3 Jan 2018

Tak Pantas Aku Membencimu, Ayah

Dulu aku pernah membenci ayah. Aku mengenalnya sebagai sosok yang temperamental. Suka membentak dengan diiringi pelototan mata dan sesekali memukul jika beliau merasa kesal dengan tingkah anak-anaknya.

Dulu aku pernah membenci ayah karena beliau pernah mempermalukan diriku di hadapan teman-temanku dengan memarahiku dan mencambuk betisku hanya karena aku tidak pulang ke rumah. Aku keasyikan bermain dan lupa waktu.

Dulu aku pernah membenci ayahku karena beliau tidak pernah menjadi ‘teman’ bagiku disaat aku membutuhkannya. Aku membandingkannya dengan ayah teman-temanku yang selalu ceria dan suka bercanda dengan anak-anaknya. Persis seperti teman yang selalu menghibur dan membutuhkan satu sama lain.

Dulu aku benci ayah karena dia tak pernah bisa kujadikan tempat curhat. Dia tak akan pernah mengerti keadaan dan semua permasalahanku. Dia tak pernah mengerti apa yang aku inginkan. Dia terlalu cuek dengan semua duniaku.

Tapi, semua itu berubah ketika aku menyadari ternyata aku salah menilai.

Aku menyadari bahwa dibalik sikap cuek dan diamnya, ternyata ayah sangat mencintaiku. Ketika aku berada di pesantren, ayahku tidak pernah absen menjengukku di setiap awal bulan. Memberiku uang saku. Dan aku bersyukur karena aku melihat ada diantara teman-temanku yang tidak dijenguk sama sekali.

Aku menyadari bahwa sangat beruntung aku memiliki ayah, sementara banyak diantara teman-temanku yang harus kehilangan ayah disaat mereka masih kecil. Walaupun aku tahu bahwa ayah memiliki banyak kekurangan. Tapi aku tak boleh menutupi semua kelebihannya dengan secuil kekurangan tersebut. Ah, aku terlalu naif.

Aku pernah membaca buku yang berbicara tentang ayah. Disana aku disuruh untuk menuliskan apa kekurangan ayah dan apa kelebihannya. Aku pun mulai menulis semua kekurangan ayah. Cukup banyak yang aku tulis. Setelah merasa puas, aku mulai menuliskan kelebihan ayah. Disinilah aku kembali menyadari, ternyata kelebihan ayahku jauh lebih banyak dari semua daftar kekurangannya yang sudah aku tulis.

Ayah yang membeli semua kebutuhanku. Ayah yang memberi semua yang aku inginkan. Ayah yang selalu mengayomi. Ah…terlalu banyak untuk aku sebut. Selama ini aku selalu melihat kekurangannya tanpa pernah melihat kelebihan ayah.

Tidak pantas aku membencinya walau barang sedetik pun.
---

Ayah kita adalah sebaik-baik lelaki yang mencintai kita. Mungkin sikapnya tidak sesuai dengan harapan kita. Tapi yakinlah, jangan pernah meragukan, akan ketulusan dan kebesaraan cintanya kepada kita. 
Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment