"Nggak malu ya, bansosnya diterima, tapi pemberi bansos kalian kritik terus," ujar seseorang dengan nada yang sangat yakin. "Belum tentang infrastuktur yang sudah dibangun sedemikian rupa."
Saya menghela napas panjang, karena saya tahu ini butuh jawaban yang tidak bisa dikatakan sederhana, tapi perlu logika yang sederhana untuk memahaminya.
Mari kita jabarkan dengan dua buah ilustrasi.
Ilustrasi pertama:
Ada sebuah masjid yang mengumpulkan zakat untuk ummat dan jamaah. Di masjid itu Andi ditunjuk sebagai ketua amil Zakat. Setelah selesai pembagian zakat, ada bawahan Andi yang bilang kepada masyarakat, "Pak Andi ini kan sudah memberikan bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian beras zakat. Jadi, mulai sekarang tidak perlu bapak-ibu mengkritik Pak Andi Karena atas jasa Pak Andilah bapak dan ibu bisa menikmati beras zakat. Dan konon, seminggu sebelumnya Pak Andi mendapatkan kritikan pedas dari para jamaah karena membeli sarana prasarana masjid yang tidak perlu disaat ada keperluan lain yang lebih mendesak untuk segera dituntaskan.
Ilustrasi kedua:
Saking sayang sama anaknya yang tengah kuliah, Pak Burhan banyak meminjam uang dari rentenir. Tidak hanya membelikan baju branded dan membayarkan kost mahal, Pak Burhan juga meminjam uang rentenir untuk membelikan anaknya moge. Padahal anaknya sendiri gak pernah minta moge. Rio, sang anak pun protes. "Pak, yang saya butuhkan itu bukan motor, saya hanya ingin bapak membayar uang UKT Rio. Udah nunggak dua semester."
"Ah, itu mah gampang," jawab Pak Burhan. "Yang penting kamu bisa pede dengan penampilan kamu di tempat kuliah. Lagian, kamu dapat segala fasilitas dari bapak, kenapa tetap protes sih! Tenang aja!"
Pak Burhan memang loyal sama anaknya. Tapi tidak paham soal prioritas.
Pertama, duit bansos dan infrastruktur itu bukan duit dari dompet presiden. Itu duit negara yang diambil dari APBN. APBN itu sumbernya dari pajak rakyat. Jadi secara tidak langsung presiden justru mendapatkan penghidupan dari pajak rakyat. Sumber lain APBN itu dari SDA yang dijual. SDA (hasil bumi berupa tanah, air, barang tambang dan segala tetek bengeknya) adalah milik rakyat Indonesia yang dikelola oleh negara untuk kemakmuran rakyat). Sumber lain APBN adalah dari utang berbunga. Soal utang gak perlu dibahas. Kita sudah paham.
Kedua, presiden itu pelayan rakyat yang digaji oleh rakyat. Sebagai pelayan wajar dong kalau dikritik dan mendapatkan keluhan dari rakyatnya. Kalau nggak mau dikritik ya jangan jadi presiden. Sebenarnya presiden kita welcome kok. Belum pernah beliau marah ketika mendapatkan kritikan. Cuma pendukungnya ini yang kadang sangat berlebihan dalam menglorifikasi idolanya. Seakan-akan kritikan itu sama dengan hinaan. Seakan-akan kritikan itu menjatuhkan martabat seorang presiden. Asalkan kritikan itu berlandas data dan disampaikan dengan sopan, itu bagian dari negeri demokrasi.
Ketiga, jangan menglorifikasi seorang presiden hanya karena telah menyalurkan bansos dan membangun infrastruktur. Karena tugas presiden memang untuk memberi pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan dana yang asalnya milik masyarakat.
Ketiga, baik buruknya sebuah negeri bukan diukur dari banyaknya bansos yang digelontorkan dan megahnya infrastruktur sebuah negeri. Zaman Firaun juga infrastruktur yang dibangun Masya Allah. Tapi, ukuran baik dan buruk sebuah negeri ini kompleks. Ada sebuah negara yang infrastrukturnya bagus tapi ternyata banyak pelanggaran HAM di dalamnya. Ada sebuah negara yang bansosnya gede, tapi di saat yang sama utangnya banyak dan sedang mengalami krisis pangan. Jadi, ya wajar kalo ada kritik-kritik dari masyarakat. Dan yang dikritik nggak ada sangkut pautnya sama bansos.
No comments:
Post a Comment