27 Mar 2017

[1] Wild Man

Emily menatap langit yang semakin menghitam oleh mendung yang bergumpal. Sebentar lagi akan turun hujan. Tapi April belum juga pulang. Sejak tadi siang April pergi entah kemana. Dan apesnya lagi, dia tidak memberitahu Emily hendak pergi kemana.

Emily sadar bahwa dia sebagai adik tidak perlu menghhawatirkan kakaknya. Tapi entah kenapa hatinya masih menyimpan kekhawatiran yang berlebihan semenjak Mom dan Dad meninggal dua tahun yang lalu. Bagaimana tidak, hanya April yang dia miliki sekarang. Tidak ada yang ain. Hanya April yang akan menjaganya dan selalu membawa uang untuknya.

Yang pasti, April tak pernah berkeliaran di siang hari dengan waktu yang begitu lama. Ia tipe seorang wanita nocturnal karena sudah seharusnya ia begitu. April bekerja di kafe “Cheers” di setiap malam. Berangkat pukul tujuh sore dan pulang sebelum matahari terbit.

Yang paling menyebalkan bagi Emily adalah ketika April pulang masih dalam keadaan mabuk, dan tentu saja dengan seorang lelaki yang mengantarnya. Untuk yang satu ini Emily tidak menyukainya.

Angin berembus dengan kencang disertai hujan yang semakin deras. Cuaca di luar sangat dingin. Emily segera menutup semua jendela agar hembusan angin tidak masuk ke dalam. Ia menghidupkan pemanas ruangan dan merebahkan dirinya di sofa sembari membuka laptopnya.

***

Emily menatap jam dinding yang sudah menunjukan pukul delapan malam. Tapi April belum juga pulang. Emily menghela nafas dan segera meraih handphonenya. Mencoba menghubungi nomor April.

Tidak aktif!

Tidak biasanya.”kenapa kau membuat aku khawatir April.” Desah Emily dengan kecemasan yang semakin meningkat. Bukan hanya cemas karena April yang tidak kunjung datang. Tapi juga cemas karena ia tidak biasa sendirian di rumah.
Rumah mereka terpencil dan terisolasi dari semua perumahan yang ada di jalan desa. Dan Emily tidak mau melewatkan malam sendirian tanpa kakaknya. Itu berarti dia tidak bisa tidur dengan nyenyak sebelum April pulang.

Emily kembali menghubungi nomor kakaknya. Nihil.

Ia kembali tenggelam dengan laptopnya hingga tertidur di sofa.

***

Emily merasakan getaran di dadanya. Ia terlonjak kaget. Ah! Handphonenya bergetar. Pasti April menelponnya. Tapi Emily mengerutkan keningnya ketika nomor yang muncul adalah nomor kepolisian distrik. Ia segera mengangkatnya dan tak berapa lama tersambung dengan seorang polisi.

Dan beberapa saat lamanya Emily menggelengkan kepalanya.

“Tidak mungkin! Itu pasti bukan April. Kau telah salah mengidentifiaski korban. Mungkin dia bukan kakakku!!”

“Oke! Aku tidak butuh omong kosong. Tapi aku akan mencoba ke sana dan memastikan bahwa kalian keliru!”

Emily berusaha tenang dan segera berkemas. Barusan polisi itu mengatakan kakaknya telah ditemukan tewas di sebuah taman.

Oke Emily, kau hanya perlu tenang. Bisa saja itu bukan kakakmu.

Tapi bagaimana mungkin polisi itu tau nomorku? Berarti dia tahu itu April.

Hati Emily semakin kacau. Tapi ia tak ingin membuang waktu lagi. Ia harus segera meluncur ke kantor polisi untuk memastikan kebenarannya. Ya, ia harap itu bukan April. April sedang bersenang-senang dengan lelaki lain di sebuah apartement, atau sedang berkunjung ke salah satu temannya atau ah! Emily semakin kalut dengan jalan pikirannya sendiri.


April! Kau membuatku gila!
Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment