Osman Gani; Menghabiskan Separuh Usianya Sebagai Pengungsi Rohingya

Satu kesempatan berharga bagi saya adalah bisa mengulik kisah-kisah tragis dari para pengungsi rohingya di tanah pengungsian. Sebagaimana kita tahu bahwa beberapa waktu yang lalu publik kita tersita oleh berita terdamparnya pengungsi rohingya di Aceh. Para aktifis memuji inisiatif rakyat Aceh yang menerima para pengungsi setelah sebelumnya ditolak oleh otoritas Thailand dan Malaysia setelah berbulan-bulan berlayar di lautan lepas. 

Saya sendiri dua tahun yang lalu telah mencoba menulis novel 'Dalam Pelarian' yang diterbitkan penerbit Bitread. Dalam Pelarian menceritakan rute perjalanan para pengungsi dari Rakhine ke Bangladesh. Sayangnya, novel ini terlalu tipis untuk tidak dikatakan kurang dalam visualisasi, sehingga saya tidak berani menerbitkannya di penerbit Mayor. 

Tapi rupanya Allah punya rencana untuk saya. Dua hari yang lalu saya bisa berbicara langsung dengan seorang pengungsi Rohingya. Namanya Osman Gani (28). 

Tanpa sengaja saya bertemu dengan Osman Gani di fanpage Khamenei. Kami sama-sama mempertanyakan tentang Iran yang sesumbar selalu membela kaum muslim yang tertindas, tapi tidak pernah berbicara tentang Rohingya. Singkat cerita, obrolan kami beralih ke whatsapp dan Osman Gani menceritakan semuanya kepada saya. Tentang perjalanannya selama pengungsian selama belasan tahun. Dari rakhine ke Thailand, singgah di Malaysia, hingga akhirnya terdampar di Amerika. 

Yang paling mengejutkan, ternyata Osman Gani juga bisa berbicara bahasa Indonesia, meski boleh dikatakan tidak terlalu lancar.

“Pamanku menikah dengan gadis Indonesia di Malaysia. Jadi, aku belajar bahasa Indonesia dari mereka.” Aku Osman gani lewat sambungan video call whatapp kepada husni-magz.

Berikut obrolan husni-magz bersama Osman Gani

Bagaimana kamu bisa berakhir di Amerika?

Saya melarikan diri dari Rakhine pada tahun 2006. Waktu itu saya berlayar menggunakan boat dari Rakhine menuju Thailand. Setelah itu kami kemudian berpindah ke Malaysia. Di Malaysia ini saya hidup sebagai pengungsi selama kurang lebih 9 tahun.

Setelah itu UNHCR datang kepada saya dan menawarkan kepada saya untuk memilih negara ketiga sebagai tempat tinggal. Saya sebenarnya mengatakan kepada mereka bahwa saya ingin kembali ke Rakhine, tapi tentu saja UNHCR mengatakan bahwa tempat saya sudah tidak aman pada waktu itu. Mereka memberi pilihan untuk tinggal di Canada, Australia, Inggris atau Amerika.

Akhirnya saya mengirimkan saya ke Amerika dan telah tinggal di Amerika sebagai pengungsi kurang lebih 5 tahun lamanya. 

Berapa lama kamu berlayar dari rakhine hingga mencapai Thailand?

Tiga belas hari

Apakah UNHCR memberikan kamu tunjangan untuk hidup?

Ya. Mereka memberi saya tunjangan. Selain itu saya juga bekerja sebagai pelayan di toko Pizza sehingga saya bisa memiliki pemasukan. 

Apakah kamu masih memiliki keluarga di Rakhine atau di kamp pengungsian 

Ya. Saya masih memiliki saudara. Semuanya mengungsi di kamp pengungsian Bangladesh. Dua adik perempuan saya mengungsi di Bangladesh dan sampai saat ini saya belum bisa berjumpa dengan mereka. 

Kenapa di tahun 2006 anda mengungsi? Apakah di tahun tersebut keadaan juga sudah memburuk. Karena yang saya tahu gelombang pengungsian itu terjadi pada tahun 2017 silam.

Sejarah kami sangat panjang. Orang-orang Myanmar itu tidak menyukai kami sejak puluhan tahun yang lalu. Dan puncaknya adalah pengusiran dan genosida di tahun 2017 kemarin. Sebenarnya gelombang pengungsian kecil sering terjadi sebelum pengungsian besar-besaran di tahun tersebut. Dan saya mengungsi tahun 2006 karena kondisi yang tidak aman.

--

Nah, sahabat husni-magz. Sekian wawancara husni-magz dengan Osman Gani. Jangan lupa juga untuk mendoakan saudara-saudara rohingya kita, dan membantu mereka lewat lembaga-lembaga kemanusiaan di negeri kita.