Husni Mubarok
Aku tahu ini adalah
perasaan yang tumbuh haram di hatiku. Tapi apa yang aku bias selain mengeluh
dan merasa tersiksa. Kau mungkin menganggapku jauh dengan tuhan. Bah! Terserah
apa yang kau bilang mengenai diriku. Yang aku tahu, aku tak pernah putus asa
dalam harap dan doa. Aku selalu meminta. Sekali pun aku tahu bahwa doaku sudah beratus-ratus kali aku lantunkan.
Sehabis shalat fardhu, saat hujan turun, saat hari jum’at yang katanya hari
diijabahnya doa, bahkan saat shalat malam, walau yang terakhir kuakui, aku
tidak rutin melaksanakannya.
Tapi, oh tuhan….rasa
itu tetap saja bersemayam di hatiku. Bahkan aku merasa frustasi dan benci
dengan diriku sendiri. Kenapa aku begitu lemah tuhan? Kenapa aku tak pernah
merasa tenang? Merasa bebas dari kungkungan perasaan terlarang itu.
Mungkin kau akan
bertanya, perasaan apakah itu yang membuatku tersiksa setengah mati. Kau ingin
tahu? Ah, bahkan aku tak yakin kau akan percaya mendengarnya. Bahkan, jika
mungkin kau yakin, kau akan mencibirku atau bahkan mencemoohku. Lebih parah
lagi jika kau menyebarkannya menjadi bahan gossip yang hangat untuk orang-orang
terdekatku. Ah jangan, aku belum siap untuk menceritakannya. Padahal aku selalu
berdoa supaya allah menutup aib-aibku setiap pagi dan petang dalam ma’tsurat
yang aku lantunkan.
Apa?kau masih
penasaran juga? Kukira kau harus menyipan rasa penasaranmu . masa bodoh! Yang
penting aku sudah menumpahkan semua ini? Oh belum, setidaknya aku baru
menumpahkannya sebagian. Tetap saja ada rasa yang mengganjal sebelum aku
menceritakannya secara jelas kepadamu. Sejelas matahari di siang hari. Tapi
untuk saat ini aku belum siap mengatakannya, maaf!
Dan menghela nafas dan menghembuskannya lamat-lamat. Sebuah
e-mail datang lagi dari seseorang penggemarnya. Ini surat yang ketiga yang ia
terima. Dua surat sebelumnya menceritakan kegundahan-kegundahan si pengirim
yang mengatas namakan yerebim . entah apa dan entah kenapa ia begitu percaya
diri mengirimi dan email sampai tiga kali. Bukan untuk mencari atau meminta
solusi seperti para penggemar kebanyakan. Dan, siapa yang tidak tahu namanya,
seorang artis sekaligus psikologi yang sangat digandrungi kawula muda.
Dan adalah sosok yang sangat dekat dengan dunia muda. Ia
adalah seorang penceramah tapi bukan berceramah dan memvonis sana-sini seperti
para penceramah kebanyakan. Ia selalu menjadi sumber rujukan dan tumpahan dari
keluh kesah.
Tapi email ini beda.
Si pengirim yang bernama yeredim hanya meninggalkan kesan misterius dan aneh.
Biasanya para pengirim elai akan memungkas emailnya dengan kalimat: saya harap kak dan bisa membantu saya dan betapa senangnya saya
jika kakak membalas email saya.
Tapi dia?
Dia tak ingin mengungkapkan apa masalahnya. Hanya mengeluh
saja.
Dan hanya tersenyum
dan hamper mendelet email itu dari kotak inbox emailnya. Tapi beberapa saat
kemudian ia menghela nafas dan membatalkan aksinya. Rasa penasaran tiba-tiba
muncul kembali. Ia ingin membalas email itu.
Beberapa saat lamanya ia mengetik dan mengkilk sent. Hanya
mengirimkan untuk yeredim.
Aku tidak akan bisa
membuatmu merasa lega dengan jawaban hingga kamu menceritakan apa masalahmu.
Bahkan, bisa saja aku tidak membaca emailmu jika hanya yang itu-itu saja. Bukan
aku tidak peduli, tapi itu membosankan dan aku harus mengurus email-email yang
lain.
Apalagi emailmu
berputar-putar seperti baling-baling dan mengumbar kata-kata layaknya
sastrawan. Tak bisakan to the point?
Saya tunggu keberanian
anda untuk menceritakan apa masalah anda. Jika memang engkau percaya kepada
saya, kenapa kau tak pernah berani menceritakannya?
****
Dua hari kemudian, dan membuka emailnya dan mendapatkan ada
puluhan email yang masuk di inbox. Hmmmff,,, dan tak ingin menghabiskan
waktunya hanya dengan mengurus email-email itu berjam-jam lamanya. Skripsinya,
buku seri psikolognya dan….seabrek pekerjaan lainnya menjadi terbengkelai. So,
sekarang dan merasa harus puas dengan waktu saru setengah jam membalas
email-email itu setelah membacanya secara marathon. Setengah hati.
Dan tiba-tiba tertarik dengan satu email balasan dari
yeredim. Menempati urutan kedua.
Kilk. Dan membuka atachement email dan ….
Kau telah lupa padaku
rupanya dan. Aku adalah teman semasa SMP-mu. Aku yari. Oh, maklum kau tidak
mengenalku karena aku memakai nama penaku. Untuk hal ini aku minta maaf.
Sadarkah kau dan? Kau
juga mungkin pernah merasakan kegundaha sejenis. Bedanya, sekarang kau sudah
sembuh dan tobat dari kegundahan itu. Sementara aku belum. Kita pernah
bersama-sama mengarungi kehidupan itu. Tapi kau selamat darinya. Aku masih
berputar-putar dalam arus dan pusaran yang sama. Sama gelapnya. Sama kelamnya.
Padahal tiga tahun
terakhir aku mencoba untuk berlepas dari rasa itu? Dengan berusaha mendekatkan
diriku pada tuhan mungkin, atau melupakan rasa yang hamper membunuhku dalam
rasa bersalah yang berkepanjangan. Rasa cinta yang tidak seharusnya ada.
Abnormal? Bisa jadi.
Dan, bantu aku untuk
bisa menjadi lelaki seutuhnya. Aku tak ingin menjadi seorang GAY!!
Dan menepuk jidatnya dan melenguh lirih. Yeredim…….
No comments:
Post a Comment