Suatu ketika, hiduplah sebuah keluarga yang sederhana. Mereka
tak kaya, walaupun juga tidaklah miskin. Pada suatu malam, saat keluarga itu
sedang bersiap untuk makan, ada sebuah ketukan di pintu depan rumah mereka.
Sang Ayah lalu menghampiri pintu itu, dan membukanya.
Disana, berdiri seorang pria tua, yang berpakaian kumuh,
dengan celana yang koyak, dan baju dengan beberapa buah kancing yang hilang.
Pria itu rupanya penjual buah-buahan. Ia bertanya apakah keluarga itu
membutuhkan hidangan penutup.
Sang Ayah segera mengiyakan, sebab, ia ingin agar pria itu
segera pergi. Namun, lama kemudian, hubungan itu menjadi semakin erat. Setiap
minggu, pria tua itu selalu membawakan sekeranjang buah-buahan pada keluarga
tadi.
Dan keluarga itu juga selalu membelinya. Keluarga itu juga
menyadari, ternyata pria tua itu juga hampir buta, akibat katarak yang di
deritanya. Tetapi, pria tua itu begitu bersahabat, sehingga, keluarga itu pun
menyadari bahwa, ia orang yang menyenangkan. Dan mereka selalu menantikan
kehadiran pria dengan keranjang buah itu.
Suatu hari, saat hendak menyampaikan buah-buahan, pria tua
itu berkata, "Aku punya anugrah yang sangat besar kemarin. Aku menemukan
sekeranjang pakaian yang ditinggalkan seseorang buatku di depan rumah. Rupanya,
ada yang ingin memberikan keranjang itu buatku."
Keluarga tadi, yang yakin bahwa pria itu sangat membutuhkan
pakaian, lalu berujar, "Ya, bagus sekali. Anda pasti senang sekali dengan
anugrah itu."
Pria tua yang hampir buta itu lalu berkata lagi, "Namun,
anugrah terbesar yang aku dapatkan adalah, aku menemukan keluarga lain yang
lebih patut menerimanya daripadaku.
***
Sahabatku, ini adalah sebuah cermin buat kita. Cermin dimana
kita bisa berkaca, dan memahami, bahwa, terlalu sering kita merasa tak cukup
dengan semua pemberian Allah. Terlalu sering, kita berpikir, bahwa, kitalah
yang paling berhak untuk di tolong, yang paling cocok, untuk mendapatkan
pemberian. Kita, kadang terlalu serakah, terlalu tamak dengan semua anugrah
yang Allah berikan buat kita. Seakan-akan, semua yang kita dapatkan, Hanyalah,
buat kita sendiri.
Padahal, kita semua tahu, dalam setiap anugrah yang kita
dapatkan, terselip juga hak-hak orang lain. Dan, akibat ketamakan itu, kitapun
kadang enggan untuk berbagi. Enggan untuk menyampaikan anugrah itu kepada yang
lebih patut, dan lebih berhak menerimanya.
Saya jadi teringat, kata-kata Pak Mario Teguh, saat ditanya,
"Kenapa ada orang yang selalu merasa kurang dan kurang?", kemudian
jawab beliau kurang lebih "Orang yang berhak merasa kurang, adalah mereka
yang suka memberi, karena dia ingin memberikan sesuatu yang bermanfaat
sebanyak-banyaknya kepada mereka yang membutuhkan"
Sahabat, masih banyak saudara kita, yang mungkin nasibnya
tidak sebaik kita, So, saatnya berbagi tanpa pernah memandang berapa harta yang
kita miliki. Tanpa pernah memandang semegah apa rumah kita, sebagus apa
kendaraan kita. Karena memberi adalah kebutuhan setiap orang yang berjiwa
sosial. Yakinlah, Allah tidak akan mengurangi apa-apa yang kita miliki tersebab
memberi.
Dan mengapa kamu tidak menafkahkan (sebagian hartamu) pada jalan Allah, Padahal Allah-lah yang mempusakai (mempunyai) langit dan bumi. (Al-Hadid 10).
No comments:
Post a Comment