
Siang itu cuaca sangat panas. Saya sedang istirahat di
pelataran masjid agung tasikmalaya. Ada belasan orang yang duduk dan
tidur-tiduran di pelataran masjid menjelang waktu dzuhur tiba. Suasana yang
adem dan sejuk mempu membuat rasa kantuk membuai mata. Akhirnya saya
berinisiatif untuk tidur sejenak hingga adzan dzuhur tiba.
Tepat ketika adzan dzuhur tiba saya bangun. Namun, ada
sesuatu hal yang mengusik hati saya. Seorang pemuda dengan tubuh hanya separuh
ngesot tergesa-gesa menuju tempat wudhu. Ia seperti tidak peduli dengan tatpan
orang-orang disekitarnya yang memandang aneh terhadap dirinya.wajar saja
orang-orang merasa aneh. Ia berjalan dengan kedua tangannya yang beralas sendal
jepit. Sementara ada semacam bantalan di bawah pantatnya yang tanpa kaki itu
untuk menopang tubuhnya.
Tubuh tanpa kaki itu dengan segera mengambil air wudhu. Setelah
menyempurnakan wudhunya pemuda pemilik tubuh separo itu mengesot ke atas tangga
masjid dan segera masuk masjid dan segera menuju shaf paling depan. Melaksanakan
shalat qobla dzuhur. Saya perhatikan shalatnya begitu khusuk.
Saya pun beranjak dan shalat di dekatnya. Setelah shalat
dzuhur selesai saya dekati dia dan mencoba untuk berkenalan dengan pemuda
tersebut. Sungguh saya tak menyangka bahwa pemuda itu sangat ramah dan periang.
Ia tak pernah kehabisan kata dan selalu tersenyum dengan lawan bicaranya. Ia seakan
tak terbebani dengan tubuh cacatnya. Tak merasa malu dengan tatapan orang-orang
di sekitarnya.
“yang terpenting saya masih punya iman dan islam. Saya tak
pernah malu dan khawatir dengan kehidupan saya. Saya yakin, Allah Maha Tahu apa
yang terbaik untuk hambanya. Mungkin ini yang terbaik bagi saya. Siapa tahu
dengan dikaruniai tubuh yang sempurna saya malah lupa bersyukur.”paparnya
ketika ditanya mengenai perasaannya sebagai penyandang cacat.
Beberapa saat kemudian, disaat obrolan berlangsung datang
seorang perempuan cantik dengan kerudung lebar menghampiri kami. Dia menyalami
pemuda cacat itu dan duduk di sampingnya. Perempuan berparas cantik itu
tersenyum pada saya.
“ini istri saya.” Ujar pemuda cacat itu memperkenalkan
wanita cantik yang barusan datang. Sebuah kejutan lagi bagi saya.
Seakan tahu rasa penasaran saya, pemuda itu menceritakan
bahwa ia baru menikah dengan istrinya lima bulan yang lalu ketika ia menginjak
usia 23 tahun. Sementara istrinya baru berusia 20 tahun dan masih menuntut ilmu
di sebuah perguruan tinggi. Subhanallah, memang Allah tidak akan menyia-nyiakan
hambanya dan tak pernah pilih kasih diantara kekurangan-kekurangan itu sendiri.
Memang tidak ada istimewa dengan pemuda yang cacat itu. Namun
pemuda itu bisa menjadi pribadi yang memikat manakala kita melihat realita
disekitar kita. Bagaimana kita lihat, banyak yang dikaruniai tubuh yang purna
tapi amal tak sampai seujung kuku saja. Banyak yang dikaruniai tubuh yang
sempurna tapi tak pernah puas dan merasa kurang dengan apa yang telah
dikaruniakan tuhannya. Hingga tak sedikit kita dengar kasus bunuh diri karena
hal itu.
Banyak juga pemuda yang merasa menderita karena tak
mendapatkan pasangan hidup. Dan sekali lagi, banyak yang putus asa atau lebih
parahnya bunuh diri hanya gara-gara urusan cinta. Lihatlah pemuda cacat tadi. Walaupun
bertubuh cacat toh dia bisa dianugerahi istri muda yang cantik yang mencintai
dirinya apa adanya. Saya tandaskan, janganlah kita merasa putus ada dan
khawatir dengan segala kekurangan kita. Yakinkanlah bahwa Allah punya rencana
terhadap setiap hambanya. Purnakanlah tawakal, ikhtiar dan doa kepadanya.
Selain hal yang telah saya paparkan diatas, ada hal yang
begitu paradoks ketika itu. Dimana pemuda cacat itu beranjak ke tempat wudhu
tepat adzan berkumandang, justru saya melihat banyak kaum pria yang tadinya
tidur di pelataran masjid bergegas keluar. Pergi entah kemana.
Semoga allah selalu memberi kita petunjuk dengan apa yang
kita sadari atau yang tanpa kita sadari.
No comments:
Post a Comment