DIPAKE DONG!
Suatu ketika emak berkunjung ke rumah Bik Aning. Tentu saja Emak mengajak saya turut serta. Bik Aning adalah sang tetangga kampung yang pekan kemarin memberi Emak hadiah sebuah gamis berwarna cokelat yang dihiasi renda-renda. Kebetulan di kunjungan itu emak memakai gamis tersebut. Sebenarnya aku pikir emak bukan sekedar kebetulan memakai gamis pemberian Bik Aning. Lebih kepada karena sengaja.
"Nah, begitu atuh. Saya teh senang gamis yang saya berikan dipakai sama Euceu," terang Bik Aning dengan semringah.
Emak juga ikut semringah mendengar celoteh renyah sang tetangga. Emak sepertinya ikut merasa senang karena dia mampu membuat Bik Aning puas.
"Tidak seperti Ceu Fulanah," sambung Bi Aning sembari meletakan gelas di palupuh.
"Ada apa dengan Ceu Fulanah?" tanya emak.
"Saya teh pernah memberi dia gamis. Tapi dia tak pernah memakainya. Jadi malas kalau mau memberikan gamis lagi,” gerutunya.
Dari obrolan Emak dan Bik Aning saya mendapatkan pelajaran berharga dalam hidup saya.
Pertama, kebahagiaan bagi seorang pemberi adalah dia melihat bahwa pemberiannya dimanfaatkan dengan baik oleh si penerima. Untuk alasan itulah Emak memakai gamis pemberian Bik Aning untuk menyenangkan hati si pemberi. Karena, rasa syukur itu tidak hanya dengan ungkapan ‘terimakasih’ saja. Tapi dengan aktualisasi.
Kedua, saya tidak mau berburuk sangka kepada Ceu Fulanah. Hanya saja, barangkali pemberian Ceu Aning tidak cocok dengannya. Barangkali dia punya alasan yang tepat kenapa dia tidak memakai gamis yang diberikan oleh Bik Aning.
Oleh karena itu, sebelum kita memberi kepada seseorang, kita harus benar-benar tahu apakah barang yang kita berikan benar-benar cocok untuk mereka. Apakah mereka benar-benar membutuhkannya?
Saya teringat dengan berita yang menyebutkan ada banyak sumbangan pakaian untuk para pengungsi yang terlantar begitu saja. Bukan karena pengungsi tidak mau bersyukur, tapi karena memang apa yang diberikan sudah tidak layak dipakai. Apa yang diberikan juga tidak pantas dipakai. Sebagai contoh, memangnya siapa yang berpikir bahwa para pengungsi butuh gaun mini yang mengundang lirikan para lelaki?
Saya juga teringat dengan sebuah foto sarkas di media sosial tentang pengungsi di Palu. Ada sekelompok kaum lelaki memakai daster dan rok di depan masjid yang menjadi tempat penampungan mereka. Kemudian di bawah foto itu ada tertulis, “Pengungsi di Palu itu bukan hanya kaum perempuan. Kaum lelaki pun ada di sini. Jadi please, yang dikirim jangan daster dan rok semua. Kami butuh kolor, oblong dan sarung.”
Entahlah, apakah aku harus tertawa atau meringis.
4 Mar 2021
Dipake Dong
March 04, 2021
By:
Husni
Husni
Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis.
you may also like
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
New Post
recentposts
social counter
[socialcounter]
[facebook][#][215K]
[twitter][#][115K]
[youtube][#][215,635]
[dribbble][#][14K]
[linkedin][#][556]
[google-plus][#][200K]
[instagram][#][152,500]
[rss][#][5124]
My Tweet

Blog Archive
About this blog
HusniMagazine
Husni Magz adalah blog personal dari Husni Mubarok atau biasa dipanggil kang Uni. Cowok Sunda yang bibliomania. Menyukai dunia seni dan tentunya doyan nonton baca dan nulis..
husnimubarok5593@gmail.com
No comments:
Post a Comment