Saya begitu miris ketika mendengar penuturan dari seorang
sahabat yang mengadakan event amal. Saat itu ia mengatakan bahwa ia dan
teman-temannya selaku panitia ingin menjadikan seorang ustadz ibu kota untuk
mengisi acara dalam sesi ceramah dan motivasi. Sayangnya hal itu terkendala
dengan masalah dana yang tebatas. Teman saya bilang “harga” ustadz tersebut
mahal dan panitia tidak sanggup membayarnya.
Inilah fenomena yang membuat kita bertanya-tanya, kenapa
untuk menjadi seorang pendakwah juga harus dipatok harga. Padahal kalau kita
lihat generasi salaf, mereka berdakwah bukan mendapatkan harta tetapi justru
mengealuarkan harta guna mendukung dakwahnya. Mereka-para generasi salaf- rela
mengorbankan harta-harta mereka untuk mendakwahi masyarakat mereka yang masih
awam tauhid. Lalu kenapa harus ada ustadz yang mematok ceramahnya dengan harga
yanga mahal?
Bolehlah kita berhusnudzon, mungkin ustadz itu berpikir
realistis dan tidak seharusnya disikapi dengan nyinyir> boleh jadi ia butuh
materi untuk transportasi, untuk membayar orang-orang yang melayaninya dalam
safari dakwah, atau untuk makan anak istrinya. Oke, kita tidak memungkiri hal
itu. Tapi pada kenyataannya, para ustadz amplop (orang-orang kampong biasa
menjulukinya seperti itu) sangat dekat dengan dunia yang serba wah. Mereka
sering muncul di acara tivi. Alih-alih menjadi pendakwah, lebih cocok jika
disebut sebagai dai pelawak. Tak lain dakwahnya banyak memuat lelucon-lelucon
untuk mengundang tawa mad’unya. Selain itu,
tak seharusnya seorang pendakwah tidak mau memberikan cearamah hanya karena
uang yang ditawarkan tidak sesuai bandrol yang ia tawarkan.
Padahal seandainya kalau mau berkaca dan membaca, banyak
ustadz-ustadz yang patut kita contoh pearjuangan hidupnya dalam dakwah. Pearnahkah
kita mendengar seorang ustadz yang ditugaskan oleh lembaga dakwah di sebuah
pedalaman yang sangat terpencil. Untuk memberikan pengajaran para mad’unya ia
harus menyebrangi sungai yang dalam dengan jukung yang kecil. Untuk mendatangi
ibu-ibu pengajian yang menantinya ia harus mengendarai motornya yang kadang
mogok di tengah jalan karena lumpur di jalanan yang “naudzzubillah” kondisinya.
Tidak hanya itu saja, banyak ustadz-ustadz yang serba kekurangan dan mereka
tetap tegar di medan dakwah walau dengan kondisi yang serba sulit.
Terakhir, ternyata ada berbagai tipe ustadz di sekitar kita.
:-D
No comments:
Post a Comment