Btw, untuk lebih memperjelas seperti apa sih dunia
kepenulisan cerita anak, atau barangkali kamu mau menjadi seorang penulis cerita anak tapi nggak tahu harus dimulai darimana, maka kali ini husni-magz akan memuat ulang pemaparan kak
Fita dari channel Telegram Indonesia Menulis yang digawangi Mas Tendi Murti.
Cekidot ya.
=
Bismillah. Assalamualaikum. Perkenalkan, nama saya Fita Chakra, biasa dipanggil Fita. Saya seorang ibu rumah tangga, bekerja paruh waktu sebagai penulis dan pengajar Ekskul Menulis di sebuah sekolah. Saya bersama beberapa teman di @sahabatkataid secara berkala menggerakkan kelas menulis untuk anak-anak, remaja maupun para ibu. Teman-teman bisa follow IG saya @fch_08 atau @sahabatkataid untuk melihat kegiatan-kegiatan saya.
Saya menulis secara profesional sejak tahun 2007. Hingga
sekarang, alhamdulillah atas izin Allah, sekitar 60 judul buku yang saya tulis
telah diterbitkan berbagai penerbit. Sebagian besar karya saya adalah buku
cerita anak.
Bagaimana sih awalnya sehingga Mbak Fita menjadi seorang penulis cerita anak?
Bagaimana sih awalnya sehingga Mbak Fita menjadi seorang penulis cerita anak?
Awalnya, saya menulis buku cerita anak karena saya ingin:
1. Memberikan “warisan” untuk anak-anak saya berupa karya
yang akan dikenang mereka.
2. Menghibur pembaca cilik melalui cerita.
3. Melakukan sesuatu yang saya sukai yaitu menulis, sebagai
kegiatan yang produktif.
Ada banyak karya yang bisa dihasilkan dari menulis. Saya
pernah mencoba menulis berbagai genre, mulai dari menulis artikel parenting,
menulis cerpen remaja, dan lain-lain. Namun, pada akhirnya, tetap ada salah
satu jenis tulisan yang saya pilih tekuni, yaitu menulis buku cerita untuk
anak. Mengapa?
1. Buku anak-anak akan terus dibutuhkan dan dicari, pasarnya
cukup besar.
2. Sebagai seorang ibu, interaksi dengan anak-anak membuat
saya banyak mendapat sumber ide cerita dari mereka.
3. Menulis buku cerita anak merupakan tantangan untuk saya.
Naskah cerita anak mungkin tidak sepanjang naskah buku dewasa, namun
menuliskannya, terkadang tidak sederhana.
4. Menulis buku anak mendatangkan keuntungan materi maupun
non materi yang membuat saya terus bersemangat menulis.
Dengan alasan-alasan tersebut, hingga sekarang saya masih
ingin berkarya di dunia kepenulisan buku anak.
Nah, sebenarnya tulisan seperti apakah yang disebut cerita anak? Apakah jika kita bercerita tentang anak-anak itu bisa disebut cerita anak?
Nah, sebenarnya tulisan seperti apakah yang disebut cerita anak? Apakah jika kita bercerita tentang anak-anak itu bisa disebut cerita anak?
Definisi cerita anak menurut saya adalah cerita yang
ditujukan untuk pembaca anak-anak, tokohnya anak-anak, bertujuan untuk
menghibur, edukasi, dan bernilai moral.
Jadi pastikan ketika akan menulis cerita anak, kita melihat
sebuah peristiwa dari sudut pandang anak. Karena kadang-kadang, kita
“memaksakan” pemikiran kita sebagai orang dewasa ke dalam tokoh anak dalam
cerita kita. Contohnya: menghadirkan tokoh anak yang menasihati temannya,
seperti orangtua menasihati anak-anak atau menghadirkan tokoh dewasa yang
berperan besar menyelesaikan masalah dalam cerita.
Ingat bahwa dalam cerita anak, kita harus membatasi peran
tokoh dewasa. Biarkan tokoh anak-anak menyelesaikan masalah, supaya cerita bisa
mengalir sebagaimana anak-anak itu bertingkah laku. Kalau perlu, jangan ada
tokoh dewasa dalam cerita anak yang kita tulisan.
Jenis-jenis cerita anak ada bermacam-macam, misalnya fabel,
cerita detektif, dongeng, cerita realitas, dll. Demikian pula dengan buku anak,
ada banyak jenis, mulai dari kumpulan cerita, pictorial book, novel, nonfiksi
sampai komik. Kita bisa mempelajari dengan sering-sering ke toko buku atau
perpustakaan untuk melihat-lihat buku-buku anak yang ada di pasaran.
Setelah kita paham definisi cerita anak, apa yang kita mesti
lakukan sebelum menulis? Ya, tentu saja mencari ide. Dari mana kita mendapatkan
ide? Yang paling mudah dari membaca, mengamati dan mendengar anak-anak. Setelah
dapat ide, catat ide tersebut segera. Lalu tentukan premis atau inti ceritanya.
Cukup buat satu kalimat premis untuk pegangan kita:
Tentukan nama tokoh, keinginannya dalam cerita tersebut,
hambatannya, dan bagaimana akhir ceritanya.
Contoh:
Kika ingin makan es krim, tapi dia tak punya uang untuk beli,
akhirnya dia mencoba mencari resep es krim lalu membuatnya sendiri.
Premis akan membantu kita mengembangkan cerita yang kita
buat.
Nah, silakan mencoba membuat premis cerita anak yang akan
teman-teman tulis, ya. Intinya, di dalam premis itu, kita akan tahu konflik apa
yang akan kita tampilkan dalam cerita. Konflik dalam cerita anak umumnya
konflik dengan diri sendiri (cemas, demam panggung, dan semacamnya), konflik
dengan orang lain (bertengkar dengan teman misalnya), dan konflik di lingkungan
(misalnya bencana).
Untuk teknik menulisnya, mungkin tidak saya bahas detail di
sini, karena butuh waktu lama. Teman-teman bisa berlatih dengan mulai mengasah
ide-ide yang muncul. Banyak-banyak mencatat ide dan menuliskannya menjadi
cerita.
Setelah naskah selesai, apa yang harus dilakukan?
1. Baca ulang setelah mengendapkan. Artinya, jangan langsung
merevisi begitu selesai menulis. Tinggalkan dulu naskah tersebut 1-2 hari, baru
kita baca ulang.
2. Mintalah anak-anak membaca dan memberikan pendapat.
3. Setelah naskah rapi, kita bisa mengirimkannya ke penerbit
atau mencetaknya.
4. Sebelum mengirim, pastikan kita sudah mengenali penerbit
yang kita tuju. Seperti apakah buku-buku mereka. Apakah naskah kita cocok
dengan penerbit itu?
Terakhir, barangkali ada sedikit tips untuk teman-teman yang ingin mulai
menulis cerita anak?
1. Tentukan tema, paling mudah ambil tema yang kita minati.
2. Tentukan premis.
3. Hindari “menasihati” atau memberikan pesan secara jelas
pada pembaca. Anak-anak bisa menarik pesan dari cerita kita kok.
4. Hindari meminjam mulut tokoh dewasa untuk menyelesaikan
masalah. Kalau perlu hilangkan peran orang dewasa.
5. Tentukan usia pembaca, supaya terarah membuat kalimatnya.
6. Tentukan jenis buku yang akan dibuat.
7. Tentukan pesan yang akan disampaikan dalam cerita.
8. Belajar berimajinasi, mengolah ide menjadi cerita yang
unik dan tak terlupakan.
Q&A
==
Assalamualaikum Kak Indah, Saya Shelvia Aida izin bertanya
kepada Bu Fita.
Bu Fita menjelaskan jika di dalam cerita anak, tidak boleh
ada orang dewasa yang menasihati.
Pertanyaan saya adalah,
1. Apa sajakah kategori penyelesaian konflik ketika
menyelesaikan masalahnya ? Apakah sebagai penulis harus memunculkan rasa
inisiatif yang baik terhadap tokoh cerita ?
2. Apakah ada tips dalam pemberian nama tokoh dalam cerita
anak ?
Atas perhatiannya saya mengucapkan terima kasih
--
--
Waalaikumsalam. Salam kenal, Shelvia.
1. Penyelesaian konflik dalam cerita anak biasanya bisa kita
lihat di ending. Ada ending yang jelas-jelas menuturkan solusi. Ada ending yang
meminta pembaca untuk menentukan sendiri akhirnya. Umumnya pada cerita anak
kita pakai ending dengan solusi. Karakter tokoh yang baik dalam cerita anak
menurut saya tidak selalu diwujudkan dalam sifat-sifat yang serba sempurna,
tetapi ketika tokoh mau belajar menjadi lebih baik.
2. Tips memberi nama tokoh, sesuaikan dengan jenis cerita
yang kita buat. Jika ceritanya tentang kehidupan anak sekarang, kita bisa pakai
nama yang familiar dengan nama anak-anak sekarang. Jika kita menulis dongeng,
tentu saja, kita pakai nama yang lebih sesuai misalnya putri A, pangeran B dan
seterusnya. Untuk nama tokoh, kadang-kadang saya googling nama tokoh atau
melihat-lihat di buku nama bayi.
===
Salam kenal mbak..nama saya elyn. Sekarang buku anak banyak
mulai menggunakan teknologi Augmented Reality ya, mohon info mbak kalau kita
mau bikin buku seperti itu bagaimana teknisnya?
Haturnuhun
Salam kenal, Elyn. Sebagai penulis, kita tulis aja teks dan
deskripsi ilustrasi yang kita inginkan. Kalau kita mau bukunya menggunakan
Augmented Reality, bisa kita jelaskan di konsep buku, kasih tahu penerbit.
Nanti mereka yang akan membantu teknisnya, jika mereka setuju dengan konsep
kita.
===
Assalamualaikum Bu Fita, Saya Shelvia Aida
Boleh saya tahu sistem self publishing untuk buku anak
menurut Bu Fita ?
Waalaikumsalam, Shelvia. Sejujurnya, saya belum pernah self
publishing, (selama ini saya bekerjasama dengan penerbit), jadi kurang paham
tentang hal ini. Tetapi prinsipnya kita siapkan naskah dan ilustrasi (bisa
kerjasama dengan ilustrator), proses editing (bisa pakai jasa editor), bawa ke
percetakan untuk proses layout dan cetak. Biaya cetak tergantung banyaknya buku
yang dicetak dan tebal halaman.
Oh iya sobat Husni-Magz, untuk mengenal mbak Fita lebih jauh, jangan lupa follow juga Instagramnya @fch_08.
No comments:
Post a Comment