul jika beliau merasa kesal dengan tingkah anak-anaknya.
Dulu aku pernah membenci ayah karena beliau pernah
mempermalukan diriku di hadapan teman-temanku dengan memarahiku dan mencambuk
betisku hanya karena aku tidak pulang ke rumah. Aku keasyikan bermain dan lupa
waktu.
Dulu aku pernah membenci ayahku karena beliau tidak pernah
menjadi ‘teman’ bagiku disaat aku membutuhkannya. Aku membandingkannya dengan
ayah teman-temanku yang selalu ceria dan suka bercanda dengan anak-anaknya.
Persis seperti teman yang selalu menghibur dan membutuhkan satu sama lain.
Dulu aku benci ayah karena dia tak pernah bisa kujadikan
tempat curhat. Dia tak akan pernah mengerti keadaan dan semua permasalahanku.
Dia tak pernah mengerti apa yang aku inginkan. Dia terlalu cuek dengan semua
duniaku.
Tapi, semua itu berubah ketika aku menyadari ternyata aku
salah menilai.
Aku menyadari bahwa dibalik sikap cuek dan diamnya, ternyata
ayah sangat mencintaiku. Ketika aku berada di pesantren, ayahku tidak pernah
absen menjengukku di setiap awal bulan. Memberiku uang saku. Dan aku bersyukur
karena aku melihat ada diantara teman-temanku yang tidak dijenguk sama sekali.
Aku menyadari bahwa sangat beruntung aku memiliki ayah,
sementara banyak diantara teman-temanku yang harus kehilangan ayah disaat
mereka masih kecil. Walaupun aku tahu bahwa ayah memiliki banyak kekurangan.
Tapi aku tak boleh menutupi semua kelebihannya dengan secuil kekurangan
tersebut. Ah, aku terlalu naif.
Aku pernah membaca buku yang berbicara tentang ayah. Disana
aku disuruh untuk menuliskan apa kekurangan ayah dan apa kelebihannya. Aku pun
mulai menulis semua kekurangan ayah. Cukup banyak yang aku tulis. Setelah
merasa puas, aku mulai menuliskan kelebihan ayah. Disinilah aku kembali
menyadari, ternyata kelebihan ayahku jauh lebih banyak dari semua daftar
kekurangannya yang sudah aku tulis.
Ayah yang membeli semua kebutuhanku. Ayah yang memberi semua
yang aku inginkan. Ayah yang selalu mengayomi. Ah…terlalu banyak untuk aku
sebut. Selama ini aku selalu melihat kekurangannya tanpa pernah melihat
kelebihan ayah.
Tidak pantas aku membencinya walau barang sedetik pun.
---
Ayah kita adalah sebaik-baik lelaki yang mencintai kita.
Mungkin sikapnya tidak sesuai dengan harapan kita. Tapi yakinlah, jangan pernah
meragukan, akan ketulusan dan kebesaraan cintanya kepada kita.
No comments:
Post a Comment