14 Oct 2015

DAI BUKAN PROFESI

Saya begitu miris ketika mendengar penuturan dari seorang sahabat yang mengadakan event amal. Saat itu ia mengatakan bahwa ia dan teman-temannya selaku panitia ingin menjadikan seorang ustadz ibu kota untuk mengisi acara dalam sesi ceramah dan motivasi. Sayangnya hal itu terkendala dengan masalah dana yang tebatas. Teman saya bilang “harga” ustadz tersebut mahal dan panitia tidak sanggup membayarnya.
Inilah fenomena yang membuat kita bertanya-tanya, kenapa untuk menjadi seorang pendakwah juga harus dipatok harga. Padahal kalau kita lihat generasi salaf, mereka berdakwah bukan mendapatkan harta tetapi justru mengealuarkan harta guna mendukung dakwahnya. Mereka-para generasi salaf- rela mengorbankan harta-harta mereka untuk mendakwahi masyarakat mereka yang masih awam tauhid. Lalu kenapa harus ada ustadz yang mematok ceramahnya dengan harga yanga mahal?
Bolehlah kita berhusnudzon, mungkin ustadz itu berpikir realistis dan tidak seharusnya disikapi dengan nyinyir> boleh jadi ia butuh materi untuk transportasi, untuk membayar orang-orang yang melayaninya dalam safari dakwah, atau untuk makan anak istrinya. Oke, kita tidak memungkiri hal itu. Tapi pada kenyataannya, para ustadz amplop (orang-orang kampong biasa menjulukinya seperti itu) sangat dekat dengan dunia yang serba wah. Mereka sering muncul di acara tivi. Alih-alih menjadi pendakwah, lebih cocok jika disebut sebagai dai pelawak. Tak lain dakwahnya banyak memuat lelucon-lelucon untuk mengundang  tawa mad’unya. Selain itu, tak seharusnya seorang pendakwah tidak mau memberikan cearamah hanya karena uang yang ditawarkan tidak sesuai bandrol yang ia tawarkan.
Padahal seandainya kalau mau berkaca dan membaca, banyak ustadz-ustadz yang patut kita contoh pearjuangan hidupnya dalam dakwah. Pearnahkah kita mendengar seorang ustadz yang ditugaskan oleh lembaga dakwah di sebuah pedalaman yang sangat terpencil. Untuk memberikan pengajaran para mad’unya ia harus menyebrangi sungai yang dalam dengan jukung yang kecil. Untuk mendatangi ibu-ibu pengajian yang menantinya ia harus mengendarai motornya yang kadang mogok di tengah jalan karena lumpur di jalanan yang “naudzzubillah” kondisinya. Tidak hanya itu saja, banyak ustadz-ustadz yang serba kekurangan dan mereka tetap tegar di medan dakwah walau dengan kondisi yang serba sulit.
Terakhir, ternyata ada berbagai tipe ustadz di sekitar kita. :-D


Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment