14 Apr 2015

NURANI YANG KEMBALI PART>>17

Mobil itu berhenti di depan rumah yang besar dan mewah. Awalnya, nur menyangka ia akan dibawa ke rumah tante viola, tapi ternyata bukan.
Om pendi dan pemuda kurang ajar itu tersenyum kea rah nur. Dengan satu jentikan ibu jari dan jempol om pendi, pemuda itu menyeret nur dengan kasar. Ia membuka mobil dan mendorong nur keluar hingga hamper terjengkang.
“selamat bersenang-senang gadis malang…”ujarnya lirih. Kemudian pemuda itu tersenyum dan menatap om pendi.”kalau begitu, boleh saya bersenang-senang dengan gadis malang ini pendi?”
Om pendi mengangkat bahunya dan dengan santai mengeluarkan rokok kretek dan pemantik dari saku jaketnya.”memang kita membawa gadis sialan ini untuk apa?”
Nur kembali mengigil dan memohon dengan terisak-isak.”om, jangan apa-apakan saya. Saya berjanji akan membayar semua hutang saya kepada tante__”
Om pendi mendengus.”sudah kubilang kang, ini bukan masalah utang piutang. Ini masalah pembangkanganmu terhaap tante viola. Kenapa kamu kabur dari rumahnya? Kenapa kamu tak ingin menjadi penghibur para lelaki lagi nur?tantemu yang malang itu akan jatuh miskin tamnpa keberadaan kalian. Dan temanmu yang pulang itu, brengsek betul dia!”
Nur hanya terdiam dan berjongkok sedari tadi. Lututnya terasa sakit dan ngilu karena terbentur batu. Pemuda itu telah mendorongnya tanpa perhitungan sehingga membuatnya terjerembab ke atas bebatuan taman.
“oke, sekarang bawa dia ke gudang belakang. Biarkan dia disana sampai viola dating nanti malam.”seru om pendi diantara hisapan asap rokok kreteknya.
Pemuda itu merenggut rambut nur  dan memaksanya untuk berdiri. Kemudian memaksanya untuk berjalan, mengikuti langkahnya yang lebar-lebar. Nur meringis kesakitan. Langkahnya tersaruk-saruk diantara erangannya yang tertahan.
****
“kerja yang hebat sayangku.”ujar viola lirih sembari mendaratkan ciuman hangat di pipi pendi. Pendi tertawa terbahak-bahak dan dengan gaya santainya ia merengkuh viola ke dalam pangkuannya.
“sudah kubilangkan, gadis itu terlalu lugu dan polos. Dia mudah untuk kita dapatkan.”ujar tante viola sembari mencomot sebatang rokok yang teselip di kedua bibir pendi dan mengisapnya. Kemudian mengembalikannya.” Sayagnya, betina yang satunya lagi terlalu cerdas. Aku tak mungkin menyusul ke kampungnya.”
“ninon si anak hitam manis itu?”Tanya pendi
“ya.”jawab tante viola pendek. Kemudian tangannya yang ramping membuka tas kulitnya dan mengambil sebuah amplop coklat. Kemudian mengansurkannya ke hadapan pendi.”ini bagianmu sayang.”
Pendi tersenyum lebar dan mengipaskan amplop itu ke wajahnya. Kemudian mengecup pipi viola.”kau memang baik. Jadi, apakah kafemu masih beroperasi?”
‘tanpa keberadaan dua betinaku, aku tetap bisa menghasilkan uang.”
“kamu….?”
Viola menatap pendi dengan tajam.”jangan salah paham. Aku tak akan macam-macam. Ada seseorang yang menggantikan nur dan ninon. Kerjanya pun lumayan hebat.”
“siapa?”Tanya pendi. Matanya memicing.
“ajeng. Dia pembantuku. Mau saja dia kusuruh menggantikan dua betina sialan itu.”terang viola diselingi tawanya yang khas.
“ah, kau memang tak pernah kesulitan mencari pekerjamu viola. Kau tahu melihat kesempatan dalam kesempitan. Aku bisa menduga, pasti ajeng butuh uang yang banyak.”
Viola tersenyum senang.”kau pintar pendi. Ceritanya, ajeng butuh uang untuk menebus biaya rumah sakit papanya yang terserang diabetes. Dan aku memberikannya pinjaman dengan syarat harus bekerja di kafe malam.”
Pendi mengangguk-anggukan kepalanya. Ia membuang punting rokok yang masih menyala ke dalam asbak. Kemudian mengambil satu batang terakhir dari kotak rokok di atas meja.”lalu bagaimana urusan dengan sekar?”
viola menghela nafas panjang.”aku tak mau mengambil resiko. Kalau aku membawanya kepada keuarganya, aku bisa rugi pendi. Makanya aku membuang mayatnya di pertengahan jalan. Tadinya, aku ingin membawanya ke keluarganya. Tapi aku berubah pikiran.”
Pendi tampak terkejut mendengar penuturan viola.”bisa saja keluarganya menganggap ia masih hidup. Suatu waktu nanti mereka bisa menyusulmu karena ketidak pulangan sekar.”
“aku tidak sebodoh pikiranmu pendi. Keluarganya tak ada yang tahu alamatku. Mencari seorang viola di belantara Jakarta tak ubahnya seperti mencari jarum di tumpukan jerami.
Pendi mengangguk-anggukan kepalanya dan bangkit dari tempat duduknya. “kalau begitu, ayo aku tunjukan dimana betinamu sekarang berada.”ujarnya dengan senyum lebar. Ia mengambil jaketnya yang tersampir di sandaran sofa dan memakainya. Kemudian melangkah keluar diikuti viola.
****
Nur meringis kesakitan. Ia masih merasakan ngilu di lutut dan pergelangan tangannya. Perutnya juga terasa kembung dan mual. Gejala masuk angin. Bagaimana tidak, semalaman ia tidur di atas lantai yang dingin dan lembab. Air mata kembali merembes di kedua pelupuk matanya. Hatinya tak henti-henti merapal doa perlindungan kepada yang maha kuasa.
Nur menatap ventilasi di dinidng paling atas. Tanpaknya hari sudah mulai siang, sementara ia belum shalat subuh. Kini ia kembali sadar bahwa handphonenya hilang. Mungkin terjatuh dari saku bajunya atau diambil oleh kedua lelaki iblis kemarin. Lagi pula, mana mungkin mereka membiarkannya menggenggam handphone. Itu sama saja mengumpankan kejahatan mereka kepada polisi. Mereka cukup cerdas sehingga menggeledah saku bajunya saat nur tertidur. Benarkah aku tertidur? Piker nur. Karena tak biasanya ia bangun kesiangan. Nur ingat, kemarin, pemuda berengsek itu memberinya nasi bungkus dan sebotolair mineral. Nur tersadar dengan apa yang terjadi. Tiba-tiba otaknya menyimpulkan hal yang selama ini tak pernah ia pikirkan. Obat tidur.
Nur bahkan tak ingin membayangkan hal yang bisa saja terjadi pada dirinya semalam. Ia lengamati baju yang masih menempel di tubuhnya. Tak ada yang berubah selain dua buah kancing di depan dada yang tak tertutup. Jadi, benar apa yang ia sangkakan.
Nur terisak-isak. Hatinya hancur ketika harus menerima kenyataan yang ada. Tapi nur berusaha tegar. Nur harus segera melaksanakan shalat subuh sebelum matahari menyembul sempurna. Tak ada air, terpaksa nur bertayamum di dinding yang pekat berdebu. Nur ingin menenangkan pikirannya dari segala tekanan batin yang ia rasakan. Ustadzah aminah sudah memberinya bukti bahwa dengan shalat kepada allah, segala masalah akan terasa ringan dan akan kuat menghadapinya.
“shalat selalu membuat kita bertahan dari segala kesulitan. Makanya di dalam al-qur’an surah al-baqarah, allah menyuruh kita menjadikan shalaat dan sabar sebagai penolong.”terang ustadzah aminah ketika ia menyuruh nur shalat dengan sabar. Sejak itu, nur tak sudi untuk tidak shalat atau bahkan menunda-nunda shalat. Awalnya, nur hanya tak ingin membuat ustadzah kecewa. Tapi lama-lama ia menyadari bahwa bukan hanya sekedar member kepuasan terhadap ustadzah aminah, tapi bagaimana ia harus menjadikan shalat sebagaimana apa adanya. Kebutuhan dan keharusan.
Setelah selesai tayamum, nur berdiri. Tapi ia sadar bahwa ia juga tak tahu dimana rah kiblat. Nur hanya mengira-ngira dan segera shalat dengan sekhusyu yang ia bisa. Dlama shalatnya nur menangis dan menangis. Ia merasakan begitu dekat dengan allah. Dalam doanya yang terakhir, nur mengadukan segala keluh kesah dan deritanya kepada sang khalik. Meminta-Nya untuk bisa menolongnya dari tangan orang-orang yang berbuat aniaya. Tak da pengharap[an selain ia bisa keluar dari ruangan gudang yang sempit dan pengap itu.
Tiba-tiba nur mendengar langkah kaki mendekatinya. Bunyi dua sepatu yang ritmis itu membuyarkan konsentrasinya dalam berdoa. Ia memicingkan matanya dan matanya menangkap dua sosok manusia menjulang di balik jeruji. Satu lelaki dan yang satunya lagi seorang perempuan.
“hai sayang…”sapa seorang perempuan. Nur bisa mengenali suaranya yang sangat familiar. Tante viola. Nur menahan nafas saking terkejut dengan kedatangan bekas majikannya itu. Ia kembali merapal doa perlindungan dalam kepasrahan yang purna.
“bagaimana tidurnya? Nyenyak?”Tanya seorang pria dengan suara baritonnya. Om pendi.
Nur menatap mereka berdua dengan tatapan tajam. Ia waspada dengan kemungkinan atau hal buruk yang akan menimpanya dari tangan mereka berdua.
“oh, sekarang kamu kelihatan alim dengan jilbabmu ya. Siapa yang ngajarin sayang? Ustadzah yang baik hati itu mengajari kamu? Oh ya, tante juga bisa kok ngajarin kamu ngaji. Kalau kamu mau,Kenapa nggak minta dari dulu?”
“aku tak ingin menjadi sapi perahanmu, tante viola!”seru nur dengan suara lantang. Tak ada lagi ketakutan dihatinya. Jika seandainya tante viola akan menyiksanya, biarlah itu sebagai penebus dari segala kesalahannya. Walau pun nur yakin bahwa dosa itu bisa terhapus dengan taubat nasuha, tapi ia merasa dirinya msih berlumur dosa.
“oh, kamu mulai berani melawan ya? Ustadzah juga yang ngajarin kamu?”ujar tante viola sarkastis. Ia membuka sel yang telah dibuka gemboknya oleh pendi. Kemudian mendekat kea rah nur. Tangannya yang kurus mengangkat dagu nur dan menatapnya tajam.”kau akan menyesal  atau tarik kata-katamu barusan.”
Nur menepis tangan kurusnya dan membalas tatapannya.”tidak! kau memang perempuan pemeras tante viola. Lagakmu ingin menolong saja. Aku telah tertipu dengan permainanmu!”
Tante viola menatap nur dengan mata nyalang. Tangannya melayang diudara dan serta merta menampar wajah nur hingga terhuyung.”beraninya kamu berkata seperti itu.
Nur meringis. Ia merasakan bibirnya pecah dan mengeluarkan darah. Tangannya menyeka bibir dengan gemetar.”lakukan apa pun sekehendakmu. Biar tuhan yang membalas semua kebiadabanmu, atau aku akan menonton kelak di neraka!”
PLAK!!
Satu tamparan kembale mendarat. Nur kembali sempoyongan dan berusaha menahan tubuhnya yang limbung dengan berpegangan pada tembok. Kepalanya menjadi pusing.
“ingat nur! Kamu masih punya hutang sama tante!”bentak tante viola dengan garang.
Nur mendengus.” Aku akan membayar utang tante. Tapi bukan dengan cara melacur! Kalau tante tak percaya, tunggu hingga saya bisa membayar hutang itu.”
Tante viola mengejek.”darimana kau bisa membayar utangku? Gali lobang tutup lobang?”
“kenapa aku harus khawatir dengan masalah rezeki? Toh banyak pekerjaan halal selain menjadi bawahanmu. Lagi pula tuhan sudah menjamin rezeki setiap hambanya.”
“oh begitu ya. Kamu sudah pintar berdalil sejak serumah dengana ustadzah brengsek itu.”
“bagi saya lebih brengsek dirimu daripada ustadzah aminah. Dasar maling teriak maling!”bentak nur dengan keras. Kesabarannya sudah habis. Kalau saja ia mau, ia ingin menumpahkan semua sumpah serapah kepada tante viola. Tapi baru saja ia sadar setelah membentaknya. Bisa saja tante viola kalap dan menyiksanya dengan cara yang tak bisa dibayangkan.
Benar apa yang ditakutkan nur. Tante viola tanpak marah mendengar kata-katanya barusan. Ia merenggut kerudung nur dan mendekatkan kepalanya. Kemudian berbisik.”aku perlu memberimu sedikit pelajaran!”
Tante viola menghentakan kepala nur dan segera berdiri. Kemudian matanya menatap pendi yang sedari tadi hanya menonton di belakangnya.”aku ingin merokok sayang.”
Pendi mengulurkan sebungkus rokok dan pemantik. Tante viola mengambil sebatang, menyulutnya dan menyelipkannya di antara bibir berguncunya. Ia hanya  menghisap rokok sebentar, setelah itu tangannya yang ramping mengulurkan rokok itu kea rah nur.”kau mau rokok?”
Nur hanya diam.
“maksudku, kau belum pernah merasakan panas punting rokok kan?”tanyanya dengan suara yang dibuat-buat. Nur terperanjat ketika tangan rampingnya itu menekan ujung rokok yang menyala ke lehernya. Nur menjerit kesakitan. Tangannya menepis tangan kanan tante viola yang mencengkramnya. Tapi rupanya tenaganya tidak sebanding dengan perempuan biadab itu. Ia hanya meronta dan menangis ketika punting rokok yang panas itu kembali mendarat di pipi dan tengkuknya.
“buka bajumu!”seru tante viola sembari menyingkapkan baju panjang yang nur pakai.
“tidak!”seru nur disela-sela isakan tangisnya. Tante viola kembali merenggur kerudungnya hingga terlepas. Kemudian menyingkap punggungnya dan menekan puntung rokok ke punggung dan pahanya. Nur kembali menjerit. Tapi untuk ketiga kalinya ia tidak merasakan apa-apa karena puntung sudah padam karena tekanan. Sialan! Ternyata itu belum selesai. Tante viola kembali menyulut puntung sehingga semakin membara. Dan untuk kesekian kalinya nur menjerit dan mengucap istighfar ketika puntung itu berkali-kali mendarat di tubuhnya.
“dasar kau iblis!”seru nur dengan lantang. Kesabarannya sudah habis. Tak ada lagi kehormatannya yang tersisa. Ia merasa harga dirinya sudah diinjak-injak. Nur merasa frustasi semenjak mendapati dirinya yang siuman dari obat tidur yang diberikan pemuda yang kemarin bersama om pendi. Dan kini, ia harus menerima siksaan tak berprikemanusiaan itu. Tak ada lagi yang ia takutkan. Rasa takut itu telah tergantikan oleh rasa marah yang membuncah tak terbendung. Nur bangkit dan mencakarkan tangannya kea rah tante viola. Tante viola mundur beberapa langkah. Ia merasa agak terkejut dengan keberingasan nur yang tiba-tiba.
“dasar anak tak tahu diuntung!!”serapahnya sembari melemparkan tas kulitnya. Ia sedikit kewalahan dengan terjangan dan cakaran nur.
“pendi! Kenapa kau malah diam. Ringkus anak ingusan ini!”bentak tante viola kepada pendi yang tersenyum melihat adegan di depan matanya. Tanpa menunggu lama pendi melangkah dan mencengkram tangan nur. Nur menjerit. Ia meronta-ronta ketika dilihatnya tante viola membawa pentungan kayu yang tergeletak di pojok ruangan.”kau harus mati nur!”
Nur menahan nafas. Dan tanpa menunggu lama lagi nur menggigit perelangan tangan om pendi hingga tangan kekarnya terlepas dari bahu dan pinggangnya. Kemudian ia menendang selangkangannya hingga laki-laki itu terhunyung-hunyung dengan erangan tertahan.
“JAHANAM!”seru tante viola sembari memukulkan balok kayu ke wajah nur. Malang, nur tak sempat menghindar. Ia merasakan hantaman kayu itu di tengkuknya. Seketika ia merasakan bumi berputar dan menghitam. Nur ambruk setelah melawan semampunya.




Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment