Sesal adalah ekspresi dari
keterlambatan yang tidak dikehendaki. Mengharap waktu bisa kembali dan
mengulang semua yang telah terlewat. Semua yang telah hilang dan berlalu,
kemudian memang mustahil untuk diulang. Tidak ada yang bisa diulang.
Benarlah kata pepatah, nasi
sudah menjadi bubur. Semuanya sudah berlalu, tiada guna kita menyesal.
Tapi tetap saja rasa sesal
dan penyesalan itu selalu timbul.
Banyak penyesalan yang
mengungkung setiap jiwa karena apa yang dia harapkan tidak tercapai. Apa yang
dicita-citakan tidak kunjung datang.
Menyesal karena gagal
mempersunting wanita jelita yang menjadi idaman.
Menyesal karena hasil panen
gagal.
Menyesal karena telah
menikah dengan pasangan yang tidak memuaskan.
Dan beribu-ribu jenis
penyesalan yang menyempitkan pikiran, menyesakan dada, dan membuat perih
kenangan.
Tapi,
Sedikit sekali diantara kita
yang bisa menyesal tentang hari-harinya yang hilang, sementara dia tidak
beramal, atau amalnya stagnan.
Maka sahabat,
Berbenahlah sebelum hari
yang penuh penyesalan itu tiba. Intropeksi dirilah sebelum kita benar-benar
tidak bisa merubah keadaan dan semuanya sudah terlambat.
» ÙƒَØ£َÙ†َّÙ‡ُÙ…ْ ÙŠَÙˆْÙ…َ ÙŠَرَÙˆْÙ†َÙ‡َا
Ù„َÙ…ْ ÙŠَÙ„ْبَØ«ُوا Ø¥ِÙ„َّا عَØ´ِÙŠَّØ©ً Ø£َÙˆْ ضُØَاهَا «
“Pada hari mereka melihat
hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia)
melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari.” (QS. An-Nazi’at: 46).
Abdullah bin Mas'ud ra
pernah bertutur,
"Tiada penyesalan yang
lebih aku rasakan dalam hidup ini, daripada penyesalan saat ku saksikan
matahari telah terbenam (di ufuk barat). Di mana jatah usiaku telah berkurang
(pada petang itu), namun amal (shalih)-ku tidak bertambah karenanya."
(Kaifa tuthilu umraka al intaji, DR. Muhammad Ibrahim al-Na'im).
Penyesalan terhadap
kegagalan dunia itu wajar, tapi jangan sampai kebablasan. Seakan-akan dunia
adalah segalanya.
Tidak ada penyesalan bagi
perkara dunia. Yang ada adalah keikhlasan dan kerelaan, ketawakalan, ikhtiar
dan kesabaran. Sesalnya adalah fitrah, tapi tidak menghilangkan harapan. Karena
harapan terbesar kita adalah surga. Maka jadilah penyesalan kita hanya untuk
amal-amal kita yang menjadi penentu dimana kita tinggal nanti.
Tanamkanlah rasa sesal yang
sangat ketika kita terlambat beramal. Tanamkanlah rasa sesak ketika kita tidak
juga bisa menambah kualitas ibadah kita, dan selalu berbuat kesalahan.
Maka, penyesalan seperti itu
tidak sia-sia. Bahkan berpotensi pahala.
Semoga kita tidak menjadi
jiwa yang menyesal dengan penyesalan yang besar, sebagaimana digambarkan oleh
Alloh swt di dalam ayat berikut,
“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang
telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di
antara kamu; lalu ia berkata, "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak
menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat
bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shalih?." (QS. Al-Munafiqun:
10).
No comments:
Post a Comment