Mobil itu berhenti di depan rumah yang besar dan mewah.
Awalnya, nur menyangka ia akan dibawa ke rumah tante viola, tapi ternyata
bukan.
Om pendi dan pemuda kurang ajar itu tersenyum kea rah nur.
Dengan satu jentikan ibu jari dan jempol om pendi, pemuda itu menyeret nur
dengan kasar. Ia membuka mobil dan mendorong nur keluar hingga hamper
terjengkang.
“selamat bersenang-senang gadis malang…”ujarnya lirih.
Kemudian pemuda itu tersenyum dan menatap om pendi.”kalau begitu, boleh saya
bersenang-senang dengan gadis malang ini pendi?”
Om pendi mengangkat bahunya dan dengan santai mengeluarkan
rokok kretek dan pemantik dari saku jaketnya.”memang kita membawa gadis sialan
ini untuk apa?”
Nur kembali mengigil dan memohon dengan terisak-isak.”om,
jangan apa-apakan saya. Saya berjanji akan membayar semua hutang saya kepada
tante__”
Om pendi mendengus.”sudah kubilang kang, ini bukan masalah
utang piutang. Ini masalah pembangkanganmu terhaap tante viola. Kenapa kamu
kabur dari rumahnya? Kenapa kamu tak ingin menjadi penghibur para lelaki lagi
nur?tantemu yang malang itu akan jatuh miskin tamnpa keberadaan kalian. Dan
temanmu yang pulang itu, brengsek betul dia!”
Nur hanya terdiam dan berjongkok sedari tadi. Lututnya
terasa sakit dan ngilu karena terbentur batu. Pemuda itu telah mendorongnya
tanpa perhitungan sehingga membuatnya terjerembab ke atas bebatuan taman.
“oke, sekarang bawa dia ke gudang belakang. Biarkan dia
disana sampai viola dating nanti malam.”seru om pendi diantara hisapan asap
rokok kreteknya.
Pemuda itu merenggut rambut nur dan memaksanya untuk berdiri. Kemudian
memaksanya untuk berjalan, mengikuti langkahnya yang lebar-lebar. Nur meringis
kesakitan. Langkahnya tersaruk-saruk diantara erangannya yang tertahan.
****
“kerja yang hebat sayangku.”ujar viola lirih sembari
mendaratkan ciuman hangat di pipi pendi. Pendi tertawa terbahak-bahak dan
dengan gaya santainya ia merengkuh viola ke dalam pangkuannya.
“sudah kubilangkan, gadis itu terlalu lugu dan polos. Dia
mudah untuk kita dapatkan.”ujar tante viola sembari mencomot sebatang rokok
yang teselip di kedua bibir pendi dan mengisapnya. Kemudian mengembalikannya.”
Sayagnya, betina yang satunya lagi terlalu cerdas. Aku tak mungkin menyusul ke
kampungnya.”
“ninon si anak hitam manis itu?”Tanya pendi
“ya.”jawab tante viola pendek. Kemudian tangannya yang
ramping membuka tas kulitnya dan mengambil sebuah amplop coklat. Kemudian
mengansurkannya ke hadapan pendi.”ini bagianmu sayang.”
Pendi tersenyum lebar dan mengipaskan amplop itu ke
wajahnya. Kemudian mengecup pipi viola.”kau memang baik. Jadi, apakah kafemu
masih beroperasi?”
‘tanpa keberadaan dua betinaku, aku tetap bisa menghasilkan
uang.”
“kamu….?”
Viola menatap pendi dengan tajam.”jangan salah paham. Aku
tak akan macam-macam. Ada seseorang yang menggantikan nur dan ninon. Kerjanya
pun lumayan hebat.”
“siapa?”Tanya pendi. Matanya memicing.
“ajeng. Dia pembantuku. Mau saja dia kusuruh menggantikan
dua betina sialan itu.”terang viola diselingi tawanya yang khas.
“ah, kau memang tak pernah kesulitan mencari pekerjamu
viola. Kau tahu melihat kesempatan dalam kesempitan. Aku bisa menduga, pasti
ajeng butuh uang yang banyak.”
Viola tersenyum senang.”kau pintar pendi. Ceritanya, ajeng
butuh uang untuk menebus biaya rumah sakit papanya yang terserang diabetes. Dan
aku memberikannya pinjaman dengan syarat harus bekerja di kafe malam.”
Pendi mengangguk-anggukan kepalanya. Ia membuang punting
rokok yang masih menyala ke dalam asbak. Kemudian mengambil satu batang
terakhir dari kotak rokok di atas meja.”lalu bagaimana urusan dengan sekar?”
viola menghela nafas panjang.”aku tak mau mengambil resiko. Kalau aku membawanya kepada keuarganya, aku bisa rugi pendi. Makanya aku membuang mayatnya di pertengahan jalan. Tadinya, aku ingin membawanya ke keluarganya. Tapi aku berubah pikiran.”
viola menghela nafas panjang.”aku tak mau mengambil resiko. Kalau aku membawanya kepada keuarganya, aku bisa rugi pendi. Makanya aku membuang mayatnya di pertengahan jalan. Tadinya, aku ingin membawanya ke keluarganya. Tapi aku berubah pikiran.”
Pendi tampak terkejut mendengar penuturan viola.”bisa saja
keluarganya menganggap ia masih hidup. Suatu waktu nanti mereka bisa menyusulmu
karena ketidak pulangan sekar.”
“aku tidak sebodoh pikiranmu pendi. Keluarganya tak ada yang
tahu alamatku. Mencari seorang viola di belantara Jakarta tak ubahnya seperti
mencari jarum di tumpukan jerami.
Pendi mengangguk-anggukan kepalanya dan bangkit dari tempat
duduknya. “kalau begitu, ayo aku tunjukan dimana betinamu sekarang
berada.”ujarnya dengan senyum lebar. Ia mengambil jaketnya yang tersampir di
sandaran sofa dan memakainya. Kemudian melangkah keluar diikuti viola.
****
Nur meringis kesakitan. Ia masih merasakan ngilu di lutut
dan pergelangan tangannya. Perutnya juga terasa kembung dan mual. Gejala masuk
angin. Bagaimana tidak, semalaman ia tidur di atas lantai yang dingin dan
lembab. Air mata kembali merembes di kedua pelupuk matanya. Hatinya tak
henti-henti merapal doa perlindungan kepada yang maha kuasa.
Nur menatap ventilasi di dinidng paling atas. Tanpaknya hari
sudah mulai siang, sementara ia belum shalat subuh. Kini ia kembali sadar bahwa
handphonenya hilang. Mungkin terjatuh dari saku bajunya atau diambil oleh kedua
lelaki iblis kemarin. Lagi pula, mana mungkin mereka membiarkannya menggenggam
handphone. Itu sama saja mengumpankan kejahatan mereka kepada polisi. Mereka
cukup cerdas sehingga menggeledah saku bajunya saat nur tertidur. Benarkah aku
tertidur? Piker nur. Karena tak biasanya ia bangun kesiangan. Nur ingat,
kemarin, pemuda berengsek itu memberinya nasi bungkus dan sebotolair mineral.
Nur tersadar dengan apa yang terjadi. Tiba-tiba otaknya menyimpulkan hal yang
selama ini tak pernah ia pikirkan. Obat tidur.
Nur bahkan tak ingin membayangkan hal yang bisa saja terjadi
pada dirinya semalam. Ia lengamati baju yang masih menempel di tubuhnya. Tak
ada yang berubah selain dua buah kancing di depan dada yang tak tertutup. Jadi,
benar apa yang ia sangkakan.
Nur terisak-isak. Hatinya hancur ketika harus menerima
kenyataan yang ada. Tapi nur berusaha tegar. Nur harus segera melaksanakan
shalat subuh sebelum matahari menyembul sempurna. Tak ada air, terpaksa nur
bertayamum di dinding yang pekat berdebu. Nur ingin menenangkan pikirannya dari
segala tekanan batin yang ia rasakan. Ustadzah aminah sudah memberinya bukti
bahwa dengan shalat kepada allah, segala masalah akan terasa ringan dan akan
kuat menghadapinya.
“shalat selalu membuat kita bertahan dari segala kesulitan.
Makanya di dalam al-qur’an surah al-baqarah, allah menyuruh kita menjadikan
shalaat dan sabar sebagai penolong.”terang ustadzah aminah ketika ia menyuruh
nur shalat dengan sabar. Sejak itu, nur tak sudi untuk tidak shalat atau bahkan
menunda-nunda shalat. Awalnya, nur hanya tak ingin membuat ustadzah kecewa.
Tapi lama-lama ia menyadari bahwa bukan hanya sekedar member kepuasan terhadap
ustadzah aminah, tapi bagaimana ia harus menjadikan shalat sebagaimana apa
adanya. Kebutuhan dan keharusan.
Setelah selesai tayamum, nur berdiri. Tapi ia sadar bahwa ia
juga tak tahu dimana rah kiblat. Nur hanya mengira-ngira dan segera shalat
dengan sekhusyu yang ia bisa. Dlama shalatnya nur menangis dan menangis. Ia
merasakan begitu dekat dengan allah. Dalam doanya yang terakhir, nur mengadukan
segala keluh kesah dan deritanya kepada sang khalik. Meminta-Nya untuk bisa
menolongnya dari tangan orang-orang yang berbuat aniaya. Tak da pengharap[an
selain ia bisa keluar dari ruangan gudang yang sempit dan pengap itu.
Tiba-tiba nur mendengar langkah kaki mendekatinya. Bunyi dua
sepatu yang ritmis itu membuyarkan konsentrasinya dalam berdoa. Ia memicingkan
matanya dan matanya menangkap dua sosok manusia menjulang di balik jeruji. Satu
lelaki dan yang satunya lagi seorang perempuan.
“hai sayang…”sapa seorang perempuan. Nur bisa mengenali
suaranya yang sangat familiar. Tante viola. Nur menahan nafas saking terkejut
dengan kedatangan bekas majikannya itu. Ia kembali merapal doa perlindungan
dalam kepasrahan yang purna.
“bagaimana tidurnya? Nyenyak?”Tanya seorang pria dengan
suara baritonnya. Om pendi.
Nur menatap mereka berdua dengan tatapan tajam. Ia waspada
dengan kemungkinan atau hal buruk yang akan menimpanya dari tangan mereka
berdua.
“oh, sekarang kamu kelihatan alim dengan jilbabmu ya. Siapa
yang ngajarin sayang? Ustadzah yang baik hati itu mengajari kamu? Oh ya, tante
juga bisa kok ngajarin kamu ngaji. Kalau kamu mau,Kenapa nggak minta dari
dulu?”
“aku tak ingin menjadi sapi perahanmu, tante viola!”seru nur
dengan suara lantang. Tak ada lagi ketakutan dihatinya. Jika seandainya tante
viola akan menyiksanya, biarlah itu sebagai penebus dari segala kesalahannya.
Walau pun nur yakin bahwa dosa itu bisa terhapus dengan taubat nasuha, tapi ia
merasa dirinya msih berlumur dosa.
“oh, kamu mulai berani melawan ya? Ustadzah juga yang
ngajarin kamu?”ujar tante viola sarkastis. Ia membuka sel yang telah dibuka
gemboknya oleh pendi. Kemudian mendekat kea rah nur. Tangannya yang kurus
mengangkat dagu nur dan menatapnya tajam.”kau akan menyesal atau tarik kata-katamu barusan.”
Nur menepis tangan kurusnya dan membalas tatapannya.”tidak!
kau memang perempuan pemeras tante viola. Lagakmu ingin menolong saja. Aku
telah tertipu dengan permainanmu!”
Tante viola menatap nur dengan mata nyalang. Tangannya
melayang diudara dan serta merta menampar wajah nur hingga terhuyung.”beraninya
kamu berkata seperti itu.
Nur meringis. Ia merasakan bibirnya pecah dan mengeluarkan
darah. Tangannya menyeka bibir dengan gemetar.”lakukan apa pun sekehendakmu.
Biar tuhan yang membalas semua kebiadabanmu, atau aku akan menonton kelak di
neraka!”
PLAK!!
Satu tamparan kembale mendarat. Nur kembali sempoyongan dan
berusaha menahan tubuhnya yang limbung dengan berpegangan pada tembok.
Kepalanya menjadi pusing.
“ingat nur! Kamu masih punya hutang sama tante!”bentak tante
viola dengan garang.
Nur mendengus.” Aku akan membayar utang tante. Tapi bukan
dengan cara melacur! Kalau tante tak percaya, tunggu hingga saya bisa membayar
hutang itu.”
Tante viola mengejek.”darimana kau bisa membayar utangku?
Gali lobang tutup lobang?”
“kenapa aku harus khawatir dengan masalah rezeki? Toh banyak
pekerjaan halal selain menjadi bawahanmu. Lagi pula tuhan sudah menjamin rezeki
setiap hambanya.”
“oh begitu ya. Kamu sudah pintar berdalil sejak serumah
dengana ustadzah brengsek itu.”
“bagi saya lebih brengsek dirimu daripada ustadzah aminah.
Dasar maling teriak maling!”bentak nur dengan keras. Kesabarannya sudah habis.
Kalau saja ia mau, ia ingin menumpahkan semua sumpah serapah kepada tante
viola. Tapi baru saja ia sadar setelah membentaknya. Bisa saja tante viola
kalap dan menyiksanya dengan cara yang tak bisa dibayangkan.
Benar apa yang ditakutkan nur. Tante viola tanpak marah
mendengar kata-katanya barusan. Ia merenggut kerudung nur dan mendekatkan
kepalanya. Kemudian berbisik.”aku perlu memberimu sedikit pelajaran!”
Tante viola menghentakan kepala nur dan segera berdiri.
Kemudian matanya menatap pendi yang sedari tadi hanya menonton di
belakangnya.”aku ingin merokok sayang.”
Pendi mengulurkan sebungkus rokok dan pemantik. Tante viola
mengambil sebatang, menyulutnya dan menyelipkannya di antara bibir berguncunya.
Ia hanya menghisap rokok sebentar,
setelah itu tangannya yang ramping mengulurkan rokok itu kea rah nur.”kau mau
rokok?”
Nur hanya diam.
“maksudku, kau belum pernah merasakan panas punting rokok
kan?”tanyanya dengan suara yang dibuat-buat. Nur terperanjat ketika tangan
rampingnya itu menekan ujung rokok yang menyala ke lehernya. Nur menjerit
kesakitan. Tangannya menepis tangan kanan tante viola yang mencengkramnya. Tapi
rupanya tenaganya tidak sebanding dengan perempuan biadab itu. Ia hanya meronta
dan menangis ketika punting rokok yang panas itu kembali mendarat di pipi dan
tengkuknya.
“buka bajumu!”seru tante viola sembari menyingkapkan baju
panjang yang nur pakai.
“tidak!”seru nur disela-sela isakan tangisnya. Tante viola
kembali merenggur kerudungnya hingga terlepas. Kemudian menyingkap punggungnya
dan menekan puntung rokok ke punggung dan pahanya. Nur kembali menjerit. Tapi
untuk ketiga kalinya ia tidak merasakan apa-apa karena puntung sudah padam karena
tekanan. Sialan! Ternyata itu belum selesai. Tante viola kembali menyulut
puntung sehingga semakin membara. Dan untuk kesekian kalinya nur menjerit dan
mengucap istighfar ketika puntung itu berkali-kali mendarat di tubuhnya.
“dasar kau iblis!”seru nur dengan lantang. Kesabarannya
sudah habis. Tak ada lagi kehormatannya yang tersisa. Ia merasa harga dirinya
sudah diinjak-injak. Nur merasa frustasi semenjak mendapati dirinya yang siuman
dari obat tidur yang diberikan pemuda yang kemarin bersama om pendi. Dan kini,
ia harus menerima siksaan tak berprikemanusiaan itu. Tak ada lagi yang ia
takutkan. Rasa takut itu telah tergantikan oleh rasa marah yang membuncah tak
terbendung. Nur bangkit dan mencakarkan tangannya kea rah tante viola. Tante
viola mundur beberapa langkah. Ia merasa agak terkejut dengan keberingasan nur
yang tiba-tiba.
“dasar anak tak tahu diuntung!!”serapahnya sembari
melemparkan tas kulitnya. Ia sedikit kewalahan dengan terjangan dan cakaran
nur.
“pendi! Kenapa kau malah diam. Ringkus anak ingusan
ini!”bentak tante viola kepada pendi yang tersenyum melihat adegan di depan
matanya. Tanpa menunggu lama pendi melangkah dan mencengkram tangan nur. Nur
menjerit. Ia meronta-ronta ketika dilihatnya tante viola membawa pentungan kayu
yang tergeletak di pojok ruangan.”kau harus mati nur!”
Nur menahan nafas. Dan tanpa menunggu lama lagi nur
menggigit perelangan tangan om pendi hingga tangan kekarnya terlepas dari bahu
dan pinggangnya. Kemudian ia menendang selangkangannya hingga laki-laki itu
terhunyung-hunyung dengan erangan tertahan.
“JAHANAM!”seru tante viola sembari memukulkan balok kayu ke
wajah nur. Malang, nur tak sempat menghindar. Ia merasakan hantaman kayu itu di
tengkuknya. Seketika ia merasakan bumi berputar dan menghitam. Nur ambruk setelah
melawan semampunya.
No comments:
Post a Comment