Emily menatap langit yang semakin menghitam oleh mendung
yang bergumpal. Sebentar lagi akan turun hujan. Tapi April belum juga pulang.
Sejak tadi siang April pergi entah kemana. Dan apesnya lagi, dia tidak memberitahu
Emily hendak pergi kemana.
Emily sadar bahwa dia sebagai adik tidak perlu
menghhawatirkan kakaknya. Tapi entah kenapa hatinya masih menyimpan
kekhawatiran yang berlebihan semenjak Mom dan Dad meninggal dua tahun yang
lalu. Bagaimana tidak, hanya April yang dia miliki sekarang. Tidak ada yang
ain. Hanya April yang akan menjaganya dan selalu membawa uang untuknya.
Yang pasti, April tak pernah berkeliaran di siang hari
dengan waktu yang begitu lama. Ia tipe seorang wanita nocturnal karena sudah
seharusnya ia begitu. April bekerja di kafe “Cheers” di setiap malam. Berangkat
pukul tujuh sore dan pulang sebelum matahari terbit.
Yang paling menyebalkan bagi Emily adalah ketika April
pulang masih dalam keadaan mabuk, dan tentu saja dengan seorang lelaki yang
mengantarnya. Untuk yang satu ini Emily tidak menyukainya.
Angin berembus dengan kencang disertai hujan yang semakin
deras. Cuaca di luar sangat dingin. Emily segera menutup semua jendela agar
hembusan angin tidak masuk ke dalam. Ia menghidupkan pemanas ruangan dan
merebahkan dirinya di sofa sembari membuka laptopnya.
***
Emily menatap jam dinding yang sudah menunjukan pukul delapan
malam. Tapi April belum juga pulang. Emily menghela nafas dan segera meraih
handphonenya. Mencoba menghubungi nomor April.
Tidak aktif!
Tidak biasanya.”kenapa kau membuat aku khawatir April.” Desah
Emily dengan kecemasan yang semakin meningkat. Bukan hanya cemas karena April
yang tidak kunjung datang. Tapi juga cemas karena ia tidak biasa sendirian di
rumah.
Rumah mereka terpencil dan terisolasi dari semua perumahan
yang ada di jalan desa. Dan Emily tidak mau melewatkan malam sendirian tanpa
kakaknya. Itu berarti dia tidak bisa tidur dengan nyenyak sebelum April pulang.
Emily kembali menghubungi nomor kakaknya. Nihil.
Ia kembali tenggelam dengan laptopnya hingga tertidur di
sofa.
***
Emily merasakan getaran di dadanya. Ia terlonjak kaget. Ah! Handphonenya
bergetar. Pasti April menelponnya. Tapi Emily mengerutkan keningnya ketika
nomor yang muncul adalah nomor kepolisian distrik. Ia segera mengangkatnya dan
tak berapa lama tersambung dengan seorang polisi.
Dan beberapa saat lamanya Emily menggelengkan kepalanya.
“Tidak mungkin! Itu pasti bukan April. Kau telah salah
mengidentifiaski korban. Mungkin dia bukan kakakku!!”
“Oke! Aku tidak butuh omong kosong. Tapi aku akan mencoba ke
sana dan memastikan bahwa kalian keliru!”
Emily berusaha tenang dan segera berkemas. Barusan polisi
itu mengatakan kakaknya telah ditemukan tewas di sebuah taman.
Oke Emily, kau hanya perlu tenang. Bisa saja itu bukan
kakakmu.
Tapi bagaimana mungkin polisi itu tau nomorku? Berarti dia
tahu itu April.
Hati Emily semakin kacau. Tapi ia tak ingin membuang waktu
lagi. Ia harus segera meluncur ke kantor polisi untuk memastikan kebenarannya. Ya,
ia harap itu bukan April. April sedang bersenang-senang dengan lelaki lain di
sebuah apartement, atau sedang berkunjung ke salah satu temannya atau ah! Emily
semakin kalut dengan jalan pikirannya sendiri.
April! Kau membuatku gila!
No comments:
Post a Comment