Di pagi buta
Emily sudah bangun dengan kondisi yang kacau. Semalaman ia tidak bisa tidur
nyenyak. Mimpi buruk terus menghantuinya dan bahkan ia merasa was-was orang
yang masuk ke dalam bunker akan masuk ke ruang kamarnya; mendobrak daun pintu
atau memecahkan kaca jendela. Apa pun motifnya, Emily harus segera tahu atas
dasar apa seseorang masuk ke dalam bunker dan membuat kacau keadaan.
Emily tidak
langsung memanggang roti seperti kebiasaanya di pagi hari. Ia segera memakai
atasan dan membereskan kamar. Meja dan kursi yang menghalangi daun pintu ia
singkirkan dan diseret ke tempat semula. Gunting dan pisau lipat ia masukan ke
dalam laci. ia pikir tidak mungkin ada pencuri yang menginap di rumah yang
menjadi target pencuriannya. Maka tak ada lagi ancaman yang dia takutkan. Yang
ia perlu adalah mengecek semua bagian rumah, terutama bagian ruangan bunker,
menceritakan semuanya kepada teman-temannya dan Sersan Liam. Tapi untuk yang
nama terakhir yang ada di benaknya, dia harus bepikir ulang.
Ah tidak, seharusnya aku tidak
menceritakan kepada Sersan Liam terlebih dahulu.
Entah kenapa,
setiap nama itu melintas di hatinya, ada rona di pipinya.
Emily
menyeret tubuhnya yang terasa pegal dan cape. Ia membuka pintu bunker dan mulai
menyusuri ruangan tersebut dengan tatapan yang tajam. Satu yang menarik baginya
adalah brankas yang berhasil dibuka oleh seseorang semalam. Ia segera
menghampiri brankas tersebut. Dan ia tidak menemukan sesuatu yang berharga. Di
dalamnya terdapat boneka-boneka tua yang sudah berantakan dan using. Mungkin
boneka milik neneknya. Kemudian gulungan-gulungan benang dan rongsokan yang tak
lebih dari sampah.
Sangat tidak masuk akal pencuri itu
mencari sesuatu di ‘gudang’. Kenapa dia tidak mencongkel jendela dan mencari
yang lebih berharga di ruang depan atau kamar? Aneh!
Setidaknya
ada empat brankas yang sama di ruangan tersebut. Mungkin saja seseorang yang
datang semalam mencari sesuatu dan hendak membuka semua brankas. Hanya saja,
Emily keburu datang sebelum orang tersebut membuka semua brankas.
Maka Emily
beralih ke brankas yang berikutnya. Tapi ia perlu kunci. Tiba-tiba ia teringat
Dad, dua tahun yang lalu Dad mengajaknya untuk memindahkan beberapa boks berkas
dan menyimpan kunci tepat di atas fentilasi pintu.
Emily segera
meraih kursi tua dan menjejaknya dengan hati-hati. Kemudian tangan kanannya
meraba-raba fentilasi dan mencoba menemukan kunci yang dia cari. Yup! Dia
menemukan gemerincing besi. Ia segera menggenggamnya. Itu kunci yang dia cari.
Emily segera
menuju brankas dan membuka semua brankas yang tersisa. Tak ada yang menarik
perhatiannya di dalam semua brankas selain baju-baju tua, alat-alat rumah
tangga yang sudah usang dan beberapa mesin yang perlu disservice. Satu brankas
khusus menyimpan dokumen, buku-buku dan berkas tua yang berdebu.
Apa kira-kira yang orang itu cari?
Emily tak
mau memikirkan lebih jauh lagi, ia tak tertarik untuk menyelidikinya lebih
jauh. tapi ia sempat berpikir mungkin saja orang itu tertarik dengan
naskah-naskah dan buku kuno peninggalan buyutnya. Asal tahu saja, banyak
benda-benda antic yang laku di pasaran dan dilelang dengan harga yang tinggi.
Bisa jadi termasuk buku-buku kuno peninggalan buyutnya tersebut.
Emily
membalikan tubuhnya dan segera mengeluarkan semua naskah dan buku kuno dari
brankas.
Ratusan buku
dengan sampul kulit dan lembaran yang sudah usang cetakan dua ratus tahun yang
lalu . Kemudian document-dokumen dengan stempel dengan tahun yang sama. Emily
terbelalak. Bisa jadi ini berharga dan mengandung nilai sejarah. Yeah! Dia
harus mencari tahunya.
Dengan susah
payah dia membawa buku-buku tersebut ke kamarnya. Ia harus bolak-balik beberapa
kali sampai naskah-naskah itu berhasil ia amankan di kamarnya.
Bahkan Emily
hampir lupa dia belum sarapan. akhirnya dia memanggang roti untuk sarapan dan
menyantapnya dengan cepat. Kemudian dia segera tenggelam dalam naskah-naskah
kuno yang membingungkan.
Ada satu
buku yang membuatnya tertarik.
The Glory of Masonic. Judul buku tersebut dijahit dengan
benang di bagian sampulnya. Kemudian ada lambang segitiga berwarna coklat
dengan satu mata di atasnya. Di halaman depannya Emily menemukan dua baris kata
semacam quote yang membingungkan.
Satu
keluarga untuk satu dunia baru. Membawa kita pada kemerdekaan jiwa kita.
Dan
selebihnya naskah itu memakai huruf dan bahasa greek yang sama sekali tidak ia
pahami. Emily hanya memperhatikan lambang-lambang yang sebagian familiar di
benaknya.
Tiba-tiba
dia teringat kata-kata Mom saat dia bertanya tentang buyutnya.
“Nenek buyutmu bernama Margaretha.
Dan kakekmu, Mason, dia seorang pengikut aliran kebatian Freemason dan Okutisme
yang menyukai ritual-ritual mistis. Dan nenek buyutmu korban ritual mistisnya.”
“Maksud mom, Margaretha dijadikan
tumbal?”
“Bisa jadi ya bisa jadi tidak. Tapi
yang aku tahu, dia menderita dengan semua itu. ia tidak ingin bergabung dengan
keyakinan suaminya. Margaretha seorang pemeluk protestan yang taat dan fanatic.
Ia beranggapan suaminya Mason sudah menyimpang jauh dari ajaran kristus.”
“Mason memaksanya untuk ikut?”
“Ya. Bahkan kakek buyut kita itu
menganggap orang di luar kelompok mereka adalah budak yang layak untuk
dihinakan.”
Emily mengerutkan keningnya.
Benar-benar ajaran yang aneh dan rasis. Dan ajaran seperti itu tidak mungkin
ada di era demokrasi ini.
“Satu hal yang membuat nenekmu
menderita. Mason memiliki kelainan seks. Dia menyukai kekerasan dalam aktifitas
seks. Mason akan mengikat Margareth terlebih dahulu sebelum dia memuaskan
keinginannya. Kemudian mencambuknya dengan puluhan cambukan.”
Emily tebelalak.
“Aku tahu hal itu dari nenek. Nenek
bahkan pernah melihatnya dengan matanya sendiri bagaimana ibunya menderita
karena hal itu. di pagi harinya, nenek bisa melihat tubuh Margaretha yang memar
karena cambukan dan darah yang menggumpal di lehernya."
“darah di leher?”
“Mason mencium lehernya seperti
vampire yang mengisap korbannya.”
“ya Tuhan…”
“Mason juga menyukai symbol-simbol
okultisme, di sekujur tubuhnya dia mentato lambang-lambang tersebut. Bahkan
dipunggungnya dia mencap satu lambang besar dengan menempelkan besi panas
hingga tercetak permanen. Lambang itu lambang mata satu di atas lambang pyramid
mesir.”
Emily
mendongakan kepalanya. Ini pasti handbook milik Mason kakek buyutnya. Dan kemungkinan
buku-buku ini memberinya banyak informasi yang lebih.
Emily
menelpon Amina untuk mendiskusikan hal itu.
No comments:
Post a Comment