Dia Mengaku ‘Gay’

Tulisan ini repost tulisan saya dari grup KBM 

[Maaf, demi menghindari sensitifitas yang menyebabkan facebook mengkualifikasikan tulisan saya telah melanggar komunitas, maka beberapa istilah saya ganti dengan menggunakan angka.]

Beberapa bulan yang lalu seseorang mengirimkan pesan di inbox facebook dan mengapresiasi cerbung #Rahasia_sang_suami yang saya publikasikan di grup KBM. (Sayangnya, cerbung tersbut tidak lagi bisa diakses karena akun lama saya telah dihapus facebook karena beberapa artikel yang dianggap pelanggaran komunitas. Cerbung masih bisa diakses di KBM App dengan judul ‘Husband’s Secret’). 

Sebut saja namanya Tono. Dia mengaku bahwa apa yang saya tulis di cerbung tersebut seakan-akan mewakili pribadinya.

Singkat cerita, Tono merasa perlu curhat kepada saya tentang orientasi seksualnya yang dia anggap menyimpang dari kodratnya untuk menyukai lawan jenis. Alih-alih menyukai lawan jenis, Tono terjebak pada perasaan menyayangi sesama jenis layaknya seorang lelaki mencintai gadis.

Saya tercenung. Bukan karena kepo atau apa, saya mencoba menelusuri facebook Tono dan saya bisa menyimpulkan bahwa dia membuat akun baru hanya untuk bercerita kepada saya. Dan tentu saja itu adalah privasinya. Dia berhak menjaga privasinya dan sebuah kehormatan bagi saya karena dia telah mempercayakan saya sebagai ember dari segala cerita kehidupannya. 

“Jujur, saya g4y.” Akunya.

Aku tidak tahu harus berkata apa. Tiba-tiba saya merasa merinding karena pernah membaca penelitian bahwa simpati kepada seorang g4y bisa jadi menjadi sebab seorang pria hetero sex menjadi penyuka sesama jenis. Tapi rasa penasaran saya mengalahkan semua keraguan.

“Tapi kamu bangga nggak sih, menjadi seorang g4y?”

“Nggak tuh. Justru saya tersiksa bang. Persis seperti tokoh si Elang di cerita abang.” Akunya pada saya.

“Kamu bukan g4y, kamu hanya mengalami kelainan ‘same sex attraction.” Ujarku sembari menjelaskan apa perbedaan g4y dan same sex attraction sebagaimana yang pernah Kak Sinyo tulis di website dan Fanpagenya. Kak Sinyo sendiri konsen dalam mengarahkan orang-orang SSA yang ingin hijrah dan mengobati kelaian seksual mereka sehingga menjadi lelaki sejati seutuhnya.

Lalu apa yang menjadi pembeda antara g4y dan SSA. Gay adalah mereka yang menisbatkan diri pada kelompok L9BT dan bangga dengan orientasi seksualnya yang salah kaprah. Sementara SSA adalah mereka yang memiliki kelaian orientasi seksual, kemudian berjuang keras untuk mengubahnya dan menjadi pria sejati.

Biasanya, seseorang terjangkit SSA karena banyak faktor, seperti trauma masa kecil setelah menjadi korban pedophile, kurang perhatian orang tua di masa-masa yang riskan, dan karena arah pergaulan yang salah. Ada lagi satu faktor yang seringkali memiliki persentase yang kecil, yakni karena ada masalah hormonal yang terganggu. Misal, seorang lelaki kelebihan hormone estrogen sehingga dia kemayu dan memiliki sifat kewanitaan. Setiap pemicu faktor memiliki terapi yang berbeda satu sama lain. Untuk mereka yang memiliki orientasi seksual yang salah karena trauma, maka dibutuhkan konseling oleh psikiater. Untuk mereka yang salah pergaulan, perlu nasihat yang membangun dan mencoba menuntun mereka perlahan. Untuk mereka yang memiliki kelainan hormone, perlu treatment dan terapi seperti suntik hormone sehingga hormone testosteronnya seimbang.

Anehnya, justru yang terjadi kebalikannya. Banyak diantara mereka yang malah menambah ‘hormon yang salah’ dengan alasan karena orientasi seksual. Misal, seorang lelaki kemayu justru menyuntik hormone estrogen dengan alasan dia lebih nyaman seperti wanita. Atau wanita yang menyuntik hormone testosterone karena merasa nyaman seperti laki-laki. Tentu saja yang harus mereka lakukan adalah kembali ke kodrat dengan ‘mengurangi dan menghilangkan’ kesalahan hormonal, bukan malah menjadikannya semakin parah.

Oke, kita kembali ke sosok Tono. Dia merasa perlu berubah seperti tokoh Elang. Dan saya tentu sangat mendukungnya. Disini saya mulai berpikir bahwa pada titik ini kita harus membedakan antara mereka yang benar-benar ingin berubah dari kesalahan orientasi seksual dengan mereka yang memang bangga menjadi seorang yang memiliki kesalahan orientasi seksual. Mereka yang ingin berubah inilah yang harus dirangkul untuk hidup mereka yang lebih baik.

Selain mencoba memahami dan mengajaknya untuk berubah secara perlahan, saya juga menyarankan Tono untuk berkonsultasi dengan Kak Sinyo dengan organisasi Peduli sahabat yang beliau kelola. Alhamdulillah, dia mengaku merasa lebih tenang dan yakin bisa berubah dengan total. Meski dia mengaku hingga saat ini masih ada rasa yang salah di hatinya.

Saya hanya berdoa semoga Tono bisa berubah dan menjadi lelaki seutuhnya.