Sebuah film baru tidak akan pernah sukses,
atau bahkan bangkrut jika para pemainnya tidak mau atau ogah membaca naskah
skenario, tidak berusaha memahami skenario dan merasa tidak perlu naskah
skenario.
Begitu pun dengan kita, kita butuh dan memang
bergantung pada skenario Allah. Allah yang mengendalikan hidup kita. Alllah
yang tahu apa yang terbaik dan apa yang buruk untuk hidup kita. Allah yang tahu
untuk apa dan bagaimana kita menjalani hidup kita di dunia. Allah yang tahu apa
yang kita inginkan dan kita harapkan. Hanya saja kita buta akan makna kebahagiaan yang sesungguhnya.
Oleh karena itulah Allah memberi arahan dan
petunjuk berupa islam. Yang di dalamnya ada aturan-aturan yang jelas dan
lengkap yang tercantum di dalam al-Quran dan sunnah yang tidak ada keraguan dan
kesalahan di dalamnya. Karena ‘film’nya sudah sempurna dan tinggal butuh kita
yang bermain. Butuh kita yang menjadi peran. Ya, peran di medan perjuangan dan
dakwah. Peran untuk menegakan syariat Allah.
Orang yang jauh dar al-quran dan sunnah maka
dia tidak memahami skenario dari Allah. Maka dia akan selalu berada dalam
kebingungan ketika ‘bermain’ di dunia ini.
Takutnya orang beriman
Jika ada orang yang takut tidak punya uang dan
harta, maka orang yang beriman akan merasa takut tidak punya rasa jujur, syukur
dan sabar. Jika ada orang yang takut tidak punya simpanan untuk masa tua, maka
orang yang beriman merasa takut tidak diterima amal-amal solihnya sehingga dia
selalu membasahi lisannya dengan doa dan istighfar. Jika ada orang yang takut
jika hartanya lenyap dirampok, takut hartanya hilang karena perebutan warisan,
maka orang yang beriman takut jika dia meninggal dalam keadaan hilang iman.
Maka dia berdoa kepada Allah untuk menetapkan iman dan islam sampai akhir hayatnya.
Ada juga orang yang takut tidak memiliki
penampilan yang bagus, maka orang yang benar-benar beriman justru merasa takut
penampilannya akan membawa fitnah [cobaan].
Jadi, beda takutnya antara orang-orang yang
pecinta dunia dengan orang-orang yang benar dengan keimanannnya.
Dan Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan)
kefasikan dan ketakwaan. [asy-syams ayat 8]
Dengan ketakutan kepada Allahlah, orang-orang
yang benar dengan keimananannya akan memilih jalan keimanan yang bertabur
dengan cinta untuk mena’aati-Nya sehingga mendapat gelar takwa.
Orang yang tidak kenal dengan Allah swt akan
selalu dicekam rasa gelisah karena tidak ada tempat bersandar untuk hidupnya.
Ibarat seorang yang mengembara ke dalam hutan
belantara tanpa membawa peta. Atau ibarat seseorang yang selalu ditutup matanya
ketika berjalan. Selalu dirundung was-was karena takut terperosok atau
tersandung batu di kakinya.
Orang yang tidak memiliki iman tentunya rasa
takutnya lebih besar kepada selain Allah. Dan ini salah satu kemusyrikan. Allah
dipersekutukan dengan majikan, kekayaan, anak dan istri.
Istri lebih takut dimarahi suami daripada
dimurkai Allah. Sehingga melanggar aturan ilahi tidak menjadi masalah, yang
penting suami senang. Lebih takut kehilangan kekuasaan daripada kehilangan iman.
Sehingga menghalalkan segala cara supaya kekuasaannya panjang dan menghasilkan
banyak keuntungan. Keuntungan pribadi, keluarga dan kelompoknya. Lebih suka
dipuji banyak orang daripada diridhoi Allah. Sehingga hanya demi pujian dan
sanjungan manusia itu, dia rela melakukan segala cara. Bahkan membuat fitnah
dan rekayasa demi menjatuhkan lawannya.
Manusia lebih takut menghadapi pengadilan dunia daripada mahkamah ilahi
di akhirat kelak. Sehingga dia mengerahkan daya dan upaya sehingga bisa lolos
dari jeratan mahkamah dunia, dengan sogokan misalnya, atau dengan mengerahkan
opini masa. Sehingga bisa tenang melenggang. Yang salah dianggap benar, bahkan
pahlawan, dan yang benar dianggap salah dan masuk penjara.
Tidak ada yang paling nikmat dalam hidup ini kecuali
dapat melihat Allah dalam segala situasi dan kondisi. Allah mampu melakukan
segalanya. Saat kita terkena satu kesulitan bisa saja itu merupakan salah satu
peringatan dari Allah swt. Mungkin maksud dari tujuan itu, supaya kita kembali
untuk mengingat Allah dan menyadari kelalaiannya.
Banyak orang yang lalai ketika dipenuhi
gelimang kenikmatann, tapi ketika musibah datang barulah dia sadar. Oleh karena
itu, hendaknya kita bersabar dan bahkan bersyukur ketika mendapat musibah.
Boleh jadi, dengan kesabaran kita ketika tertimpa musibah tersebut, Allah
meninggikan derajat kita tersebab kesabaran dan keridhaan kita.
Sahabat, dosa kita mungkin banyak dan tidak
terhitung, karena kita bukan malaikat. Pasti ada peluang untuk tergelincir.
Tapi perlu diingat, kita juga bukan setan sehingga peluang untuk selamat pun
masih terbuka lebar. Kita masih punya kesempatan untuk bertaubat dan berbenah
diri.
Jangan menganggap remeh dosa, betapa pun
kecilnya dosa yang diperbuat. Semua perbuatan akan diperhitungkan dengan rapi dan
tidak akan ada yang lolos satu pun dari pengawasan-Nya. Kata ulama
bijak,”Jangan lihat kecilnya dosa, tapi
lihatlah, terhadap siapa dosa itu diperbuat.”
Sahabat, seseorang yang merintih pilu dan
menghiba kepada Allah dipagi hari karena melakukan dosa di malam hari, bisa
jadi lebih mulia di hadapan Allah, dibanding dengan seorang yang menghiasi
malamnya dengan ibadah yang panjang, tapi memasuki pagi hari dengan perasaan
bangga dengan amalannya semalam.
No comments:
Post a Comment