Nur merasa tersiksa dengan apa yng dikerjakannya selama ini.
Setiap malam ia selalu menangis di kamarnya. Tak ada yang tahu betapa perih
hatinya ketika harus menjadi seorang perempuan yang tak lagi punya kehormatan
dan martabat. Menggadaikan kehormatan demi lembaran uang. Ah, andai dani tidak
harus dioperasi, mungkin nur tak akan sudi mengerjakan pekerjaan kotor seperti
itu. Tapi bisa apa dirinya? Bagaimana pun juga, utangnya kepada tante viola
harus segera ia bayar.
Kadang nur berangan-angan yang indah tentang dirinya. Jika
senadainya seseorang lelaki menolongnya layaknya fernandes menolong ninon dari
pekerjaan hinanya. Dan tante viola hanya tahu tentang setoran uang. Makanya,
nur selalu berharap hal itu benar-benar terjadi dan dia tak akan pernah merasakan
tekanan batin dan rasa bersalah.
Kadangkala, bayangan wajah emak dan abah mengganggu
tidurnya. Mereka dating dengan senyuman yang merekah. Ah, jika mengingat hal
itu, nur merasa ia telah mengkhianati semua kasih saying mereka. Tak
terbayangkan bagaimana jika seandainya emak dan abah masih hidup dan mereka
tahu apa yang dikerjakan nur di ibu kota. Nur tak bisa membayangkannya.
Nur mendesah untuk yang sekian kalinya.”emak, abah. Maafkan
nur. Nur janji, seatelah utang nur lunas, nur akan berhenti dari pekerjaan
nur.”
Tak terasa air mata mulai merembes dan emgnalir di pipinya.
Dipandanginya foto emak dan abah yang tergeletak di atas meja kayu jati. Nur
mengambilnya dengan kerinduan yang menyeruak di hatinya. Kemudian mendekapnya
dan menangis tanpa suara.
****
nur duduk di meja bartender. Ia tampak gelisah. Ia
mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Sekar sudah pergi berkeliling meja
untuk menawarkan jasanya. Sementar ninon asyik bercengkrama dengan fernandes.
Selama jam kerja di kafe malam, ninon lebih banyak menghabiskan waktu dengan
kekasihnya. Sungguh beruntung dia, dia hanya sesekali mengantarkan minuman
kepada para pengunjung dan selalu menampik halus setiap permintaan lelaki
hidung belang. Fernandes telah menyelamatkan kehormatannya.
“nur, kamu melamun terus dari tadi.”seru ninon membuyarkan
lamunannya. Nur tersenyum hambar.
Ninon beranjak mendekati nur. Fernandes mengikutinya.”kamu
kenapa? Kenapa nggak mencari pelanggan.?”
Ninon melotot kepada kekasihnya.”kamu sakit?”
Nur menggeleng.”enggak, Cuma lagi nggak mood aja.”
Ninon terdiam. Ia menatap nur dengan tatapan
menimbang-nimbang.
Nur tahu, ninon merasakan ada yang tidak beres dengannya
mala mini. Nur berusaha tersenyum lebar dan berdiri dari tempat duduknya.”kamu
nggak percaya sama aku ninon?”tuturnya dan segera mengambil nampan. Kemudian
meletkan beberapa botol bintang dan wine ke atas nampan lengkap dengan
gelas.”aku akan mengantarkan minuman. Ada yang masuk barusan.”ujarnya lagi
sembari melirik beberapa lelaki yang memasuki bar.
Ninon menghela nafas.”ya udah, kalau ada apa-apa kamu
tinggal ngomong sama aku. Fernandes juga bisa menolongmu.”kata ninon sembari
menatap kekasihnya. Fernandes tersenyum dan mengangkat jempolnya. Kemudian
mereka berlalu dari hadapan nur dan kembali mengobrol di pojok ruangan.
Nur meletakan nampan di atas meja dan menghampiri pengunjung
yang baru dating. Menanyakan bir yang mereka suka dan membawakannya saat itu
juga.
Setelah merasa cukup dan tak da lagi pesanan, nur kembali
duduk di meja bartender dengan tatapan kosong. Sekonyong-konyong sekar muncul
dengan seorang oom-oom yang memakai pakaian perlente. Ia menatap nur dengan
tatapan sarkastis.’eh nur, kenapa kamu malah diam saja. Sana! Cari pelanggan!”
Nur mendengus.”banyak omong kau!”
‘eh, katanya kamu mau lunasin utang-utangmu ke tante viola
kan? Mana bisa kamu dapet uang banyak kao kerjaannya Cuma duduk-duduk seperti
itu.”ejek sekar dan berlalu dari hadapan nur. Pinggangnya diapit oleh tangan si
lelaki paruh baya perlente di sampingnya.
“lihat saja nanti. Aku akan setor lebih banyak dari pada
kamu.”uajr nur dengan jengkel. Tapi kali
ini sekar tak mendengarkan apa yang barusan ia katakana. Nur bangkit dari
tempat duduknya dan mulai mengedarkan pandangan. Mencari pengunjung yang sekiranya
bisa ia tawari jasanya. Gara-gara ejekan sekar barausan, perasaannya menjadi
tidak karuan. Hatinya panas. Daya persaingan dan gensi menyeruak dari hatinya.
Lama-lama ia jadi tidak tahan dengan perlaukan sekar yang meremehkan dirinya.
Nur paling malas mendekati para lelaki yang bergerombol bersama
teman-temannya. Jika tidak harus melayani mereka semua, paling tidak ia tak
punya privasi sama sekali. Maka nur mencari pengujung yang sendiri. Nur melihat
ada seorang lelaki yang tengah menunduk di sudut ruangan. Tak jauh dari meja
ninon dan fernandes berada.
“tambah minumannya?”Tanya nur berbasa-basi.
Lelaki itu menatap nur sekilas, kemudian mengalihkan
pandangannya ke botol yang masih penuh. Ia menggeleng lemah.
Nur menyadari bahwa lelaki itu belum meminum bintang yang
teronggok di hadapannya.”nggak minum?”
“tidak.”jawab lelaki itu. Wajahnya menyiratkan bahwa ia
mempunyai beban pikiran. Rambutnya yang ikal terlihat acak-acakan. Wajahnya
muram. Ia menatap nur dengan tatapan yang sulit ditafsirkan.”kamu pelayan kan?”
Nur mengangguk senang dan duduk di hadapan lelaki itu.
Diamn-diam nur mengakui bahwa lelaki tiu sungguh menarik di matanya. Tubuhnya
atletis dan wajahnya menyioratkan bahwa ia bukan lelaki sembarangan. Lagi pula,
ia sepertinya bukan peminum seperti para pengunjung pada umumnya.
“kamu tidak suka alcohol kan? Mungkin mau minuman yang
lain?”Tanya nur lebih lanjut. Lelaki itu mengangguk senang. Wajahnya lebih
rileks daripada sebelumnya. Nur beranjak dari tempat duduknya untuk mengambil
beberapa minuman soda. Tak berapa lama, ia dating dengan dua kaleng soda dan
sebotol teh manis.”silakan.”ujarnya.
Lelaki itu membuka tutup soda dan meminumnya. Ia kembali
terdiam dan mengetuk-ketukan jarinya di atas meja.”bisakah kamu menemani saya
mala mini?” Tanya lelaki itu dengan menatap penuh harap.
Nur tersenyum gembira.”oh, bisa.”jawabnya gugup. Hatinya
berdebar-debar tidak karuan.
“aku butuh temen ngobrol. Bagaimana kalau kita ngobrol di
luar.”tawarnya kemudian. Ia berdiri dari tempat duduknya.
Nur menghela nafas. Dadanya masih berdegup tak karuan.”oke!”serunya
pendek. Kemudian nur menghampiri ninon yang berada tak jauh dari sana.”ninon,
aku mau keluar dulu ya.
ninon menatapnya dengan senyuman lebar.”bagus. biar aku saja yang nunggu disini.”ujar ninon sembari melambaikan tangannya.
ninon menatapnya dengan senyuman lebar.”bagus. biar aku saja yang nunggu disini.”ujar ninon sembari melambaikan tangannya.
Lelaki itu berjalan di depan dan nur membuntuti
langkahnya.”kemana?”
“diluar saja. Aku membutuhkan udara malam.”jawab lelaki itu
tampa menoleh sedikit pun.
Mereka keluar dari kafe dan duduk di kursi panjang yang
disediakan untuk nongkrong. Diluar sepi. Tidak seperti di dalam yang ramai dan
hingar bingar.
“apakah aku mengganggu waktumu?”Tanya lelaki itu dan
menghempaskan tubuhnya yang atletis pada sandaran bangku.
“tidak. Sama sekali tidak. Justru aku juga butuh temen
ngobrol mala mini.”jawab nur sumringah. Ia mendekatkan duduknya kea rah lelaki
itu.
“aku yadi. Namamu siapa?” ujarnya memperkenalkan diri.
“nurani.”jawab nur pendek. ia kembali menatap lelaki
itu.”kita tidur dimana?”
Lelaki yang bearnama
itu terlonjak dan merasa terkejut dengan apa yng diaktakan nur barusan. ia menatap
nur lekat-lekat dan membuang mukanya. Ia kembali menatap nur dengan tatapan
menghakimi.”kamu pelacur?”
Wajah nur memereh karena malu dan kesal. Benar, lelaki ini
bukan lelaki seperti pada umumnya. Tapi, untuk hal ini, nur merasa terhinda,
walau pun ia yakin dan mengakui bahwa apa yang dikatakan yadi tidaklah
salah.”memangnya kenapa?”
“apa tidak ada pekerjaan lain selain menjadi__”
“cukup! Kamu tidak perlu menghakimi saya. Saya juga makhluk
hidup yang butuh makan. Sya butuh duit untuk membiayai adik-adik saya. Lalu
dimana letak kesalahan saya. Toh saya tidak mencuri dan meminta-minta kepada
orang lain. Apakah memang akmu mau meberiku uang sebagai jaminan ketika aku
harus berhenti dari pekerjaanku. Apakah kau mau membayar semua utangkau dan
baru aku bisa berhenti dari pekerjaan hinaku ini yadi?!”seru nur dengan kesal.
Tak terasa, air matanya kembali berleleran dari kedua bola matanya.
Yadi terdiam. Ia menunduk dalam diam.”maafkan aku nur. Bukan
maksudku menghinakanmu.”
Nur mendengus kesal. Ia merasa rugi harus menemani lelaki
misterius ini. Nur segera beranjak dan berjalan dengan tergesa. Meninggalkan
yadi.
“nur! Tunggu!”seru yadi sembari menyusulnya. Tangannya yang
kekar meraih pergelangan tangan nur dan membalikan tubuhnya.”maafkan
aku.”ujarnya dan menatap lekat mata nur.
Nur mendesah dan kembali terdiam. Ia menyeka air mata yang
masih tersisa di pelupuk matanya.
“bukan maksudku untuk menyinggung perasaanmu nur. Tapi entah
kenapa, pertama kali aku melihatmu. Aku seperti melihat adikku. Kau mirip
adikku nur.”namanya iyam. Ia gadis manis dan cantik seperti dirimu. Ia juga
gadis yang solehah. Sayangnya, ia sudah meninggal setahun yang lalu.”
Nur kembali mendengus jengkel.”apa urusanmu yadi. Toh aku
bukan adikmu. Hanya mirip menurutmu.”
Yadi menggelengkan kepalanya.”ya. tapi bagaimana pun juga,
sepertinya aku tak rela ketika melihatmu menjadi seperti apa yang kulihat. Kau
tahu, adiku meninggal karena penyakit HIV yang menggerogoti tubuhnnya. Ia
tertular penyakit sialan itu dari suaminya yang menipunya. Adikku tak menyangka
jika suaminya terjangkit penyakit jahanam itu. Hingga akhirnya nyawanya
terenggur gara-gara itu.”
Nur terdiam.
“bisa saja kamu terjangkit penyakit yang sama. Pekerjaan
yang kau kerjakan beresiko besar terhadap dirimu sendiri. Kau belum pernah berpikiran
sejauh itu nur.”
“aku bermain aman.”desis nur hamper tak terdengar.
“tapi takdir tuhan tak akan pernah terkalahkan. Jangan
sampai kamu menyesal pada akhirnya. Kau
tak bisa menipu ketetapan Tuhan hanya dengan alas an bermain aman.”sergah yadi
masih menatap nur tajam.
Nur kembali berderai tangis. Ia terisak-isak. Tampa ia
sadari ia menyandarkan kepalanya ke dada yadi. Yadi terkejut. Tapi tak ayal ia
mendekap nur dan mengelus kepalanya dengan lembut.
“tapi aku tak bisa yadi. Aku harus melunasi utangku.”isak
nur perlahan.
Yadi terdiam.
Tangannya menarik nur dari dekapannya dan kembali menatapnya.”aku tak akan
mengintervensi urusanmu. Aku hanya memberikan saran. Tapi, aku tak bisa berbuat
apa-apa. Aku janji, aku akan berusaha mencari pekerjaan yang layak untukmu. Aku
janji nur”
“yadi, terimakasih atas perhatianmu. Aku butuh doamu.
No comments:
Post a Comment