13 Oct 2021

MERANGKUL KAUM LGBT

 


SAYA masih ingat ketika mantan Menag Lukmanul Hakim dihujat oleh kalangan ‘islamis’ karena pernyataannya yang meminta umat islam supaya merangkul kaum LGBT. Kaum islamis mengatakan bahwa pernyataan Menag sama saja secara tidak langsung mengakui eksistensi kaum Luth di masa modern tersebut. Sementara Lukman membela diri bahwa bukan itu maksudnya. Merangkul disini adalah mengajak mereka untuk kembali ke fitrah.

 

Saya sendiri sependapat dengan pernyataan ‘merangkul kaum LGBT’ dengan beberapa catatan. 

 

Pertama, mereka yang dirangkul adalah yang menyimpang secara seksual tapi mengakui bahwa mereka salah dan berharap ingin berubah. 

 

Kedua, kaum LGBT yang bangga dengan identitasnya, kemudian melakukan kampanye untuk menormalisasi penyimpangan mereka, melakukan cuci otak terhadap khalayak dengan berbagai macam media, tidak layak untuk dirangkul. Bahkan layak untuk dikucilkan dan dihukum.

 

Ketiga, adanya fenomena LGBT itu adalah seperti gunung es. Yang kelihatan hanya puncaknya saja. Sementara bawahnya jauh lebih besar. Yang mengaku, bangga kemudian berkampanye keseteraan untuk kaum LGBT hanyalah puncak dari gunung es. Sementara bawahnya, (yang jauh lebih besar) terkesan malu-malu, merasa takut untuk mengungkap dirinya, tidak tahu bahwa LGBT itu terlarang secara agama, menyimpang karena pernah menjadi korban, salah pergaulan dan alasan-alasan lainnya. Ada diantara mereka yang harus dirangkul, diluruskan, dibina sehingga hijrah total.

 

Keempat, hendaknya yang dirangkul itu adalah mereka yang memiliki kelainan SSA (Same sex attraction), yakni yang memiliki ketertarikan terhadap sesama jenis, tapi bukan sampai menjadi gay. Mereka tahu itu adalah salah dan ingin mengubahnya. 

 

Hal inilah yang dilakukan oleh sahabat saya, Kak Sinyo Egi dengan komunitas ‘Peduli Sahabat’ yang dia bangun di jejaring FB. Lewat komunitas yang Sinyo Egi bangun, banyak lelaki atau perempuan yang mengidap SSA sembuh. Diantara mereka ada yang menikah dan punya anak. Diantara mereka ada yang mengidap SSA meski sudah menikah, tapi pada akhirnya sembuh setelah mendapatkan pendampingan. 

 

Diantara SSA itu pernah curhat di grup ‘Peduli sahabat’ bahwa rasa yang salah itu tetap ada meski tidak sampai pada taraf keinginan untuk berhubungan secara seksual. Rasa itu tidak bisa dihilangkan (entah karena hormonal, pengalaman masa silam, atau faktor lainnya) sehingga mereka harus berusaha mengelola perasaan mereka selama proses berubah. 

 

Bisa jadi rasa yang salah berupa SSA itu bisa menjadi ladang jihad bagi mereka untuk menahan syahwat. Jika orang normal dituntut untuk menundukan pandangan dan kecenderungan terhadap sesama jenis, maka cobaan untuk mereka dua kali lipat. Selain diharuskan menahan rasa terhadap lawan jenis, mereka juga harus menahan rasa terhadap sesama jenis. Dan Allah tahu siapa hamba-Nya yang ikhlas dalam menghadapi cobaan. 

 

Jadi, mari kita rangkul mereka yang menyimpang secara seksual untuk kembali hijrah ke jalan yang benar sesuai fitrah penciptaan.

Husni
Husni

Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.

No comments:

Post a Comment